BAB 01

11.6K 35 2
                                    

“Satu. Dua. Tiga. Empat. Lima. Enam. Tujuh. Delapan.”

           Aicella Terefian— gadis cantik yang baru memasuki usia dua puluh tiga tahun, sedang menghitung uang hasil pendapatan dirinya malam ini. Yang lebih kurang dibanding malam sebelumnya. Ia mengeluh dan memasukkan uang itu ke dalam dompetnya.

           Seharusnya uang yang didapat olehnya malam ini lebih banyak. Tetapi, ia tidak pernah lupa kalau Boss tempatnya bekerja adalah wanita licik yang begitu pelit dan tidak pernah memberikan bonus apapun pada karyawannya sendiri.

           “Sstthh…. Sabar dulu. Dia sepertinya sedang mengeluh dengan uangnya.”       

           “Cepat bawa saja dia! Tidak perlu untuk menunggu dia lengah. Kita sudah satu minggu memperhatikan gadis itu. Dia hanya wanita panti asuhan yang tidak memiliki keluarga dan kekuasaan. Lebih mudah untuk menculiknya dan tidak ada yang tahu kalau kita membawanya.”

           “Ck! Kau tidak bisa untuk sabar! Kau lihat, di sini masih ada orang. Kita tunggu di tempat yang agak sepi di depan sana. Gelap dan tidak ada orang.”

           Aicel merasakan ada orang yang mengikuti dirinya, ia tampak sangat panik dan berjalan dengan cepat. Melupakan kalau jalanan yang dilalui oleh dirinya adalah jalanan yang sepi dan gelap jarang dilewati oleh orang. Aicel biasa jalan lewat sini, agar lebih cepat sampai di panti asuhan yang masih menjadi tempat tinggalnya.

           “AAAAA!!!”

           Teriak Aicel setelahnya jatuh pingsan ketika hidungnya menghirup bius yang membuat dirinya pingsan. Dua lelaki yang melihat Aicel sudah pingsblkan. Menyeringai menatap satu sama lain. Keduanya membawa tubuh Aicel keluar dari gang sempit dan becek ini.

           “Sialan! Kenapa gadis ini lewat di jalanan yang kumuh dan kotor seperti ini.” Keluh salah satu lelaki yang menatap sepat mahalnya terkena lumpur.

           “Sialan!” Saat masuk ke dalam mobil, ia langsung membuka sepatunya dan membuangnya sembarangan.

           Hanya sepatu saja. Membersihkannya lebih susah dan payah. Ia tidak suka membersihkan barang yang sudah kotor dan tidak layak untuk dibersihkan lagi.

           “Gadis ini miskin. Tentu saja dia lewat di jalanan yang sempit dan kumuh. Tapi dia cantik,” pujinya menatap pada gadis yang berbaring di kursi belakang dengan mata tertutup.

           “Bukankah untuk ibu dari anak-anak kita memang harus cantik?” tanya lelaki bernama Morgan Arsenio De Luca miringkan wajahnya dan senyuman sinisnya tercetak jelas.

           Heros Devano Mackenzie yang duduk di kursi mengemudi tertawa kecil. “Benar. Wanita yang menjadi ibu dari anak-anak kita nantinya, harus cantik dan putih. Tidak boleh jelek yang membuat keturunan kita nanti juga jelek. Lalu juga memiliki otak pintar, sayang sekali, gadis itu pintar hanya terhalang miskin saja. Tidak bisa melanjutkan pendidikannya.”

           Hinaan yang dilontarkan Heros memang agak kejam sekali di dengar. Untungnya Aicel tidak mendengar apa yang dikatakan oleh lelaki itu. Aicel masih pingsan dan tidak tahu ancaman dan penderitaan apa yang akan terjadi dengannya ke depannya nanti.

           Heros menghidupkan mobil lalu melajukan mobilnya meninggalkan tempat kumuh yang menjadi biang penyakit.

           ***

           “Eught…”

           Aicel mengerjapkan matanya beberapa kali, ketika merasakan cahaya matahari yang masuk dan menerpa wajahnya. Aicel memegang kepalanya dan membuka mata perlahan. Aicel terkejut! Ini bukan kamarnya yang sempit dan ranjangnya yang reot.

HASRAT LIAR DUA CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang