“Selamat siang, Nona.”
Ia membungkuk saat seorang satpam mengucap salam padanya. Renjun terpaksa mengulas senyum manis, “Selamat siang, Pak.”
Kesal rasanya. Berulang kali sering disangka sebagai seorang wanita.
Memangnya ia tidak cukup tampan untuk di panggil dengan sebutan tuan? Semua orang menyebalkan.
Sekarang lihat apa yang terjadi. Renjun kira, saat ia akan pergi meninggalkan tempat, kedua pria di atas sana akan menahan dirinya agar sedikit lebih lama tinggal atau setidaknya menawarkan tempat tinggal. Bahkan saat tubuhnya berada di depan pintu elevator, ia sempatkan menoleh untuk melihat apakah para pria tadi mengejarnya.
Ternyata tidak. Minta maaf pun terkesan main-main apalagi itikad untuk mengejar. Dasar pria yang tak berguna!
“Kau berharap apa dari manusia seperti mereka itu?” monolognya kesal.
Jarinya lihai bergerak menggeser layar ponsel berniat memesan taksi, namun sebelum berhasil menekan tombol pesan, pundaknya dengan tanpa permisi diremas kuat membuatnya berjengit kaget.
Lee Jeno di belakangnya tengah menumpu tubuh dengan kedua lututnya, tampak begitu berkeringat, terlihat dari leher dan kerah kaosnya yang basah. Pria itu terengah-engah seperti habis melak—
Oh? Jangan katakan...
“Aku... menuruni... tangga…” jelasnya terbata sebelum Renjun mencecarnya dengan berbagai pertanyaan. Pria itu pasti kehabisan nafas.
“Eoh? Tangga?”
Jeno mengangguk lemah, sebelum berdiri tegak. Gerakan tiba-tiba menangkup kedua pipinya tanpa permisi membuat Renjun menepisnya kasar. Alisnya menukik tegas, namun di mata Jeno membuatnya terlihat seperti anak anjing pom yang sedang marah. Lucu.
“Demi kau, Renjun. Aku berlari dari lantai tiga hanya demi mengejar mu,” ungkap Jeno, seraya menampilkan senyum terbaiknya.
Melihat usaha Jeno mengejarnya dengan menuruni tangga darurat berhasil membuat senyum lebar tercipta pada parasnya yang elok. Renjun merasa sedang diperjuangkan oleh pria yang ia kenal lewat aplikasi dating ini. Namun tak lama setelah sadar bahwa si tampan di hadapannya ini gila, Renjun cepat-cepat menggeleng.
Tolong jangan lupakan apa yang diperbuat Jeno padanya tadi.
Jeno sedikit sedih melihat perubahan ekspresi Renjun yang semula terlihat senang kini berubah datar.
Renjun bertanya, "Untuk apa kau menyusul?"
“Agar aku tak masuk penjara,” ujarnya sambil cengengesan.
Hei, jawaban macam itu?
“Kalau hanya ingin basa-basi, maaf aku harus pergi,” pamit Renjun seraya menarik koper putih itu menjauh dari Jeno.
“Apa aku melakukan kesalahan lagi?” Jeno bertanya pada dirinya sendiri.
Ditatapnya sedih punggung sempit si pirang yang mulai menjauh dari tempatnya berpijak, entah mengapa hal ini membuat hatinya berdenyut sakit. Tak ada salahnya untuk saling memaafkan bukan?
“Aku benar-benar telah melakukan kesalahan yang besar,” Jeno sadar apa yang ia dan Jaemin lakukan pada Renjun tadi itu cukup keterlaluan.
Siapa yang tak marah jika seseorang yang baru kau temui wujudnya di kehidupan nyata dengan kurang ajar meraba-raba tubuhmu dengan alasan memeriksa kelamin asli, bahkan tak segan untuk mengajak temannya melakukan hal tersebut. Pantas kalau Renjun marah padanya, walaupun sesama pria, tapi apa yang Jeno dan Jaemin lakukan tentu melukai harga dirinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hey Blondie - NOREN
Fanfiction"Kau yakin dia seorang wanita?" "Apa kau berpikir aku akan mengencani seorang pria, Na Jaemin?" Awalnya, Jeno kira ia telah berhasil menggaet seorang wanita cantik, mapan, seksi, pintar, di umurnya yang sudah terlampau matang melalui aplikasi dating...