Selesai melakukan jadwal visit pasien Sam berniat santai di taman rumah sakit. Hari ini adalah hari keduanya menjalani jadwal baru yang dirombak oleh Mia. Ngomong - ngomong soal Mia, setelah pertemuan mereka kemarin Sam tidak lagi melihat eksistensi teman masa kecilnya itu. Namun anehnya Sam masih terbayang - bayang akan pertemuan mereka kemarin. Seolah obrolan singkat itu terus terputar bak kaset rusak di pikirannya. Itulah sebabnya Sam memilih untuk meditasi sebentar demi mengusir Mia yang mendadak memenuhi pikirannya.
"Bisa bisanya kepikiran Mia mulu," monolog Sam sembari mengambil kopi kaleng yang dia beli dari fending machine.
Dengan santai Sam berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Sambil bersenandung pelan dan menikmati ketenangan yang dia rasakan saat ini. Sam jadi terpikirkan soal pekerjaan Mia. Perempuan itu pasti tidak bisa benar benar tenang barang satu jam saja. Meskipun terlihat berisitirahat sekalipun pasti banyak yang dipikirkan soal rumah sakit ini. Baik sistem, administrasi, bahkan jadwal praktek para dokter. Sam tertawa pelan, bisa - bisanya kemarin Mia membicarakan soal jadwal Sam yang terlalu padat padahal Mia yang seharusnya memikirkan jadwalnya sendiri.
"Cih! Padahal jadwal dia sendiri dua kali lipat lebih padat dariku—" Sam baru menyadari dia kembali memikirkan Mia tanpa sadar, "Ah! Kenapa sih lu Sam?! Kayak ngga ada hal lain yang lebih penting buat di pikirin."
Sam berhenti sejenak untuk memijat pelipisnya, "Beneran deh." Lalu Sam akhirnya membuka kaleng kopi nya sambil meredakan denyut di kepalanya yang datang secara tiba - tiba karena terlalu banyak memikirkan Mia.
"Pak Dokter Sam!"
Seketika Sam terkesiap. Dia bukanlah seorang pelupa akut yang biasanya langsung melupakan suara ataupun wajah orang. Dia masih ingat jelas suara Mia terakhir kali, maka dari itu dia terkejut mendengar suara yang baru saja memanggilnya tadi.
"Pak Dokter!"
Sam tersenyum. Tidak habis pikir terlalu banyak memikirkan Mia membuatnya sampai berhalusinasi. Dia harus segera menemui sahabatnya spesialis kejiwaan untuk mengecek kewarasannya kali ini.
"Pak Dokter Abrisam," sebuah tangan menepuk lengannya. Membuat Sam hampir menjatuhkan kaleng minuman di genggamannya.
"Saya panggil dari tadi loh," ujar Mia setelah berhasil berdiri di hadapan Sam.
Sam berdehem sejenak demi menetralkan air mukanya. Tidak lucu bila Mia bisa membaca pikirannya yang dipenuhi oleh perempuan itu sendiri.
"Saya kira hantu," singkat Sam lalu melanjutkan langkahnya.
"Wah parah," Mia berlari kecil mengikuti langkah Sam, "Oke, saya ngga punya banyak waktu. Ini aja nyariin Pak Dokter udah saya selip selipin diantara jadwal padat saya."
Sam tersenyum remeh, "Iya si paling sibuk."
"Emang sibuk," Mia tiba - tiba merasa geram, "Hiiish! Dari tadi kemana aja sih? Inget ngga jadwal kamu selanjutnya apa? Kamu harus dateng ke rapat yayasan lima belas menit lagi. Untung aku cek kamu di ruangan ya, ternyata ngga ada. Suster Winda mau hubungin kamu juga ngga bisa, kenapa sih pake acara ninggal hp segala? Kan repot harus nyariin."
Sam menikmati omelan Mia sembari meneguk minumannya hingga tandas. Dia pun juga sempat mampir untuk membuang sampah hingga membuat Mia menatapnya tidak percaya betapa santainya Pak Dokter Sam sekarang.
"Niatnya saya mau meditasi dulu sih," jawab Sam santai.
"Buat apa? Jadwal kamu udah longgar banget loh, bisa dipake buat nyantai kan?"
Sam berhenti Mia pun berhenti. Mereka saling bertukar tatapan tajam seolah sedang beradu ego masing masing secara tak kasat mata.
"Ya karena longgar, saya jadi banyak pikiran. Makanya saya pingin meditasi," Sam akhirnya mengakui.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unrelatable
General FictionKetika takdir telah mencatatkan bahwa kedua insan akan berjodoh, sesuatu yang tidak bisa dihubungkan sekalipun akan menemukan jalan untuk bersatu. ---- Mia adalah seorang admin rumah sakit ternama di kota. Setiap harinya dia selalu disibukkan dengan...