Zhang Junhao keluar dari kamarnya ketika mendengar sang mama memanggilnya untuk makan malam. Disaat yang bersamaan, Zhixin juga keluar dari kamar dan menuju makan bersamaan dengannya.
Lidiana yang baru memperhatikan kedua putranya tiba-tiba menatap kening Zhixin yang diberi plaster. Wanita itu menghampiri Zhixin dan menangkup wajah lelaki tersebut lalu menatapnya dengan khawatir.
"Zhixin, kening kamu kenapa?"
Zhixin diam sejenak untuk memikirkan jawaban yang tepat, tidak mungkin ia menjawab karena Junhao. Tidak, Junhao akan disalahkan habis-habisan nanti.
Lelaki itu tersenyum simpul pada Lidiana seolah menggambarkan dia baik-baik saja. Zhixin menatap Lidiana dengan penuh perhatian, ekspresinya mencerminkan ketulusan dan usahanya untuk berkomunikasi dengan ibunya.
Dengan lembut, ia mengangkat tangannya ke depan dada, lalu menggerakkan jari-jarinya dalam gerakan lembut. Ia membentuk kata-kata dalam bahasa isyarat, menggambarkan bagaimana ia tersandung dan keningnya terkena meja. Bibirnya juga bergerak perlahan, mencoba menirukan suara meskipun tidak ada suara yang keluar. Wajahnya penuh dengan ketegasan, tetapi tetap terlihat hangat dan penuh kasih saat ia berkomunikasi dengan ibunya.
Gerakan tangannya menggambarkan setiap kata, tersandung, meja, dan sakit. Ekspresi matanya menunjukkan ketidaknyamanan dan sedikit kesakitan, tetapi juga rasa tenang bahwa semuanya baik-baik saja sekarang. Ketika selesai berbicara dengan bahasa isyarat, Zhixin tersenyum lembut pada ibunya, berharap Lidiana merasa lega bahwa keadaannya baik dan tidak perlu khawatir.
Lidiana menghela nafasnya sedikit lega. Ia sedikit merasa tenang karena Zhixin menjelaskan kalau dia hanya tersandung dan keningnya mengenai meja, tapi, putranya itu menegaskan kalau dia baik-baik saja.
"Ya sudah. Sekarang, kamu makan, ya? Nanti lukanya Mama lihat lagi, terus diobatin, ganti plaster yang baru," kata Lidiana.
Sementara itu disisi lain, Junhao yang sedari tadi memperhatikan keduanya dengan tatapan tidak senang merasa malas berada di meja makan sekarang. Mungkin kata cemburu bisa mendeskripsikan perasaan saat ini.
Ketika Zhixin dan Lidiana duduk, Junhao tiba-tiba berdiri dan hendak pergi. Lidiana yang melihat sikap Junhao tiba-tiba berubah pun bertanya.
"Junhao, mau kemana?"
"Tidur," jawab Junhao acuh tak acuh.
"Makan dulu baru tidur!"
"Enggak laper. Urusin aja itu anak kesayangan Mama."
Lidiana hendak berbicara lagi, tapi, dia tidak ingin nantinya itu akan menjadi pertengkaran lagi. Dia membiarkan Junhao kembali ke kamarnya tanpa mengisi perutnya sedikit pun.
Junhao membanting pintu kamarnya lalu menguncinya dari dalam. Selera makannya hilang seketika saat melihat sang Mama memperhatikan orang lain dibanding dirinya. Untuk yang kesekian kali, bukan sekali dua kali.
"Ini enggak adil. Pa, kenapa Papa sejahat ini sama aku?"
****
Zuo Hang sibuk menulis catatan yang ada di papan tulis ke dalam buku catatannya. Matanya melirik kearah sebelahnya yang tertidur pulas dengan wajahnya yang ditutup buku.
Untung saja guru sedang izin keluar, jika ada guru, teman sebangkunya tersebut sudah diguyur air. Jam istirahat memang sebentar lagi, tapi, Junhao sudah tidur selama lima belas menit. Entah apa yang dilakukan cowok itu tadi malam hingga tidur di sekolah.
"Jun, Jun! Bangun, Jun! Entar Pak Omar balik lu abis ama dia," kata Zuo Hang sembari menggoncang-goncangkan tubuh Junhao.
Junhao bergerak sembari menghela nafasnya, mata lelaki itu terlihat merah. Ia menatap Hang lalu bersandar pada bahu Hang.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOUND BY SILENCE | Zhang Junhao x Zhu Zhixin
Fiksi Penggemar"Lo itu bukan adik gua. Adik gua enggak bodoh sama bisu kaya lo!" "Kapan lo bisa nerima gue? Sekali aja." ** Zhu Zhixin hadir ke dunia dengan sunyi, seakan bahasanya terkunci dalam keheningan, sementara garis takdir menuntunnya menjadi adik bagi Zh...