²Meteor

44 18 99
                                    

TWO

~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
Pagi hari yang cerah di kota Edoril, disini masih sangat pagi, embun pagi masih terlihat dan enggan untuk pergi, suara burung berkicau yang sangat merdu ditelinga, matahari pagi yang masih menampakkan dirinya.

Sinarnya dengan setia menyinari wajah orang yang tertidur dengan lelapnya, sehingga membuat orang tersebut merasa terusik dengan kilauan sinar matahari.

"Ughh udah pagi kah" tanya nya pada diri sendiri, dia menggeliat sambil melihat jam yang ia simpan dinakas nya.

Jam menunjukan pukul 6.25 yang dimana ia harus segera mandi untuk pergi ke sekolah, karna sebentar lagi sekolahnya akan memasuki jam pelajaran.

Ia pergi kekamar mandi untuk bersiap berangkat sekolah, sebelum berangkat ia memasuki kamar ibunya terlebih dahulu, ibunya tidak bisa berjalan dengan lancar karna penyakit yang dideritanya.

Ayahnya sendiri sudah lama berpulang saat ia masih kecil, sejak ayanya tiada ibunya lah yang merawat dirinya, kini ialah yang harus merawat ibunya dikala ibunya sakit.

Saat memasuki kamar itu ia langsung melihat wanita paruh baya yang sedang berbaring lemah sambil menutup matanya.

"Bu Angger pamit sekolah dulu ya, ibu jangan lupa minum obatnya" ujar orang itu sambil mengelus pelipis ibunya yang sedikit berkeringat.

Orang yang memiliki nama Angger pergi dari kamar ibunya setelah ia mengecup kening ibunya.

Tetapi baru saja ia akan pergi angin yang sangat kencang datang melanda kota itu, bahkan beberapa atap rumah ada yang terbawa angin saking besarnya kibasan itu.

Angger langsung berlari kekamar ibunya, dan memutuskan untuk tidak pergi sekolah karna menurutnua cuaca yang sedang buruk.

Angin terus menerpa kota itu hingga membuat angger harus menutup semua akses masuk, tetapi saat ia akan menutup pintu ia melihat angin beliung yang sangat besar berputar membawa atap rumah warga.

Angin berwarna hitam itu dengan bebasnya bergoyang merobohkan rumah rumah warga, angger sangat panik karna beberapa jarak lagi angin itu akan menuju rumahnya.

Angger dengan segera menutup pintu dan berlari menuju ibunya, ia memeluk ibunya dengan erat sampai ibunya tersadar dari tidurnya.

"Ada apa angger" ibunya bertanya pada angger yang terus memeluknya, ia mengelus rambut angger dengan lembut "ibu diluar ada angin beliung sangat besar, gimana kalau anginnya kerumah kita" ibunya yang mendengar itu hanya tersenyum sambil terus mengusap kepala angger.

"Gak papa nak, mungkin itu sudah takdirnya" Angger yang mendengar itu menggeleng keras, tetapi setelahnya suara gaduh itu berhenti.

Dengan sedikit keberanian angger mengecek keluar dan ternyata angin beliung itu sudah tidak ada, tapi saat melihat sekitar, rumah rumah warga sudah rusak parah, ada yang roboh serta ada juga yang atap rumahnya bolong.

Baru saja ia akan merasa lega karna rumahnya tidak terkena angin beliung tiba tiba saja ada getaran kecil, getaran itu seperti getaran yang kemarin.

Ia langsung balik lagi ke kamar ibunya "ibu kayanya ini bakal ada gempa lagi" ibunya malah tersenyum lagi lalu menyuruh angger mendekatinya.

"Gapapa nak, kalo ada gempa ataupun bencana lainnya kamu harus langsung lari dari rumah ya, tidak usah menunggu ibu karna ibu sudah tidak kuat untuk berdiri" angger memeluk ibunya.

Air matanya turun kepipinya, bibir melengkung serta suara isakan yang sangat sakit terdengar begitu saja "angger gak mau ninggalin ibu, angger mau disini sama ibu aja" getaran itu menguat, benar sepertinya ini akan terjadi gempa besar seperti kemarin.

"Dengerin ibu nak, kamu harus bertahan ya ibu yakin nanti akan ada orang yang sayang sama kamu" tangan ibunya mengusap pipi angger dengan lembut, kening keduanya menyatu dan Isak tangis terdengar semakin keras.

"Sekarang kamu pergi nak, ibu yakin kota ini sudah tidak aman" angger menggeleng tetapi dirinya langsung didorong kuat oleh ibunya, setelah mendorong angger ibunya kembali berbaring membelakangi sambil menangis tertahan.

"Bu... Angger pamit" dengan perasaan tidak rela ia pergi dari rumahnya memakai seragam sekolah ia berlari dengan sangat kencang dengan keadaan tanah bergetar sangat hebat, runtuhan rumah warga semakin bertambah dan juga jalanan sudah semakin retak.

Ia tidak tau harus pergi kemana, ia bingung ia sedih ia marah, tak tau harus kemana ia memilih berjongkok dengan tangisan yang sangat keras, toh tidak akan terdengar karna orang orang sibuk menyelamatkan dirinya sendiri.

"Bu... Angger akan balas semua ini!" Ia meraba sakunya guna mencari handphonenya tapi yang ia dapat malah note kecil.

"Angger, Pergilah ke persawahan yang berada diujung kota, setelah itu kamu singgahi hutan Arcagard kamu akan bertemu orang yang menjagamu"

Dari ibu
Untuk anak ibu yang paling kuat.

Dengan segara angger menuju persawahan yang untungnya tidak terlalu jauh dari rumahnya, karna rumah dia berada di ujung kota.

Dia berlari dengan menabrak orang orang yang juga sedang mencari perlindungan.

Tidak sengaja juga angger menginjak tangan berdarah, dan pas ia pegang tangan itu ternyata tangan putus.

Melihat itu angger teringat dengan ibunya, apakabar ibunya yang berada dirumah sendirian, ia lagi lagi menangis mengingat itu.

Setelah angger sampai di sawah ia langsung melihat hutan besar yang dinamai hutan Arcagard.

Ia pergi menuju hutan itu, disana ia hanya sendiri dengan terisak sambil memeluk lututnya.

Disisi lain Theo dan karaa yang juga sedang mencari tempat perlindungan, saat sudah mendapatkannya tiba tiba ada batu besar yang sangat besar menghantam tanah tepat berada didepan mereka.

Beberapa detik orang orang berdiam mengamati batu apa itu, namun saat akan menyentuh nya tiba tiba saja batu lain muncul dari atas.

"M-meteor?" Tanya Theo gugup, karaa yang tau itu langsung menarik tangan Theo yang sedang terbengong.

Saat ini ternyata bukan hanya bencana alam saja yang terjadi, tetapi juga ada banyak meteor yang bermunculan, meteor itu kadang kala menimpa orang orang yang sedang menyelamatkan diri.

Karaa dengan gesitnya menghindari reruntuhan serta mayat mayat yang berada dihadapannya tidak lupa juga ia sedang menggandeng erat tangan Theo agar sepupunya itu tidak lepas darinya.

Saat sedang berlari mereka melihat ada orang yang terhimpit reruntuhan bangunan "t-tololonh saya masih mau hidup..." Orang itu melambaikan tangan pada karaa dan Theo.

Mereka lantas berhenti untuk menolong orang tersebut, tetapi baru saja akan menggapai tangan itu, meteor lain dengan kerasnya menghantam orang itu hingga cipratan darahnya mengotori baju dan muka mereka, untungnya yang dimuka hanya terkena sedikit.

Mereka membeku melihat kejadian didepannya, tapi karaa langsung tersadar, dan Theo masih syok dengan kejadian barusan "Goblok sadar Theo, Lo mau mati juga Hah?" Dengan keras ia memukul tangan Theo dan langsung menyeretnya untuk pergi dari sana.

Mereka membeku melihat kejadian didepannya, tapi karaa langsung tersadar, dan Theo masih syok dengan kejadian barusan "Goblok sadar Theo, Lo mau mati juga Hah?" Dengan keras ia memukul tangan Theo dan langsung menyeretnya untuk pergi dari sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The FATE MAGIC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang