10 | Perpus

62 7 0
                                    

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ

_Jangan lupa vote and comment_
Selamat membaca

◎◎◎

Dan disinilah Via berada. Perpustakaan kampus. Dengan tangan yang saling meremat menyalurkan rasa gugup, ia berdiri di parkiran sambil memandang gedung dua lantai di depan mata. Haruskah ia masuk sekarang?

"Bismillah, lo gak boleh gugup, Vi. Harus keliatan biasa aja. Gak boleh kentara," monolog Via bergumam lirih menyemangati dirinya sendiri.

Mengambil nafas dalam, kemudian menghelanya secara perlahan. Dengan pasti Via akhirnya melangkah menuju pintu masuk. Memasang wajah datar yang justru berbanding terbalik dengan jantungnya yang berdegup gila.

Semakin ia masuk ke dalam perpustakaan, semakin tak karuan pula hatinya di dalam sana. 2,5 tahun mencintai Revan dalam diam, tanpa berkomunikasi dan interaksi sama sekali, jadi wajar saja jika sekarang Via bertingkah sedikit lebay.

Dia dimana? tanya Via membatin, ketika netranya tidak mendapati Revan di semua meja yang disediakan pihak perpustakaan.

Via berjalan melewati rak buku demi rak buku yang ada disana, hingga akhirnya ia menemukan punggung tegap dari sosok yang sangat amat ia kenali.

Ini gue harus ngapain lagi? Via bingung, tidak tau harus bagaimana. Ingin panggil nama, takutnya dikira stalker. Sebab mereka belum pernah berkenalan secara resmi.

Merasakan kehadiran seseorang selain dirinya di sana, Revan secara perlahan membalikkan badan. Bak slow motion. Via spontan menahan nafas.

"Assalamualaikum," cicit Via pelan. Hanya ini yang terlintas di pikirannya.

"Wa'alaikumussalam," balas Revan dengan suaranya yang begitu--arghh! Sungguh tak bisa Via deskripsikan.

Gadis itu berdehem kecil demi menetralisir degup jantungnya yang menggila, walau nyatanya hal itu tidak berpengaruh sama sekali.

"Maaf, karena meminta kamu datang kemari." Revan memulai pembicaraan pertama mereka yang membuat Via tidak tau harus bereaksi seperti apa.

Sambil curi-curi pandang pada Revan yang tengah menaruh buku di tangannya ke salah satu rak, Via pun berkata, "gapapa." Kemudian membasahi bibirnya yang mendadak kering. "Emm.. Kenapa, ya?"

Sungguh pertanyaan yang sedikit konyol.

"Soal tugas makalah dari Pak Topan, bisa kita mulai sekarang?" tanya Revan meraih salah satu buku dari rak berbeda. "Karena saya tidak punya banyak waktu luang."

Revan dan pembawaannya yang formal benar-benar perpaduan yang mampu melemahkan iman.

Plak! Astaghfirullah, Via sadar.

Berdehem canggung, Via mencoba mengalihkan pandangannya ke salah satu meja perpustakaan tidak jauh darinya. Dan dapat Via lihat beberapa mahasiswi yang menatapnya secara terang-terangan dengan pandangan yang.. cemburu?

Entahlah, Via sendiri juga tidak peduli.

"Bagaimana?"

Suara Revan kembali menginterupsi Via yang membuatnya sedikit terkesiap. Dengan ragu-ragu ia kembali menatap Revan. "Tapi gu--maksudnya saya gak bawa laptop hari ini." Menggigit bibir bawah seraya memejamkan mata, Via menunduk sambil merutuki dirinya di dalam hati.

Astaghfirullah, hampir aja lo keliatan sok akrab, Vi.

"I brought it," ucap Revan tenang. "Itupun kalau kamu tidak keberatan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love In SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang