Adnan melihat berkas-berkas di atas mejanya, laki-laki itu berinisiatif untuk menghampiri Kanaya yang tengah sibuk dengan pekerjaannya, menurutnya itu lebih menarik sekarang.
Tak ingin mengganggu wanitanya bekerja, Adnan hanya diam berdiri sambil memandangi wajah cantik Kanaya.
"Ada apa pak?" tanya Kanaya.
"Tidak, lanjutkan saja kerjamu sayang," balas Adnan.
Kanaya menatap heran atasannya lalu berucap, "Saya tidak bisa fokus kalau anda mengawasi saya seperti ini."
"Kanaya, bukannya kemarin kamu sudah memanggilku dengan nama, kenapa sekarang formal kembali?" tanya Adnan.
"Be-benarkah?"
"Ya, kau lupa? kemarin saat kita bercinta di sini," ujar Adnan sambil mengetuk-ngetuk meja kerja Kanaya.
"Itu kesalahan saya pak, tidak seharusnya saya berbicara seperti itu."
Adnan menghela napas, lalu berjalan satu langkah mendekati Kanaya. "Kan—"
"Sayang!"
Adnan dan Kanaya sontak melihat ke arah pintu, mereka sama-sama terkejut saat melihat siapa yang datang.
"Eh? kalian sedang apa?" tanyanya.
"Pak Adnan hanya melihat pekerjaan saya Bu."
"Panggil aku nyonya," suruh Dila.
Kanaya mengangguk. "Baik nyonya."
"Kau sekretaris baru suamiku? Siapa namamu?" tanya Dila.
"Benar, nama saya Kanaya."
"Kanaya, aku minta tolong jauhkan jalang-jalang murahan yang mencoba mendekati suamiku ya?"
Kanaya menatap Adnan, ia menahan tawanya. "Baik nyonya."
Adnan menatap Dila tak suka. "Ada urusan apa kemari?" tanyanya sambil berjalan menuju meja kerjanya.
"Aku membawa makanan untuk kita makan bersama."
"Kenapa repot-repot, aku ada rapat di luar dan akan makan siang bersama di luar."
"Ah, begitu. Kalau begitu makan sedikit saja ya sayang?"
"Pulanglah Dila," suruh Adnan.
Dila berucap, "Kalau begitu antar aku pulang."
Adnan menghela napasnya kasar. "Baiklah, cepat bawa kembali makanan itu."
Dila tersenyum senang mendengar suaminya bersedia mengantarnya pulang. "Kau serius mau mengantarku sayang?"
"Keluarlah lebih dulu, aku ada urusan sebentar."
Dila mengangguk lalu keluar dari ruang kerja suaminya itu.
Setelah melihat Dila keluar dari ruangannya, Adnan mendekati Kanaya.
"Saya tau kamu menahan tawamu Kanaya."
"Pfttt... hahaha tadi itu sangat lucu Adnan."
"Akhirnya kamu memanggil namaku dengan benar. Memang apa yang lucu bagimu sweetie?"
"Istrimu itu menyuruhku menjauhkanmu dari jalang tapi kau malah menginginkan seorang jalang." Kanaya tertawa terbahak-bahak.
"Kamu bukan jalang."
"Tapi bagi istrimu aku ini pasti seorang jalang. Sudahlah, cepat susuli dia, kamu harus mengantarnya."
Adnan menangkup kedua pipi Kananya, lalu memberikan kecupan manis. "Jangan cemburu my love, aku mengantarnya pulang karena tak ingin dia mengganggu kita di sini."