Keheningan masih menyelimuti rumah ini. Anasya meletakkan secangkir kopi dihadapan Harsa sebelum ia ikut duduk bersamanya.
Walaupun dia masih sangat kesal dengan Harsa dia tetap harus melayani lelaki itu, karena mau bagaimana pun lelaki itu adalah suaminya.
Ya, suaminya. kenapa ia bisa menikah dengan lelaki itu?, Anasya menghela nafas.
"Besok malam akan ada pesta tahunan perusahaan, mau beli dress?" Ucap Harsa memecah keheningan diantara mereka tanpa mengalihkan pandangan dari tablet yang ada ditangannya.
Anasya menoleh, cukup terkejut dengan Harsa yang pertama kali mengajaknya berbicara. Ia menggelengkan kepala, "Ga usah, nanti aku pakai gaun yang ada aja. Gaun ku juga banyak kok, lagian juga ga sering dipakai jadi masih pada bagus."
Harsa menyimpan tablet miliknya, menyesap kopi yang dihidangkan. "Baiklah." ia beranjak dari tempat duduknya, bersiap untuk pergi ke kantor.
Anasya membantu Harsa membenarkan dasinya yang belum rapih, ia menatap punggung Harsa yang pergi menuju ke depan dimana mobil ia berada.
Anasya menghela nafas lelah ketika mobil lelaki itu pergi dari pekarangan rumah.
Seriously, pergi gitu aja? ga ada morning kiss atau apa gitu, ck nyebelin.
Anasya kembali masuk kedalam rumah dengan perasaan jengkel, ia membanting tubuhnya diatas sofa.
Kemaren dicuekin, semalem dikerjain, sekarang dicuekin lagi, yang bener aja.
Rasanya ia ingin berteriak kencang untuk meluapkan rasa kesalnya pada Harsa tetapi tidak bisa, karna jika ia melakukan itu bisa-bisa ia dianggap gila oleh tetangga atau malah bisa jadi mereka mengira Harsa telah melakukan KDRT padanya, itu tidak boleh terjadi.
Walaupun ia sangat kesal pada suaminya itu, ia tidak akan membiarkan orang lain berbicara macam-macam tentang suaminya, karna hanya ia yang diperbolehkan melakukan itu.
Anasya menghela nafas frustasi dan termenung sejenak, bingung apa yang akan ia lakukan hari ini.
Menghela nafas untuk yang kesekian kalinya, Anasya memutuskan untuk merapihkan rumah lalu kembali kekamarnya, memilih dress yang akan ia pakai.
Besok, Dia harus benar-benar berbicara kepada Harsa dan mengakhiri perang dingin ini bagaimanapun caranya.
●●●●
Harsa menatap wanita yang ada dihadapannya, meyakinkan dirinya bahwa tak apa jika wanita ini memakai gaun yang cukup terbuka ia bisa berkelahi untuknya.
Anasya cukup kecewa karna tidak ada satupun komentar yang lelaki itu lontarkan tentang gaun yang ia pakai, padahal ia sudah sengaja memakai gaun ini agar ia dapat mendengar ocehan suaminya itu.
Anasya mengambil tas miliknya, "Ayo, kita bisa terlambat." Ucap Anasya ketus sambil berjalan lebih dulu menunuju ke mobil meninggalkan Harsa yang ada dibelakangnya.
Diperjalanan tak ada satu pun diantara mereka yang membuka suara, membuat suasana di dalam mobil sedikit canggung, yah walaupun Anasya sudah mulai terbiasa dengan hal ini.
Percuma saja ia mengajak Harsa berbicara pasti lelaki itu akan mendiami dirinya.
Jengkel? Kesal? Sudah pasti. Tapi apa yang bisa ia lakukan, lelaki itu sudah benar-benar marah padanya, Jika ia mengeluh atau mengomel pun lelaki itu tidak akan peduli.
Suara pintu mobil yang terbuka membuyarkan lamunan Anasya. Sebuah uluran tangan yang diberikan Harsa ia terima.
Anasya mengehela nafas sebelum memasuki Hallroom, setidaknya ia harus terlihat akur disini bersama Harsa.
Semua mata tertuju kepada mereka ketika memasuki Hallroom, beberapa kolega bisnis Harsa mulai menghampiri.
Sepanjang malam Harsa hanya berbicara dengan kolega bisnisnya, bahkan beberapa dari mereja ada yang tak malu mengenalkan putri mereka pada Harsa, dan ada pula beberapa dari wanita itu yang terang-terangan menggoda lelakinya.
Namun sayangnya, bukannya cemburu ketika melihat itu Anasya justru tak peduli dan memutuskan untuk pergi mengambil segelas Champagne, setidaknya harus ada yang ia nikmati disini.
Berpisah dengan Harsa ingin mencari ketenangan tetapi yang ia dapat malah sebaliknya.
Beberapa rekan Harsa tak henti menghampirinya, menanyai ia sesuatu yang tak penting dan membosankan, membuat Anasya ingin segera pergi dari sini secepatnya.
Melihat sekitar, Anasya menemukan tempat persembunyian yang bagus untuk menjauh dari para penjilat ini.
Perlahan ia berhasil kabur dari para kolega suaminya, pergi menuju tempat yang sudah ia incar, Balkon.
Setibanya disana, angin malam yang begitu sejuk menyambut dirinnya, membawa ketenangan. Anasya menyisip Champagne-nya, menikmati pemandangan taman yang begitu canti dibawah sinar rembulan dan indahnya bintang malam yang menghiasi angkasa."Beatifull isn't it?" Anasya menoleh kesumber suara.
"Yeah." Ucapnya tak acuh.
"Christian." Lelaki itu mengulurkan tangannya.
Anasya menatapnya sejenak. "Anasya." Ucapnya tanpa mengambil uluran tangan yang diberikan. Lelaki itu tersenyum seraya menarik tangannya kembali.
"Apa yang dilakukan wanita cantik ini disini? tak suka dengan pestanya?" Anasya menyisip Champagne-nya, mengabaikan.
Melihat tak ada respon dari wanita itu, sebuah seyum tercetak diwajahnya. "Seems like i have disturbed your time." Katanya berpura-pura menyesal.
"Oh good, you're not blind." Sarkas Anasya, bergegas pergi dari sana.
Christian terkekeh mendengar itu, ini pertama kali baginya ada seorang wanita yang berkata seperti itu padanya.
Christian menatap kepergian Anasya, menyisip wine miliknya. "Ah, I wish i can meet you again, oh nah.. Kita pasti akan bertemu lagi. I promise."
Merasa ketenangannya sudah diganggu dan tak ada tempat nyaman lagi Anasya memutuskan kembali ke Hallroom, dan mengambil beberapa camilan untuk menemaninya.
Tanpa Anasya sadari ada sepasang mata yang terus mengawasi gerak geriknya sejak tadi, tak suka melihat miliknya diganggu oleh para serangga yang ada disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTER SWEET
RomanceAnasya putri Naeswari, putri sulung keluarga Ganendra yang harus terpaksa menikahi putra tunggal dari salah satu keluarga terpandang di Asia. ...... Tak pernah terpikirkan oleh Anasya ia akan menikahi lelaki yang bukan pilihannya melainkan lelaki...