“Chizu-chan? Buka pintunya,”
Setelah Ayah mereka mengatakan hal itu tiga tahun yang lalu, si kembar Yamazaki yang awalnya tak mengerti apa-apa terus-menerus ditekan untuk menjadi seperti apa yang Ayah mereka mau.
Bersimpuh sambil menangis darah untuk meminta 'penyiksaan tak langsung' itu berhenti pun terasa tak ada gunanya.
Muntah darah, lebam, tulang patah sana-sini sudah bisa di samakan dengan makan malam yang menjadi hidangan sehari-hari sampai mereka berusia 9 tahun.
Walau begitu, nyatanya Ayah mereka telah berhasil membuka pintu untuk tujuannya untuk membuat mereka menjadi kuat secara fisik dan mental.
Sekaligus menjadikan mereka monster Yamazaki.
“Chizu-chan..?” Yuzuru yang berdiri di depan pintu kamar kembarnya mengernyitkan dahinya. Apa Chizu sakit? Chizu itu memang mempunyai stamina tubuh yang tentu lebih lemah dibandingkan Yuzuru, tetapi gadis itu tak gampang sakit.
Yuzuru kembali mengetuk pintu, tiadanya balasan membuatnya membulatkan tekad untuk membukanya, “Chizu, aku masuk, ya,”
Manik lelaki itu menemukan kembarannya tengah tertidur-hal yang membuatnya menjadi tenang walau hanya sesaat, karena jika dilihat lagi, wajah Chizu terlihat memerah dengan bulir keringat yang hampir sebesar biji jagung terus membasahi wajahnya.
Dengan cepat ia mendekat, mencoba membangunkan Chizu yang akhirnya tidak membuahkan hasil. Yang ada, Chizu malah terlihat semakin tidak nyaman dan terengah-engah dalam tidurnya.
Tangannya ia taruh di dahi Chizu, lalu tersentak saking panasnya dahi gadis itu.
Yuzuru khawatir, dilain sisi ia pun bingung, tak pernah mengurus orang sakit membuatnya tak tahu apa yang sekarang harus ia lakukan.
Daripada berlama-lama membuang waktu, Yuzuru mengambil jalan tengah-keluar mencari kepala pelayan untuk mengurus saudarinya.
—– — – — –—
“Yuzuru-ah!”
Lelaki yang dipanggil menoleh, kakinya yang tengah dicelupkan kedalam kolam air hangat digerak-gerakkan maju-mundur.
“Sudah kuduga! Pasti sedang ngelamun dibelakang rumah,” ia melangkah mendekat dan duduk di samping Yuzuru yang tidak menggunakan atasan memperhatikan setiap gerak yang ia lakukan.
“Aku sedang bertapa, tahu!?”
“Yak! Tidak boleh main copas-copas ucapan ku, dong! Cuma aku yang boleh bilang gitu!“
“Terserah,” Yuzuru merotasi matanya malas, “dan apa tadi katamu? 'Yuzuru-ah'? Apa maksudnya itu?”
“Huh, ternyata walau hanya lebih tua lima menit kehidupanmu sangat kolot, ya?” Chizu mengangkat sebelah alisnya, berbicara dengan nada dan ekspresi seolah iba yang sangat menyebalkan.
“Hei—”
“Iya-iya, aku ngaku salah. Tolong jangan mengganggu pagi hariku dengan ceramahanmu itu,” ia lalu berdecih kecil. “Disemenanjung korea sana, katanya kalau mau memanggil nama orang terdekat yang sebaya dengan kita harus ditambah kata '-ah'nya.”
Yuruzu mengangguk dengan tatapan polos, “Ah.. begitukah? Berarti kurang-lebih seperti kata chan?”
Chizu mengangguk dengan antusias, "Iya! Kau pintar sekali, Yuzuru!"
Dipuji seperti itu tentu saja lelaki itu merasa senang, ia tersenyum dan berkata “Tapi darimana kau belajar bahasa Korea seperti itu, Chizu?” mengalihkan pandangan kearah kolam indah yang berada dibawah telapak kakinya. Tak ada ikan, tetapi tumbuhan yang ada di sana lebih dari cukup untuk menyegarkan pandangan.
“Hehehe Fuyuka–pengasuhku mempunyai teman Korea, ia juga menyukai drama Korea dan beberapa kali mengajakku nonton bareng, dan aku jadi ikutan sukaa!” Chizu tak henti tersenyum lebar saat bercerita dengan antusias khas anak kecilnya.
“Soalnya aktor-aktornya pada ganteng juga...” gumamnya pelan.
Yuzuru mendatarkan wajahnya, “Oh? Ternyata kau belum berhenti dari hobi anehmu yang satu itu ya?”
“Hobi aneh apa maksudmu!?” sentaknya sambil melotot.
“Apalagi selain hobi menyukai pria tampan!?” lawan bicaranya pun tak ingin kalah debat.
Chizu merajuk, “Hahh! Sudahlah! Kalau kau tak mau mendukung hobiku tidak usah jadi saudaraku lagi saja sana!”
“Mana bisa begitu-!?” Chizu meletakan jarinya didepan bibir Yuzuru, “Sudah-sudah, yang waras ngalah!”
Si kakak tertua tentu kesal, tapi ia coba menahannya karna bagaimanapun berdebat dengan Chizu itu tak ada gunanya.
Chizu menarik jarinya dan menelisik wajah kembarannya yang membuat orang itu risih, “Ngomong-ngomong, menurutku kau mirip Park Jonggun,”
“Jonggun? Siapa lagi itu?”
“Ah, bukan siapa-siapa. Hanya saja dia artis favoritku,”
“Memangnya apa hebatnya dia hingga kau jadi suka padanya?”
“Hehe, ia itu tampan, badannya bagus, jago berkelahi pula!” Pipinya tampak sedikit merona.
Yuruzu terdiam sejenak, “Hei... Kurasa kau sudah melenceng dari umurmu yang baru lima tahun,”
Bugh!
—– — – — –—
“Tuan muda?”
Yuzuru tersentak kaget hingga bangun dari tidurnya, ia berkedip-kedip menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam netranya.
“Ah...” Yuzuru melihat saudarinya yang ternyata belum bangun dari pingsannya setelah dipindahkan ke rumah sakit. “Chizu masih belum sadar?”
Anak lelaki itu khawatir pada keadaan Chizu hingga tak sadar ia malah tertidur di sofa yang berada di ruangan inap bahkan sampai bermimpi tentang kenangannya dengan Chizu empat tahun yang lalu.
Saat-saat dimana Chizu masih banyak bicara dan ceria, tak seperti saat sudah menjalankan pelatihan dari Ayah mereka.
“Nona muda belum sadar, Tuan muda,” penanggung jawab Yuzuru menjawab dengan sopan.
“Apa demamnya separah itu?”
“Menurut dokter yang menangani beliau, selain karena demam tinggi Nona juga masih belum sadar karena tubuhnya mengalami luka-luka yang cukup parah dari pelatihan kemarin lusa,” jeda beberapa saat, “terdapat beberapa jari yang patah dan lebam yang cukup parah. Mungkin alam bawah sadar Nona tidak ingin Nona cepat bangun untuk memulihkan lukanya terlebih dahulu.”
Yuzuru bersender di sofa, menyilang kan kedua tangan sambil mendongakkan kepala, “Saat pelatihan lusa Chizu melawan si kembar hingga mereka kewalahan kan? Yeah, ini memang bayaran yang tak buruk,” ia lalu menoleh pada penanggung jawab, “lalu bagaimana keadaan si kembar?”
Tuan penanggung jawab membenarkan letak kacamatanya, “Saya dengar, Nona muda mendapat rekor baru, setidaknya beberapa pukulannya mengenai wajah mereka.”
Perlu diingat, Chizu bahkan belum tepat berusia sembilan tahun, berjenis kelamin perempuan, juga bertubuh kecil.
“Benarkah? Kalau begitu aku akan memberi Chizu hadiah saat sudah siuman,” Yuzuru tersenyum kecil, “itu sebuah pencapaian yang bagus, bukan begitu, Kaito?”
Kaito hanya menghela nafas tanpa suara, “Tentu Tuan muda, saya akan membantu menyiapkan hadiah untuk Nona muda.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Project Monster [Lookism]
FanficMari kita buat readers bingung dgn time line nya, haha 😋