Malam ini Caca sudah berada di rumah Aline. Mereka tengah bersiap untuk pergi ke pesta ulang tahunnya Cakra, gebetan Caca. Tapi Caca selalu malu-malu setiap bertemu dengan Cakra sehingga Cakra berpikir bahwa keberadaan dia hanya membuat risih Caca. Padahal, Caca sudah lama menaruh hatinya pada cowok urakan itu.
Bersamaan dengan itu, banyak sekali teman-teman Raka di ruang tamu kediaman Aline. Tentu saja juga terdapat salah satu sahabat Raka yang paking dikenali oleh Rosaline.
Mikail Sanjaya, cowok itu terlihat serius bermain PS dan sesekali memakan cemilan.
Di kamarnya sendiri, Aline menatap dress hitam yang dikenakannya di depan cermin panjang bersamaan dengan Caca yang juga baru saja keluar dari toilet, cewek berambut setengah punggung itu mengenakan dress berwarna merah maroon.
"Cacantik akhirnya udah dapet dress yang cocok?" tanya Aline, karena sudah berulang kali Caca berganti dress dan merasa tidak pede dengan dress yang telah ia coba sebelum-sebelumnya.
"Gimana?" Caca memutar tubuhnya, bermaksud meminta tanggapan dari Aline.
"Perfecto!" ujar Aline, tak lupa memberikan kedua ibu jarinya.
"Eh, mau kemana?" tanya Caca saat melihat Aline yang akan membuka knop pintu kamar cewek itu.
"Ambil minum, lo mau minum apa?"
Caca hanya menampilkan deretan giginya yang rapi, kemudian menggeleng.
Aline mengangguk sekilas dan melangkahkan kakinya menuju lantai satu. Cewek yang memakai kawat gigi serta rambut sebahu itu membuka kulkas dan mengeluarkan satu kemasan susu cokelat kesukaannya. Saat berbalik, dia dikejutkan oleh keberadaan seseorang di pantry.
"Hai," sapa orang itu.
Aline mengulas bibirnya untuk menanggapi sapaan itu, padahal dalam hatinya, degup jantungnya sudah berpacu semakin cepat perkara kedatangan cowok jangkung berkaus putih itu. Namun, kali ini dia tampak tampil sedikit berbeda. Rambut hitamnya itu terlihat sangat rapi, tidak seperti biasanya yang dibiarkan saja.
"Ka Miko mau?" Aline menawari seraya memajukan tangan kanannya yang membawa sebotol susu kemasan rasa cokelat.
Aline kembali membawa tangannya mendekat ke mulutnya tatkala cowok itu menanggapi dengan gelengan kepala dan ulasan senyum tipis. Tipis, tapi mampu membuat Aline salah tingkah. Dia hanya berharap kalau cowok itu tak bisa melihat kesaltingannya. Dasar gampangan, batin Aline untuk dirinya sendiri.
Setelah Aline membuang kemasan kosong itu, barulah Mikail kembali bersuara, "Udah siap?"
Aline yang sibuk mengelap sisa air di sekitar mulutnya dengan tisu pun mengalihkan atensinya pada cowok jangkung itu. "Kenapa kak?"
"Kamu udah siap?"
"Siap apa?" cicit Aline, pasalnya dia tidak tau konteks pertanyaan cowok itu mengarah ke siap, apa yang siap woy?
"Siap ke pelaminan?"
Mikail yang melihat perubahan raut wajah Aline kemudian tertawa kecil.
"Kak?" panggil Aline.
"Gapapa, manggil aja," lanjut Aline, kemudian hendak beranjak dari tempatnya berdiri.
Seolah tau apa yang akan dicari Aline, Mikail segera berucap, "Raka udah di depan."
"Oiya? Duh, belum nyatok lagi, ngomel-ngomel deh tuh anak," gerutu Aline sembari berjalan kembali ke kamarnya yang tentunya didengar oleh Mikail beserta kegemasaanya pada gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boy with White T-shirt (Serasa)
Teen FictionShe fell first? No, he fell first and he fell harder. Dia lebih tua, lebih tinggi, suka bunga mawar putih dan warna putih. Dia adalah Miko, sahabat kakak Aline. Dia lebih muda, kurang tinggi, suka langit dan warna biru. Dia adalah Aline, rosenya Mik...