***
Langit kota pahlawan pagi ini tampak cerah. Awan-awan bergerak pelan seiring waktu, menyisakan pemandangan biru yang membentang. Suara gemerisik sapu dari tukang kebersihan makam menyelimuti pendengaran. Beberapa kali pula terdengar suara kicauan burung. Hiruk pikuk keramaian terusir, bahkan takut untuk mendekat.
Tukang sapu yang telah menyelesaikan pekerjaannya memungut sekarung penuh berisi sampah dedaunan. Sebelum pergi ke belakang pemakaman dimana letak pembuangan sampah ada di sana, dia menoleh ke seorang gadis dan berceletuk, "Nangisi opo to nduk sampe segitune, ikhlas."
Sudah satu jam gadis itu memandang batu nisan yang dikasihinya. Mengelus batu nisan yang terukir nama Sadendra Abyasa. Pemuda yang meninggal satu bulan lalu. Pemuda yang memberikan sepenuh cinta untuk dirinya. Namun pada akhir hidupnya cinta saja tidak cukup untuk membuatnya tetap bertahan.
Lirihan isak tangis gadis itu dapat didengar oleh tukang kebersihan. Dipandanginya penuh kasihan sambil bersyukur pada Tuhan orang tersayangnya masih utuh, tidak seperti gadis itu yang ditinggal kekasihnya, pikir tukang kebersihan.
Bertepatan dengan tukang kebersihan yang pergi, seorang pria datang mengendarai mobil berwarna hitam. Memarkirnya di tepi pemakaman kemudian turun dari mobil, pandangannya menelisik dibalik kacamata hitam yang ia kenakan.
Tak butuh waktu lama, orang yang sedang dia cari berada dalam radar jangkauannya. Pria itu langsung beranjak menghampiri, melewati beberapa makam untuk sampai pada makam yang terletak di paling tengah di antara pemakaman lainnya. Tempat orang yang dia cari berada.
"Untuk sekarang tangisi dia sepuasmu. Besok setelah menjadi istriku tidak aku izinkan kamu menangisi dia lagi," ucapnya ketus saat berada tepat di samping gadis yang sama dengan gadis dimaksud tukang kebersihan tadi.
Usapan lembut pada batu nisan itu sontak berhenti. "Kamu nggak ngerti perasaanku, Hamizan!"
"Aku memang nggak akan ngerti dan paham sama perasaanmu, Ra!"
Hamizan berlutut di samping Zahira. "Aku memang nggak akan pernah mengerti perasaanmu." ucapnya mengulang. "Tapi aku rasa kamu tahu posisi kita sekarang."
Tangis Zahira semakin menjadi, air matanya semakin deras. Bersamaan dengan itu tangan Hamizan mengepal erat. Perasaannya campur aduk. Tak bisa berbuat apapun.
"Aku juga punya calon. Kamu tahu itu." Hamizan merunduk dengan pikirnya yang berkelana.
"Sebelum pernikahan besok aku ingin kamu janji sama aku." Zahira mengangkat kepala. Menampakkan raut sedih, bekas linangan air mata masih tersisa dipipinya. Rona cantik yang melekat padanya tersingkap berganti dengan gundah dan gelisah kala melihatnya.
"Apa?" tanya Hamizan.
Dengan suara serak Zahira menjawab, "Aku bisa menerima semua bentuk penolakan dan ketidaksukaanmu setelah menikah nanti dan berusaha menjadi istri yang baik, tetapi aku nggak bisa menerima orang ketiga apapun alasannya."
Pandangan mereka bertemu. Zahira kembali berucap, "Kalau kamu membawa orang lain dalam hubungan kita, maka kamu kehilangan saya."
Hamizan mengangguk. Entah dia berpikir atau tidak kala menyetujuinya. Namun secara pasti setelah akad terucap besok. Mereka akan terikat selamanya.
________________________
Setelah sekian lama, akhirnya ngeluarin draft jugaa, hehe....
Enjoy your reading this story ^o^
Love y'allDrop first impression kalian baca JRM disini💌
Bacalah Al Qur'an walau satu ayat
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Role Model
SpiritualHamizan Zayd bisa menjadi Yusuf yang menawan bagi setiap hawa, bisa menjadi Ali bin Abi Thalib yang pandai dalam keilmuan, atau menjadi Muhammad Al Fatih yang menyebarluaskan Islam tanpa mengorbankan tetesan darah mana pun. Hidupnya sempurna, nyaris...