Mika bersekolah taman kanak-kanak yang memiliki layanan penitipan anak bagi para orangtua yang bekerja dan tak ada yang menjaga anak mereka. Pagi hari Mika diantar Sadin ke sana, lalu dijemputnya pada sore hari. Dan pagi ini, seperti pagi-pagi di hari aktif lainnya, Sadin mengantar Mika ke sana.
Mika tampak cantik dengan bando bunga dikepala dan rambutnya dikuncir kuda dibalakang, serta tas ransel berisi alat tulis dan beberapa mainannya.
"Jangan nakal, ya. Nanti bunda punya kejutan buat kamu."
"Apa itu, bun?"
"Rahasia dong." Sadin menoel hidung Mika sambil tertawa. "Namanya juga kejutan."
Mika cemberut, "Ah.. bunda main rahasia-rahasiaan terus."
Sadin lagi - lagi hanya tertawa, lalu mengecup bibir manyun Mika. "Masuk gih, nanti telat."
Mika balas mencium bibir Sadin, "Bye, Mika sayang bunda." Teriaknya memasuki pintu masuk sekolah. Sadin melambai, lalu pergi ke mall tempatnya bekerja.
***
Siang itu terik sekali, Duta dan beberapa orang berstelan formal berdiri di atas rooftop sebuah gedung pencakar langit kota. Memandang sekeliling dibalik kaca mata hitam yang bertengger di pangkal hidungnya.
"Jadi bagaimana pak Duta, anda pasti sudah punya bayangan kan rooftop ini akan dijadikan taman seperti apa?"
Duta menangguk - angguk pelan, "Ya, ini akan menjadi tropical di siang hari, dan romantic di malam hari"
Ini merupakan projek pertama Duta di Indonesia, bukan projek besar seperti gedung bertingkat. Tugas Duta hanya diminta menyulap rooftop kosong dan panas ini, menjadi sebuah taman hijau yang akan dijadikan salah satu treadmark mall.
Survey lokasi selesai, namun Duta belum pergi meninggalkan mall karena masih ada agenda lain dengan para petinggi mall, yakni makan siang bersama.
Dan bergeser ke dalam mall, Sadin dan seorang temannya berdiri di depan meja kasir karena memang sedang tidak ada pelanggan yang harus dilayani. Inilah waktu istirahat mereka yang tak diatur dalam jadwal.
Dari sana mereka masih bisa melihat lalu lalang mengunjung malalui kaca. Sadin bisa melihat seorang anak kecil tertawa senang sambil memeluk sebuah box set boneka Barbie dengan kedua orang tua berjalan dibelakangnya. Sadin jadi teringat dengan Mika. Mika juga pasti akan sebahagia anak itu jika mendapatkannya.
Sabar, sayang. Bunda bekerja untuk kebahagiaan kamu.
"Oh ya, kalian tahu nggak. Gue denger-denger atap mall akan dijadiin taman di atas awan gitu."
"Oh ya? Keren tuh." Selain fashion, Sadin selalu menyukai hal-hal yang menyangkut taman karena penagalamannya yang sulit sekali menentukan tempat yang aman, nyaman dan sehat untuk putrinya bermain.
Ayu mengangguk mengiyakan. "Lebih keren lagi, kalau kalian tahu siapa arsiteknya."
"Siapa?"
"Alexander Duta"
Detik itu juga senyuman sadin memudar. Alexander Duta? Sadin tak lagi mendengar obrolan kedua temannya karena sudah sibuk dengan pikirannya sendiri. Bukan hanya sebagai luka, bagi Sadin Duta juga seperti virus yang merusak sistem kerja otaknya. Sampai sebuah suara memanggil namanya.
Sadin menoleh cepat, penasaran dengan siapa yang memanggilnya karena itu jelas bukanlah suara Angela, pemilik toko. Dan Sadin terpaku untuk beberapa detik lamanya. Vella?" gumamnya tercekat di tenggorokan. Sadin terlalu terkejut untuk akhirnya berhadapan lagi dengan salah satu sahabatnya dulu. Bodoh! Mereka masih berada ditempat yang sama, dan Sadin bekerja di area publik yang mungkin sekali didatangi oleh sahabat-sahabatnya. Dulu. Harusnya, Sadin sudah bisa mempersiapkan diri untuk kemungkinan seperti ini saat memutukan untuk meninggalkan kota persembunyian dan merintis kembali kehidupan di Ibukota.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mika - Malaikat Kita
RomanceKebodohan masa remaja membuat kehidupan dewasa Sadin dan Duta tak berjalan sebagai mana umumnya. Ini seperti hukum karma atas apa yang telah mereka lakukan sebelumnya. Sadin harus menjadi ibu tunggal di usianya yang sangat muda untuk malaikat keciln...