One!

730 59 11
                                    

Soohyun menatap datar ke arah depan sembari sesekali memejamkan matanya, perkataan seseorang di seberang sanapun sudah tak ia dengarkan karena sudah tahu hal apa yang akan seseorang itu sampaikan kepadanya.

Hingga akhirnya ia pun bersuara untuk menanggapi. "Hmm.. baiklah saya akan segera ke sana," dan setelah itupun sambungan telepon terputus. Menyisakan pria tersebut yang menghela napas lelah.

Hhh.. belum selesai pekerjaan di kantornya ini, dirinya sudah harus mengurus ‘pekerjaan’ lain. Kenapa selalu begini?

Bangkit dari kursi kerjanya ia menghampiri meja sekretaris pribadi sekaligus sahabatnya, mentitip pesan jika ia akan keluar. Jaga-jaga jika ada yang mencarinya.

###

"Berapa kali Papa harus bilang padamu untuk tidak menjahili teman-temanmu," seraya mengemudikan mobilnya Soohyun berucap pada sang putra.

"Tapi Jihun kan hanya bercanda, Papa," dan dengan polosnya bocah lelaki itu menjawab seperti itu, ditambah dengan wajah tanpa dosanya. Membuat pria itu menggelengkan kepalanya. Kenapa begitu sulit untuk memberitahu putra sulungnya itu?

Hhh.. ia cukup lelah dengan keadaannya yang seperti ini, hampir setiap hari dirinya harus ke sekolah putranya. Mendapat telepon dari wali kelasnya karena kenakalan putranya, belum lagi dengan putri bungsunya yang hampir menyamai sang kakak. Tambah membuatnya pening.

Tapi.. tak apa, demi mendiang istrinya ia harus kuat dan bersabar. Ia harus bisa menepati janjinya kepada Nara-mendiang istrinya-untuk menjaga kedua buah hati mereka.

"Papa.. apa kita akan menjemput Jihye?" mendengar pertanyaan dari sang putra pria itu kembali mengalihkan atensinya pada bocah lelaki yang duduk manis di sampingnya.

"Ya.. kita akan menjemput adikmu," Jihun-bocah lelaki itu-terlihat senang, kedua bola matanya berbinar. "Dan apa setelah itu kita akan pergi jalan-jalan?" tanyanya lagi, membuat si pria terdiam sejenak untuk memikirkan jawaban yang tepat.

“Maafkan Papa.. setelah menjemput Jihye Papa akan membawa kalian ke kantor. Di sana masih banyak pekerjaan yang harus Papa selesaikan.” Seketika binar di bola matanya menghilang, kecewa.. ya bocah lelaki itu cukup kecewa mendengar jawaban dari sang Ayah. Ia menghela napasnya, selalu saja begini. Kenapa Ayahnya selalu tak ada waktu untuk dirinya juga sang Adik? Bahkan di akhir pekan sekalipun, selalu saja pekerjaan yang diutamakan. Ia dan sang Adik seperti tak pernah dianggap.

###

Setelah menjemput putri bungsunya, Soohyun kini sudah berada di kantornya bersama Jihun juga Jihye. Kedua putra dan putrinya terlihat tak senang ketika lagi dan lagi harus terjebak di tempat yang bagi mereka sangat membosankan ini, ditambah lagi harus menyaksikan pemandangan yang sama. Yaitu melihat Ayah mereka lebih fokus pada dokumen-dokumen di atas meja kerjanya dibandingkan mereka anaknya.

"Papa apakah kami boleh bermain di luar?" dengan masih duduk di sofa ruang kerja Soohyun Jihun bertanya.

Soohyun langsung mengalihkan atensinya ketika mendengar putarnya bertanya, tak berselang lama ia pun menjawab. "Tidak boleh!"

Mendengar penolakan yang begitu tegas itu membuat Jihun melayangkan protes, "tapi kami bosan terus berada di sini, benarkan, Jihye?" Jihye langsung mengangguk ketika mendengar kakaknya meminta persetujuan. Di lain sisi Soohyun memghembuskan napasnya kasar. Bukannya sengaja ia 'mengurung' kedua anaknya di ruangannya, hanya saja berkaca pada kejadian terakhir kali ketika mereka malah membuat onar di kantin perusahaan. Dengan sengaja mereka menumpahkan air pel-an di kantin yang menyebabkan beberapa orang terjatuh di sana.

"Tetap tidak boleh, ingat apa yang kalian lakukan terakhir kali ketika Papa mengijinkan kalian untuk bermain di luar? Kalian malah membuat keributan di kantin," keduanya hanya saling pandang ketika kata itu keluar dari mulut Soohyun. Lalu saling melempar cengiran khas keduanya.

FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang