Agen - 17

449 47 0
                                    

Oma sudah rapi dengan sanggul serta kebaya warna merah menterengnya. Lengannya tergantung sebuah Saint Louis PM Tote Bag warna burgundy. Dirinya siap pergi ke museum batik pribadi berkedok gudang pembuatan kain batik Wida.

Gia juga sudah rapi dengan balutan tunik batiknya. Modelnya berlengan pendek dan panjang roknya sebatas bawah lutut serta aksen shawl pada bagian tulang selangkanya. Kalau Agan melihat Gia dengan penampilan seperti ini, kayaknya tidak berhenti menganga.

Cantiknya mengejuju jiwa raga.

"Oma, aku udah siap. Yuk?" seru Gia yang baru keluar dari kamarnya.

"Sebentar, kretekku belum habis." jawab Oma sambi mengelepus kreteknya.

Gia duduk di dekat Oma dan membuka ponselnya. Menunggu Oma menghabiskan kreteknya.

"Oma, Narti udah rapi, nih!" Narti datang dengan pakaian yang senada dengan Gia. Dia memutar-mutar badannya. Mau pamer baju baru dari Oma.

"Aduh, cantik banget, sih..." puji Gia.

Yap, Narti juga ikut. Diajak Oma.

"Bagus 'kan baju dari aku?" tanya Oma bangga.

"Fashion Oma mantep, pol!" Narti mengacungkan jempolnya.

Oma mematikan kreteknya dan berdiri. Lalu, diikuti oleh Gia. Mereka siap untuk pergi.

"Bentar, bukannya Mas Tirna masih pulkam?" Gia bertanya bingung begitu melihat mobil sudah menyala.

Lalu, keluarlah Agan dari dalam mobil, dengan baju batik lengan pendek serta kacamata hitam yang bertengger di wajahnya. Semuanya pakai baju batik. Pertanyaannya, mau kondangan kah mereka-mereka ini?

"Agan?" Gia tersentak. Tidak ada konfirmasi dari Oma soal supir yang mengantar mereka ke gudang.

"Iya? Saya, Mbak?" Agan menyegir kuda.

"Aku suruh Agan nyetir mobilku ke gudang karena Tirna masih ada urusan di kampung," sela Oma menjawab pertanyaan yang menggunung di kepala Gia. 

"Agan bisa apa aja, yak, ternyata. Multitalenan banget," sahut Narti sambil mengacungkan dua jempolnya.

"Woiya jelas, dong." Cowok itu menggosok kepala bagian kanannya, pongah dipuji Narti.

Agan membukakan pintu mobil untuk Oma. Narti pun juga masuk ke mobil.

Tinggal Gia yang masih menetap di tempatnya berada. Berdiri sambil tersenyum manis melihat manisnya Agan saat ini.

"Tangan mana?" pinta Agan.

Gia menaruh kedua tangannya di belakang punggung. Dia tersenyum simpul sambil melihat Agan yang terkekeh kecil.

"Aku udah tau teknik kamu kalo minta tangan gitu."

"Uhh, pede—eh, Mbak Gia di kepalanya ada apa itu?!" Agan setengah berteriak sambil menatap kepala Gia. Cewek itu sontak berteriak. Takut ada serangga atau semacamnya.

"Manaaa? Ambil!" Gia memajukan kepalanya ke arah Agan.

Agan tetaplah Agan. Meski kurang tampan, tapi ia punya seribu jurus untuk membuat Gia berkata 'apasih, Gan?'

Yang dilakukan Agan selanjutnya adalah mengecup singkat pucuk kepala Gia. Strateginya mengelabui Gia supaya gadis itu memajukan kepalanya dan dia memajukan wajahnya ke pucuk kepala Gia.

Gia? Dia membeku dengan mata membelalak.

"Apasih, Gan?" Seperti biasa, saat Gia berkata seperti itu, Agan mengikutinya.

"Aku tau kalian lagi jatuh cinta, tapi bisa nggak buruan? Keburu siang!" Oma mengomel dan membuat mereka berhenti bercanda.

Agan membukakan pintu mobil untuk Gia seperti halnya babu yang membukakan pintu untuk majikannya.

Agen Agan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang