Perjalanan Dimulai

23 1 0
                                    

Hari itu, di desa kecil yang terletak di lembah yang subur, seorang pemuda bernama Arion duduk di bangku kayu bengkok di luar bengkelnya. Dia adalah seorang tukang kayu yang terampil, tetapi hatinya mulai lelah dengan rutinitas yang sama setiap hari. Suara gergaji dan pahat sudah menjadi bagian dari hidupnya, namun ada sesuatu yang hilang dalam hatinya—sesuatu yang lebih dari sekadar kayu dan serbuk gergaji.

Suatu hari, ketika sedang mengisi waktu luangnya di kedai teh, dia mendengar desas-desus tentang komorebi, sebuah fenomena cahaya yang bisa menyinari siapa saja yang menemukan rahasianya. Cahaya itu, kata orang-orang, berada di tengah hutan yang jauh di desa seberang. Dipenuhi rasa ingin tahu, Arion merasa inilah kesempatan untuk mencari petualangan dan pengalaman baru, sesuatu yang bisa memberi makna pada hidupnya yang datar.

Dalam perjalanannya ke desa seberang, Arion ditemani dua orang lainnya yang juga telah mendengar tentang komorebi. Yang pertama adalah Taka, seorang prajurit yang sudah pensiun, dengan tubuh kuat tetapi jiwa yang lelah karena perang. Yang kedua adalah Yuki, seorang gadis muda dengan mata penuh semangat, seorang petualang yang selalu mencari sesuatu yang baru.

"Apakah kau yakin ini adalah ide yang bagus?" tanya Taka dengan suara yang dalam dan berat. "Aku pernah mendengar tentang hutan itu. Banyak yang masuk, tetapi tak banyak yang keluar."

"Ya, dan mereka yang keluar tidak pernah sama lagi," tambah Yuki, dengan mata tajamnya yang selalu waspada. "Tapi aku pikir kita bertiga bisa menghadapinya. Kita adalah tim yang sempurna."

Mereka memulai perjalanan mereka menuju hutan yang diceritakan itu. Berbekal keberanian dan rasa penasaran. Sepanjang perjalanan, mereka berbincang satu sama lain tentang banyak hal.

Di tengah jalan, Arion, Taka, dan Yuki berhenti sejenak di tepi sungai yang mengalir deras. Di sisi lain sungai, terlihat hutan lebat yang tampak mencekam.

"Apakah kita benar-benar siap untuk ini?" tanya Arion sambil melihat ke arah hutan. Dia merasakan semacam ketakutan yang dia tidak dapat jelaskan.

Taka menghela napas. "Aku pernah berurusan dengan bahaya, tapi ini terasa berbeda. Seolah-olah hutan itu hidup dan tahu kita akan datang."

Yuki mengangguk. "Itu sebabnya kita harus berhati-hati. Jika kita ingin menemukan komorebi, kita harus siap dengan apapun yang mungkin terjadi. Tapi, menurutku, kesempatan ini terlalu bagus untuk dilewatkan."

"Bagaimana kita akan menyeberangi sungai ini?" tanya Arion. "Arusnya terlalu kuat untuk berenang."

"Di sana," Taka menunjuk ke arah jembatan kayu yang sudah terlihat tua dan rapuh. "Kita bisa mencoba melaluinya, tapi kita harus berhati-hati. Kayunya terlihat sangat lapuk."

Yuki melangkah maju, matanya menatap jembatan dengan penuh semangat. "Tidak ada cara lain selain mencobanya, bukan? Ayo kita coba satu per satu. Jika ada yang tidak beres, kita harus siap untuk membantu satu sama lain."

Mereka semua sepakat, dan Yuki melangkah terlebih dahulu, mencoba menguji kekuatan jembatan. Saat dia menyeberang dengan hati-hati, suara kayu berderit di bawah kakinya. Arion dan Taka menahan napas, takut jembatan itu akan runtuh di bawah beban Yuki.

Namun, Yuki berhasil sampai di sisi lain. Dia memberi isyarat kepada Arion untuk mengikuti. Dengan hati-hati, Arion mulai melangkah, berhenti setiap beberapa langkah untuk memastikan jembatan masih kokoh. Dia melihat ke sungai di bawahnya, air mengalir deras dan berbuih di bebatuan besar.

Ketika Arion berhasil sampai ke sisi lain, Taka mengambil napas dalam-dalam. "Baiklah, giliranku," katanya, mulai berjalan dengan mantap. Tapi ketika Taka berada di tengah jembatan, suara kayu berderit semakin keras, dan tiba-tiba sebuah papan patah di bawah kakinya.

"Taka!" teriak Arion dan Yuki bersamaan. Taka dengan cepat meraih tali di samping jembatan dan menahan tubuhnya agar tidak jatuh. Namun, jembatan mulai goyah, dan kayu-kayunya mulai rontok satu demi satu.

"Aku bisa bertahan," kata Taka dengan gigih, tapi jelas ada kekhawatiran dalam suaranya. "Cepat, temukan sesuatu untuk menarikku ke atas!"

Yuki dan Arion mencari di sekitar, mencari tali atau dahan yang cukup kuat untuk menarik Taka. Waktu mereka semakin sedikit, dan jembatan itu bisa ambruk kapan saja.

Yuki dan Arion dengan cepat mencari sesuatu untuk membantu Taka. Yuki meraih dahan besar dari pohon terdekat, sementara Arion menggali di dalam ranselnya, mencari tali atau peralatan lainnya. Suara kayu berderit dan retak semakin keras, dan jembatan mulai miring.

"Aku mendapatkannya!" Yuki berteriak, membawa dahan besar ke tepi sungai. Dia meraih ke arah Taka, yang berusaha bertahan dengan satu tangan sementara tangannya yang lain terayun di udara, mencoba meraih dahan itu.

"Sedikit lagi, Taka!" seru Arion. "Kamu bisa melakukannya!"

Dengan usaha terakhirnya, Taka meraih dahan itu. Yuki dan Arion menariknya dengan sekuat tenaga, menggunakan semua kekuatan mereka untuk menarik Taka ke atas. Jembatan itu mulai runtuh, papan-papannya berjatuhan ke dalam sungai yang berarus deras.

Taka berhasil naik ke atas, napasnya tersengal-sengal dan keringat membasahi dahinya. Dia memandang jembatan yang hancur, lalu menatap Yuki dan Arion dengan tatapan bersyukur.

"Terima kasih," katanya dengan suara serak. "Aku benar-benar berhutang budi kepada kalian."

Yuki menggelengkan kepalanya, tersenyum lebar. "Tidak usah berterima kasih. Kita ini tim, ingat?"

Arion mengangguk, meskipun hatinya masih berdebar kencang. "Ayo, kita harus melanjutkan perjalanan. Jembatan sudah tidak bisa digunakan lagi. Kita harus menemukan jalan lain untuk kembali nanti."

Mereka bertiga melanjutkan perjalanan, memasuki hutan yang lebat. Pepohonan menjulang tinggi dan semak-semak tebal mengelilingi mereka. Suasana menjadi semakin sunyi, hanya terdengar suara burung sesekali dan angin yang berdesir melalui dedaunan.

Yuki tampak sangat bersemangat, matanya terus menjelajah setiap sudut hutan. "Apakah kalian merasa hutan ini... berbeda?" tanyanya. "Seperti ada energi yang kuat di sini."

Taka mengangguk pelan. "Aku merasakannya juga. Ada sesuatu yang misterius tentang tempat ini."

Arion tidak berkata apa-apa, tetapi dia merasa ada getaran aneh di udara. Seolah-olah hutan itu mengamati mereka. Dia mulai merasakan bahwa petualangan ini tidak hanya tentang menemukan komorebi, tetapi juga menghadapi sesuatu yang lebih dalam dan lebih gelap.

Di ujung jalan setapak, mereka menemukan sebuah tanda kayu yang sudah tua. Tulisannya sudah usang, tetapi masih bisa dibaca dengan susah payah. "Selamat datang di Hutan Arselia," kata Arion, membaca tulisan di tanda itu.

Yuki tersenyum. "Hutan ini punya nama, dan sepertinya kita baru saja memasuki wilayahnya. Mari kita lihat apa yang menunggu kita di dalamnya."

Mereka bertiga melanjutkan perjalanan, siap menghadapi apa pun yang akan mereka temui di dalam Hutan Arselia. Perasaan semangat dan ketegangan bercampur, membuat mereka semakin waspada dan penuh harapan untuk menemukan komorebi, cahaya misterius yang mereka cari.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mencari KomorebiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang