Tanggal 25 di Kantor Itu (Part 1)

7 0 0
                                    

Aku bergegas membuka pintu kaca kantor. Kaki kulangkahkan keluar pintu kaca itu. Jariku kutempelkan ke alat absensi yang bisa bicara. "Terima kasih," katanya. Jam di alat absensi buatan Tiongkok itu menunjukkan pukul 20.06. Sudah lumayan malam untuk ukuran jam pulang kantor. Lembur membuat sendi-sendi badanku nyeri. Dan baru kuingat, astaghfirullah. Ini tanggal dua puluh lima. Bulu romaku mulai berdiri.

Sial, aku langsung berpikir, harus masuk lift sendirian. Menuruni gedung yang memiliki ketinggian dua puluh lantai ini sendirian. Berjalan ke lobby sendirian. Berjalan ke parkiran basement sendirian. Dan tidur sendirian. Tentu saja, Bodoh. Aku belum menikah. Kalau sudah, tidur pasti tak sendirian.

Oke, sebelum berpikir sampai ke tempat tidur yang masih berjarak tiga puluh kilometer lagi, aku harus was-was keluar dari gedung ini. Selalu takut setiap tanggal dua puluh lima. Entah kenapa, gedung yang berdiri megah di jalan yang mengabadikan nama panglima terbesar dalam sejarah Indonesia ini, terasa banyak energi negatif setiap tanggal dua puluh lima. Pertama kali aku tahu ketika diceritakan oleh Pujo, karyawan terlama di perusahaan tempatku bekerja.

Kala itu, seminggu pertamaku kerja di sini. Dia ngomong, "Wan, banyak baca doa di sini kalo tiap tanggal dua puluh lima." Aku bingung kenapa. Tapi langsung mulai paham kemudian. Ah, aku benci cerita horor. Sebenarnya aku tidak terlalu penakut, tapi kalau-kalau mengalami sendiri, ya takut juga. Tapi kenapa cuma tiap tanggal dua puluh lima? Pujo dan karyawan lain tidak punya penjelasan yang baik.

Pujo menjelaskan, terkadang kalau pulang malam di tanggal tersebut, ada saja yang terjadi. Salah satunya, suara papan tik komputer yang berbunyi seperti ada yang mengetik padahal tidak ada orang. Lalu, lampu-lampu di dalam kantor dan di lorong lift berkedap-kedip seperti ada yang memainkan. Mungkin hal-hal itu bisa diabaikan. Ada lagi yang lebih bikin merinding. Kadang di lift ada seseorang yang berdiri menunduk, dan kalau kita lengah, kemudian dia hilang. Hmmm. Benar-benar cukup membuat merinding.

Pujo bahkan pernah menambahkan, "konon kantor yang kita tempatin ini dulunya klinik yang ternyata tempat jual beli organ tubuh ilegal!" Makin mengada-ada saja dia. Itu kan cerita klasik di setiap tempat agar tercipta suasana horor.

Kini aku berjalan ke arah lorong lift. Aku benar-benar orang terakhir yang keluar dari kantor. Kerjaan sial, pikirku. Kenapa harus ada banyak kerjaan di tanggal segini? Ya, di lantai tempat kantorku bercokol, memang hanya ada kantor tempatku bekerja. Ruang kosong lain belum ada perusahaan yang menempatinya. Mungkin harga sewanya kelewat mahal. Kantorku memang yang terbaik, bisa menyewa tempat di gedung mahal begini.

Aku mencoba meneguhkan hati, beranikan diri berjalan ke arah tombol lift. Sekitar tiga langkah berjalan tiba-tiba, klip, lampu di lorong berkedip barang sedetik. Kakiku otomatis berhenti. Otakku seolah menunggu kedipan berikutnya. Tapi ternyata lampu tidak berkedip lagi. Waduh, agaknya ini bakal kejadian. Biasanya setiap tanggal dua puluh lima aku pulang tidak sendirian seperti ini, selalu ada barengannya. Ya sudahlah, supaya aku cepat keluar dari gedung ini, aku bergegas menekan tombol turun lift.

Aku menunggu dengan perasaan tegang. Duh, aku harus berani. Kata orang-orang tua, kalau kita takut malah akan digentayangi. Maka setidaknya, aku harus bertingkah berpura-pura berani. Aku mencoba tidak memikirkan hal-hal seram. Maka dari itu, aku mencoba memikirkan hal-hal menyenangkan yang akan kulakukan sekeluarnya aku dari gedung ini. Hmm, apa ya?

Oh iya. Gara-gara kepikiran hal-hal seram, aku jadi lupa kalau hari ini tanggal gajian yang mana berarti aku sedang memiliki kekayaan sejumlah UMR. Oke, aku akan pikirkan sepulang dari sini aku akan menraktir orang tuaku dan adik-adikku makan. Aku akan beli pizza, burger, kebab, ayam bakar, atau apa pun yang enak-enak. Makan bareng mereka di rumah sambil bersenda gurau. Menyenangkan sekali. Pikiran ini lumayan membuatku rileks sambil menunggu pintu lift terbuka.

Cerita-Cerita Sebelum SubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang