Agen - 15

91 15 2
                                    

Agan dan Gia masih menetap di kamar rawat inapnya Kia.

Tiara tengah menjelaskan penyakit yang diderita Gia dengan jelas sesuai dengan apa yang dokter jelaskan padanya. Gia mengangguk-angguk saat mendengar cerita dari Tiara. Sesekali memberikan saran karena Gia tahu ilmunya.

Ingatkan bahwa Gia adalah mantan perawat.

Agan sibuk dengan adiknya sesekali mendengarkan obrolan Tiara dan Gia.

"Tapi sering gitu nggak, Tan, si Adek seseknya?"

"Sering banget, Mbak. Kalo sesek, tuh, pasti keliatan banget dia mah. Kalo kata orang-orang kangen dokternya," kekeh Tiara.

Gia mengusap pelan kepala Kia dan mengangguk, "mungkin ini aja, Tan, uap di rumah. Jadi kalo dia mulai sesek atau gimana kita uap, biar reda aja dadanya." Gia memberikan saran pada Tiara.

"Iya, ya, Mbak. Berarti kitanya tinggal beli uapannya gitu? Sama obatnya juga?" tanya Tiara.

"Iya, Tante. Nanti kita tinggal beli insulinnya yang khusus buat si Adek. Karena kalo nggak begitu, di sini—di dadanya penuh sama lendir segala macem." jelas Gia lagi. Memberikan ilmu dasar yang pernah didapatnya sewaktu menjadi mahasiswa.

"Iya, deh, ya, Mbak. Abis Tante kasian juga kalo udah mulai sesek gitu." timpal Tiara sambil mengelus kepala anaknya.

"Iyaaa, tapi semoga nggak nerus, ya, Dek, ya. Kan Dedek Kia mah sehat, anak cantik, anak solehah, ya, Dek?" ujar Gia pada Kia, memberikan afirmasi positif bahwa anak itu akan selalu sehat terus tanpa ada sakit yang datang lagi.

Agan yang sedari tadi hanya menyimak mereka sontak tersenyum pada dua gadis yang dia sayangi itu.

Dua tangannya adil mengelus kepala dua perempuan yang ada di depannya. Gia dan Kia. Dua kesayangannya.

"Semoga kalian berdua tetep sehat, solehah, sayang sama Agan juga." ucapnya dengan nada yang sama seperti tadi saat Gia ngomong ke Kia.

"Abang, jangan gitu atuh nggak sopan pegang kepala Mbak Gia," Tiara memperingati Agan sambil tersenyum getir.

Agan tersenyum simpul. Lalu, tangannya mengambil tangan Gia—yang tidak diinfus—untuk ia cium. Biasa, Agan mulai tengil dan terbuka soal hubungannya yang baru berjalan selama 8 jam itu.

"Kalo kayak gitu nggak apa-apa, Tan?" Agan menyengir, sementara Gia tersenyum malu-malu.

Tiara menatap mereka dengan tatapan penuh tanya.

"Nggak apa-apa, kok, Tan, sekarang mah. Orang Mbak Gianya punya Agan." kata si Agan, mengumumkan dirinya sebagai pacarnya Gia ke Tiara.

"Eh, maksudnya, Bang?"

"Mbak Gia pacarnya Agan. Ya, kan, Mbak?"

Gia hanya senyum-senyum saja.

"Tuh, kan, senyum-senyum doang tandanya iya." timpal Agan, dia ikut tersenyum. "Tapi jangan bilang-bilang Abah! Ntar dia kaget lagi," sambungnya memperingati.

"Kenapa emangnya?"

"Abah, kan, taunya Agan pingin nikahin Oma Wida, ntar tuh aki-aki kaget lagi kalo tau Agan ternyata pacaran sama cucunya." ungkap Agan.

Agan mau nikahin Oma?

Gia mengernyit dan melirik Tiara untuk meminta penjelasan. Akan tetapi, Tiara hanya mengedikkan bahunya aja.

Ingin bertanya lebih lanjut kepada Agan tentang hal itu harus tertunda karena tiba-tiba kamar rawat inap Kia disambangi oleh orang sekampung. Siapa lagi kalo bukan karyawan yang kerja di agen Agan dan ketiga teman seperondanya Agan. Mereka adalah Ilyas, Roni, Dinda, Titi, Saka, Ronald dan Puri.

Agen AganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang