Apa Kau masih Perawan?

3.7K 21 0
                                    

"Athalia. Apa kau masih perawan?" tanya Mahesa. Pertanyaan itu berhasil membuat tubuh Athalia tertegun di tempatnya.
"Memangnya kenapa Anda bertanya seperti itu, Tuan?"
"Aku pastikan adikmu akan mendapat perawatan sampai sembuh. Tapi kau harus jadi teman tidurku selama satu bulan," ucapnya, bola mata Athalia membeliak seketika. Ia tidak menyangka Mahesa akan memberikan penawaran seperti itu.
Athalia memang sangat tahu lelaki seperti apa Mahesa. Dia adalah perwujudan sempurna seorang laki-laki dalam hal fisik. Wajahnya tampan dan tegas, mata abunya selalu bisa membius siapa saja. Terkecuali Athalia yang baru bekerja satu tahun di Anderson Company.
Setiap minggunya, Athalia kerap melihat para model papan atas yang bergantian datang ke ruang kerja Mahesa. Tujuan mereka tentu saja untuk berkencan. Athalia tidak merasa heran dengan hal itu.
Mahesa dengan paras tampan serta kekayaannya mampu menarik wanita kelas atas ke ranjangnya jika ia mau. Melihat wajah tampannya saja, para wanita akan langsung terpikat dalam sekejap mata. Mungkin hanya Athalia saja di kantor itu yang tidak tertarik pada Mahesa.
Hari ini Athalia memberanikan diri datang ke ruang kerja Mahesa, menunduk di depannya untuk meminjam uang. Athalia pun mengatakan uang itu akan digunakan untuk biaya transplantasi adiknya yang menderita leukimia.
Tetapi jawaban lancang itulah yang diberikan Mahesa, membuat wajah Athalia memerah dengan tangannya yang terkepal marah.
"Anda memang bosku. Dan aku tahu dengan uangmu, Anda bisa menghabiskan waktu dengan wanita mana saja yang Anda inginkan. Tapi aku bukan mereka! Lancang sekali Anda bicara seperti itu padaku. Anda pikir bisa dengan mudah menjerat wanita miskin sepertiku ke atas ranjangmu? Itu tidak akan pernah terjadi, Tuan!" tegasnya mengeletukan gigi.  
"Kenapa tidak?" Mahesa mengangkat tangan dan pundaknya di depan Athalia. Raut wajahnya begitu jumawa. "Kau tahu? Sejak kecil, aku sudah terbiasa mendapat apa yang kuinginkan. Aku bukannya ingin menghinamu, Athalia. Tapi kau datang tiba-tiba ke ruanganku, meminjam uang satu miliar padaku, padahal kau belum genap satu tahun bekerja di perusahaan ini. Kau pikir aku ini nenek moyangmu yang bisa kau pinjami uang seenaknya?"
Athalia membisu. Tetapi napasnya menderu, naik-turun karena merasa sangat dihina oleh Mahesa. Athalia bukanlah orang yang gemar meminjam uang. Andai adiknya tak sakit keras, mana mungkin ia senekat ini.
"Aku sedang memberikan penawaran yang terbaik. Kau membutuhkan uangku, dan aku menginginkan keperawanan serta pelayananmu selama satu bulan. Jika kau setuju, aku akan memberikanmu imbalan satu miliar tanpa kau perlu mengembalikannya. Bahkan aku akan membiayai pengobatan adikmu sampai sembuh. Coba pikirkan, Athalia. Tawaranku sangat menarik, bukan?" ujung bibir Mahesa tertarik, melemparkan senyum penuh ejekan.
Athalia menggeram, tangannya makin mengepal erat di kedua sisi tubuhnya.
"Anda sangat licik, Tuan. Aku tidak pernah bertemu orang sebrengsek Anda," bisik Athalia.
Mahesa mengangkat bahunya tak acuh. "Itulah diriku, Athalia." bibirnya menyeringai tipis.
"Aku tahu Anda orang kaya. Tetapi tidak semua wanita bisa Anda rendahkan. Aku tidak sudi memberikan kehormatanku pada lelaki yang lancang seperti Anda." bola mata bulat basah milik Athalia menatap tajam pada bola mata Mahesa yang abu.
Hancur sudah harapan Athalia. Ia pikir, Mahesa akan merasa iba dan berbaik hati meninjamkan uang padanya untuk biaya pengobatan adiknya.
Tetapi kenyataannya Mahesa tak sebaik yang ia pikirkan. Lelaki itu malah meminta hal yang paling Athalia jaga selama hidupnya. Bagaimana mungkin Athalia akan memberikan kehormatannya pada Mahesa?
Mahesa tertawa, sedikit menggoyangkan kursi kerjanya.
"Kau yakin tidak tertarik dengan tawaranku?" tantang Mahesa. "Padahal di lain waktu, belum tentu aku akan memberikan tawaran yang sama padamu. Hari ini aku memang sedang berbaik hati."
"Sepertinya aku telah salah meminjam uang kepada Anda, Tuan. Aku mengurungkan niatku. Permisi!" Athalia menahan marah, ia baru akan membalikan badannya saat Mahesa lebih dulu bicara.
"Kalau begitu aku akan memecatmu hari ini juga!"
Tubuh Athalia membeku demi mendengar apa yang barusan Mahesa katakan.
Dipecat? Memangnya kesalahan apa yang Athalia lakukan sampai Mahesa memecatnya tiba-tiba.
Menatap Mahesa, Athalia menyipitkan matanya.
"Apa alasan Anda memecatku?" tanyanya pelan.
"Kau berani menolakku! Dan aku adalah orang yang paling benci menerima penolakan!" tegasnya pada Athalia.
Athalia memajukan langkahnya, raut protes tergambar di wajah cantiknya.
"Anda sangat tidak adil! Satu tahun aku bekerja di perusahaan ini, dan tidak pernah sekalipun aku melakukan kesalahan. Lalu sekarang Anda memecatku dengan alasan yang paling tidak masuk akal? Di mana hati nurani Anda, Tuan?" Athalia mulai meninggikan intonasi suaranya, geram melihat tingkah  Mahesa yang sangat mengintimidasinya.
Mahesa mengangkat dagu, wajahnya semakin menantang Athalia.
"Aku memang tidak mempunyai hati. Percuma jika kau mencari simpati padaku. Sudah kubilang tadi, bukan? Kalau aku terbiasa mendapat apa yang aku inginkan." mendorong kursinya ke belakang, Mahesa bangkit berdiri.
Sepatu mahalnya mengetuk lantai, mengelilingi tubuh Athalia yang menegang di tempatnya.
"Sebenarnya aku bisa mendapat seribu wanita yang jauh lebih cantik darimu. Kau tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan mereka. Aku yakin kau sering melihat para wanita yang datang ke ruang kerjaku setiap minggu. Tubuh mereka lebih bagus dari tubuhmu yang kurus. Hanya saja sepertinya akan sangat menarik jika aku mencoba hal yang baru. Entah bagaimana rasanya bercinta dengan wanita yang biasa-biasa saja sepertimu, Athalia." derap kaki Mahesa berhenti tepat di depan  Athalia.
Berdiri berhadapan dengan Mahesa, membuat Athalia semakin merasa terintimidasi karena tubuh lelaki itu yang jangkung.
Mahesa mengangkat tangan, hendak mengelus pipi kiri Athalia, namun gagal saat Athalia memalingkan wajahnya segera.
Melihat wajah Athalia yang makin memerah menahan kesal, membuat bibir Mahesa justru semakin menyunggingkan senyum kemenangan.
Tangan lebarnya meraih cek, menuliskan nominal di sana, lalu menandatanganinya.
"Ambil cek ini jika kau setuju dengan penawaran yang kuberikan." Mahesa menyodorkan cek di tangannya pada Athalia.
Athalia menggerakan matanya ke sana, angka satu miliar terpampang jelas di cek itu.
"Jadilah teman tidurku selama satu bulan, maka uang ini akan menjadi milikmu. Tapi jika kau menolaknya, pergilah dari sini dan jangan pernah menginjakkan kakimu lagi di perusahaanku!" ucap Mahesa sambil menyeringai licik.
"Pilihannya hanya dua, Athalia. Terima tawaranku dan selamatkan adikmu, atau kau kupecat dan adikmu tidak akan tertolong!" lanjut Mahesa. Membuat Athalia menelan ludahnya susah payah.
Athalia sangat membutuhkan uang itu untuk Yasna—adiknya yang sakit. Tapi apa ia harus menyerahkan kehormatannya pada Mahesa? Tidak! Athalia tidak akan melakukan itu.
Seperti nasihat ibu. Kehormatan bagi wanita selayaknya sebuah mahkota. Athalia harus menjaganya, lalu memberikannya pada suaminya kelak. Bukan pada lelaki di hadapannya yang saat ini sedang menatapnya dengan senyum penuh hinaan.
Athalia balas menatap tajam, matanya menyiratkan kemarahan yang tertahan.
Tangan rampingnya merebut cek dari tangan Mahesa, membuat Mahesa tersenyum puas karena berpikir Athalia akan menerima tawarannya.
Namun selanjutnya Mahesa terkejut melihat apa yang Athalia lakukan di depan matanya. Athalia merobek cek itu, kemudian melemparnya ke wajah Mahesa. 
“Meski seribu kali Anda bertanya padaku, jawabanku akan tetap sama. Aku tidak sudi menyerahkan kehormatanku pada lelaki seperti Anda. Jika memang aku dipecat hari ini, maka aku akan pergi. Dan aku bersumpah tidak akan pernah menginjakkan kakiku lagi di perusahaan ini!” tegas Athalia dengan berani.
Bersambung…

Penghangat Ranjang Tuan CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang