Tanggal 25 di Kantor Itu (Part 3)

2 0 0
                                    


Kini aku dan Pujo sudah di dalam lift. Hanya kami berdua. Wajar saja, sepertinya hampir seluruh karyawan di gedung ini sudah pulang. Aku masih kepikiran kejadian pemalakan di lift ini beberapa menit lalu. Aku bertekad akan mencari petugas aneh yang tadi memalakku. Tapi tidak malam ini, aku sudah lelah. Setelah ambil charger Pujo, aku akan segera pulang ke rumah, membeli makanan yang enak-enak, dan makan bersama keluargaku.

Pintu lift terbuka di lantai 18. Kondisi lorong lift sudah gelap. Untungnya aku sekarang berdua dengan Pujo, jadi tidak terlalu takut lagi. Kami berjalan sedikit ke arah kiri, langsung terlihat pintu kaca kantorku. Tapi anehnya, lampu di dalam kantorku terlihat menyala terang benderang. Dan yang lebih aneh lagi, ada tiga orang berdiri di depan pintu kaca.

Super duper aneh lagi, mereka menggunakan baju scrub, masker medis, serta penutup kepala serba hijau. Persis seperti dokter-dokter yang akan melakukan operasi. Mereka agaknya sedang berbincang satu sama lain tapi dengan suara sangat pelan. Aku dan Pujo kaget dan menghentikan langkah. Kami berdua serentak mengira keluar lift di lantai yang salah.

"Eh, ini lantai 18 kan?" tanya Pujo kepadaku.

Aku tidak menjawab dan kami berdua kompak menengok kembali ke lorong lift dimana ada tulisan angka 18 berukuran besar tertempel di antara pintu-pintu lift, sebagai penanda bahwa ini memang lantai 18.

"Loh, ada apaan ya di kantor kita?" Pujo kembali bertanya. Aku tidak bisa menjawab. Hanya sedikit melongo dan sama bingungnya. Karena beberapa menit lalu akulah orang terakhir yang keluar dari kantor.

"Kayaknya lagi dipake acara, Jo," aku akhirnya bicara setelah beberapa saat berpikir dalam kebingungan. Kami berdua masih berdiri diam dan mengamati tiga orang itu.

Saat tiga orang berpakaian dokter bedah itu masih berbincang, muncul satu orang lain yang berpakaian sama menghampiri mereka. Tapi yang membuatku kaget, sarung tangan orang itu berbercak darah. Benar-benar seperti dokter bedah yang sedang melakukan operasi. Aneh sekali, kenapa di kantorku ada dokter-dokter bedah?

"Acara kok ada dokter bedah gitu, Wan?" Pujo berbalik tanya kepadaku.

"Jo, perasaan gue enggak enak," aku berkata pada Pujo sambil memegang pundaknya. "Kita turun aja, yuk!"

"Terus charger gue gimana, Wan?"

"Pake charger gue aja dulu," aku menjawab asal. Padahal ponselku android.

"Tanggunglah, Wan. Kita udah naik gini."

"Jo, sumpah, dari tadi gue ngalamin hal-hal aneh di sini. Kita turun sekarang!"

"Aneh gimana maksud lu?"

"Lu inget enggak kalo sekarang tanggal 25?" Aku mengingatkan Pujo.

"Oh.. Eh, jangan nakut-nakutin lu, Wan!"

"Kan elu yang cerita sendiri."

"Ada apa?" Suara berat itu berasal dari salah satu dokter bedah. Aku dan Pujo tersentak mendengarnya. Ternyata mereka sudah menyadari keberadaan kami.

Dadaku mulai berdegup kencang. Aku tidak bisa menjawab. Ingin rasanya aku lari ke lift dan turun. Tapi tentu akan terlihat aneh bagi para dokter itu.

"Ee... mau ambil charger, Pak," Pujo yang akhirnya menjawab dengan ragu-ragu. "Tadi pas pulang kerja ketinggalan."

Semua dokter itu kini menatap kami. Dan aku baru sadar, walaupun wajah mereka tertutup masker dan hanya terlihat mata, terlihat sekali wajah mereka semua pucat. Aku dan Pujo menunggu reaksi dari para dokter bedah itu. Aku berdiri di belakang Pujo. Lebih tepatnya berusaha bersembunyi di belakang badan Pujo. Tentu percuma, karena badan Pujo lebih pendek dari pada badanku. Kami menunggu beberapa detik sampai salah satu dokter berbicara lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cerita-Cerita Sebelum SubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang