Ada seorang gadis yang duduk di bangku paling belakang, termenung sendirian sambil memikirkan bagaimana bisa "aku sekolah di sini".
Dia tidak habis pikir kenapa bisa sekolah di sini, merasa dibohongi dengan semua kata-kata yang ada di brosur pendaftaran sekolah ini.
---flashback---
Gadis itu bernama Cassie Laurens yang berasal dari surabaya. Dia baru lulus SMP beberapa minggu yang lalu. Setelah lulus, dia belum menentukan sekolah mana yang akan dia pilih untuk melanjutkan pendidikannya.
Dia sudah berusaha mencari informasi di internet dan meminta rekomendasi dari beberapa temannya tentang sekolah yang sesuai dengan keinginannya. Akhirnya, dia mendapatkan rekomendasi dari tetangganya yang mengatakan bahwa sekolah "itu" sangat bagus.
Cassie pun mendaftar di sekolah "itu" karena merasa cocok dengan seleranya. Namun, saat dia datang untuk mendaftar, ternyata biaya pendaftarannya cukup mahal. Beberapa bangunan di sekolah tersebut terlihat rusak, beberapa kelas kosong, dan kebersihannya memprihatinkan, sangat jauh dari kata "bagus".
Tapi mau bagaimana lagi, dia sudah terdaftar di sekolah "itu". Mau tidak mau, dia tetap harus masuk sekolah besok.
Di hari pertama masuk sekolah, dia disambut oleh kakak-kakak OSIS yang memberitahunya tentang peraturan di sekolah tersebut. Mereka juga mengantarnya ke kelasnya, 'X IPA 2', yang berisi 25 siswa.
Saat masuk kelas, dia langsung mengambil tempat duduk paling belakang dekat dengan jendela. Entah kenapa, dia merasa lebih nyaman duduk di pojokan situ.
---Flashback end---
Cassie memandang keluar jendela, melihat lapangan sekolah yang luas namun sepi. Angin sepoi-sepoi masuk melalui jendela, membuat suasana sedikit lebih nyaman. Namun, hatinya tetap gelisah. Dia bertanya-tanya bagaimana dia akan bertahan di tempat yang tidak sesuai harapannya ini.
Seorang gadis dengan hijab panjang mendekat dan duduk di sebelah Cassie. "Hai, aku Sarah," katanya sambil tersenyum. "Kamu murid baru, ya? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya."
Cassie tersenyum kaku. "Iya, aku baru masuk. Namaku Cassie."
Sarah terlihat ramah dan mulai menceritakan tentang sekolah itu. "Memang, sekolah ini tidak sebagus yang digambarkan di brosur. Banyak dari kami merasa tertipu saat pertama kali datang. Tapi, jangan khawatir. Ada beberapa guru yang benar-benar peduli dan teman-teman yang menyenangkan."
Cassie merasa sedikit lega mendengar kata-kata Sarah. "Benarkah? Aku sempat khawatir tidak akan betah di sini."
Sarah mengangguk, "Iya, kamu pasti bisa menyesuaikan diri. Nanti aku kenalkan dengan beberapa teman lainnya. Kamu akan merasa lebih nyaman."
"Terima kasih, Sarah. Aku benar-benar menghargai itu," kata Cassie dengan senyum tulus.
Hari-hari berikutnya, Cassie mulai beradaptasi dengan lingkungan barunya. Meski fasilitas sekolah tidak sebaik yang diharapkan, Cassie menemukan kenyamanan dalam pertemanan yang mulai ia bangun. Sarah dan beberapa teman baru lainnya sering mengajaknya makan siang bersama dan belajar kelompok.
Suatu hari saat makan siang, Sarah berkata, "Cassie, ini Rina dan Dika. Mereka teman sekelas ku."
Cassie tersenyum dan berjabat tangan dengan mereka. "Senang bertemu kalian."
Rina tersenyum, "Senang bertemu juga, Cassie. Sarah cerita banyak tentang kamu."
Dika menambahkan, "Iya, katanya kamu pintar sejarah. Itu keren banget."
Cassie tersenyum malu, "Ah, terima kasih. Aku cuma suka aja belajar sejarah."
Di kelas sejarah, Pak Andi yang mengajar sejarah memberikan perhatian lebih kepada Cassie karena melihat ketertarikannya. Suatu hari setelah pelajaran selesai, Pak Andi menghampiri Cassie.
"Cassie, kamu punya minat besar dalam sejarah. Kalau kamu mau, aku bisa memberikan bimbingan tambahan setelah jam pelajaran," kata Pak Andi dengan senyum ramah.
Cassie merasa termotivasi dan menjawab, "Terima kasih, Pak Andi. Saya sangat tertarik, dan bimbingan tambahan pasti akan sangat membantu."
Berkat dukungan dari teman-teman dan gurunya, prestasi Cassie perlahan meningkat. Sarah dan teman-teman lainnya selalu ada untuk membantu dan memberikan semangat.
Suatu hari saat istirahat, Sarah bertanya kepada Cassie, "Gimana perasaanmu sekarang? Udah merasa lebih nyaman?"
Cassie tersenyum dan menjawab, "Iya, aku merasa lebih baik sekarang. Dukungan dari kalian semua sangat berarti."
Sarah tersenyum lebar, "Aku senang mendengarnya. Kita harus tetap saling mendukung, ya."
Rina yang duduk di dekat mereka menambahkan, "Kalau ada apa-apa, jangan ragu buat cerita sama kita, Cassie."
"Terima kasih, Rina. Aku benar-benar merasa beruntung punya teman seperti kalian," jawab Cassie dengan tulus.
Waktu berlalu, Cassie menyadari bahwa meski sekolah ini tidak sempurna, dia bisa menemukan kebahagiaan dan kesuksesan di tempat ini. Dia belajar bahwa yang terpenting bukanlah fasilitas sekolah, tapi semangat dan kerja kerasnya sendiri, serta dukungan dari orang-orang di sekitarnya.
Saat dia duduk di bangku paling belakang, kali ini dengan senyum di wajahnya, Cassie tidak lagi merasa menyesal masuk sekolah ini. Dia merasa bersyukur atas perjalanan yang membentuknya menjadi lebih kuat dan bijaksana.
"Sarah," Cassie memanggil saat bel tanda pulang berbunyi, "Terima kasih banyak untuk semuanya. Aku benar-benar bersyukur punya teman seperti kamu."
Sarah tertawa kecil, "Sama-sama, Cassie. Aku juga senang bisa jadi temanmu."
Mereka saling tersenyum, mengetahui bahwa perjalanan ini baru permulaan dari petualangan mereka di sekolah dan kehidupan.
Pak Andi menghampiri mereka dan berkata, "Kalian berdua terlihat akrab. Bagus sekali melihat siswa saling mendukung."
Cassie tersenyum, "Terima kasih, Pak Andi. Teman-teman baru ini sangat membantu saya menyesuaikan diri."
Pak Andi tersenyum, "Senang mendengarnya. Ingat, kalian selalu bisa belajar lebih banyak jika saling mendukung dan bekerja sama."
"Betul sekali, Pak," sahut Sarah dengan semangat. "Kita semua di sini untuk belajar dan tumbuh bersama."
Cassie mengangguk setuju, merasakan semangat baru dalam dirinya. Hari-hari di sekolah ini mungkin tidak sempurna, tapi dengan teman-teman dan guru yang peduli, dia yakin bisa menghadapi apapun yang datang.
_______________________________________
~-~
KAMU SEDANG MEMBACA
MASA MENANTI
Ficção AdolescenteCassie dan Adrian, dua remaja SMA yang awalnya bermusuhan, perlahan mulai merasakan ada sesuatu yang lebih di antara mereka. Namun, hidup membawa mereka ke arah yang berbeda. Di perkuliahan, takdir mempertemukan mereka kembali. Akankah mereka akhirn...