•5°

26 19 11
                                    

“HAPPY READING ”



FLASHBACK ON.


Alfin yang baru saja pulang dari hari melelahkan nya disekolah selalu saja disuguhi dengan pemandangan bundanya yang menangis, ia tidak tau apa yang di tangisi oleh bundanya.

Selalu saja ketika dia bertanya ada apa dengan bundanya, kenapa bundanya menangis, jawaban yang ia dapat selalu sama,

"Bunda ga kenapa Napa Al, bunda cuma lagi sedih aja"

Ayahnya pun, selalu saja pergi setelah pulang hanya untuk mandi, makan atau hanya sekedar  mengambil barang yang ketinggalan. Katanya ada masalah yang harus ia selesaikan.

Alfin yang saat itu masih kelas 12 pun bingung, ia sama sekali tidak mengerti .

biasalah umur segitu masih darah panas, taunya cuma main sama healing aja.

"Bunda jangan sedih terus, nanti Al juga ikutan sedih," katanya yang kini duduk dibawah di depan bundanya yang duduk di sofa.

Bundanya haira, membelai lembut rambut lebat Alfin, kemudian kembali ia mengeluarkan air matanya.

"Maafin bunda Al," ucap haira di sela tangisnya,

"Iya, Al maafin bunda, tapi bunda jangan nangis lagi," kata Alfin

Dari kecil Alfin memang penurut, pintar dan baik, walau kadang dia nakal di sekolah, tapi itu tidak apa. Karena itu adalah bumbu kenangan dimasa sekolah.

"Kamu jangan nakal di sekolah ya," peringat bundanya

"Al ga nakal kok bunda"

"Al, ga boleh marah marah kedepannya ya, ga boleh nyerah, harus kuat sama keadaan ya sayang," kata bundanya

" Iya bunda," jawabnya memeluk erat tubuh bundanya, seakan akan jika ia lepas bundanya akan pergi.

——

"Uwek uwek" suara tangis bayi di dalam.

Alfin dan neneknya yang duduk di kursi rumah sakit itu lantas bangun dengan cepat ketika melihat dokter keluar.

"Gimana keadaan bunda saya dok?"

"Alhamdulillah, ibu haira kuat, anaknya juga sehat dan berjenis kelamin perempuan juga lahir dengan selamat," kita dokter yang baru saja keluar dari ruangan persalinan.

——

"Alfin" panggil haira,

"Iya bunda," jawab Alfin,

"Bunda minta maaf ya nak" Alfin hanya mengangguk mengiyakan kan, bundanya selalu saja meminta maaf padahal tidak berbuat salah.

——

"Innalilahi wa innailaihi Raji'un"

——

"Bunda, kenapa ninggalin Alfin,"

"Kenapa ninggalin Alfin Sama Shaqilla,"

——

"Bunda..." Alfin masih saja betah duduk ditanah di samping pemakaman bundanya.

Matanya kini sudah sembab akibat terlalu lama menangis. tidak niatan untuk bangun dari duduknya, ia terus saja meracau disana, sesekali ia mengelap air matanya yang keluar.

"Alfin mau ikut..."

"Alfin, sudahlah nak," kata nenek yang masih setia menemani Alfin disana.

——

FLASHBACK OFF.

___

"Alfin, Lo nanti bisa pulang lebih awal ya," kata Rafi,

"Ouh, iya" jawab Alfin yang sedang membereskan peralatan bengkelnya yang barusan ia pakai untuk memperbaiki sebuah motor.

"Baru kerja udah dikasih enak aja," sahut Haikal, murid SMK yang sedang PKL dan juga yang dari kemarin mencari masalah dengan Alfin.

"Manusia emang banyak penyakit iri nya," sahut Alfin tidak peduli.

Haikal hanya menatap sinis Alfin, dan Alfin yang sama sekali tidak peduli dengan Haikal.
Baginya, ia tidak peduli dengan siapapun, mau itu anak pemilik bengkel ini, anak dpr, anak nya pak RT, anaknya presiden, dia tidak peduli. Toh, sama sama makan nasi juga, ngapain takut.

Setelah membereskan semua peralatan yang Alfin pakai tadi, kini ia sedang duduk memakan roti yang tadi sempat ia beli sekalian ia menunggu waktu pulang.

□⁠°□⁠°□

"Gw, pulang Luan ya" kata Alfin yang kemudian keluar dari bengkel menuju motornya.

"Yoi, hati hati bre"

Alfin mengendarai motornya dengan pelan, katanya sih ia ingin menikmati angin dan pemandangan, padahal hari terik begini, menikmati angin apanya, yang ada kulit jadi gosong.

Alfin aneh memang.

Saat sedang santai santainya menikmati angin, sesuatu menarik perhatian Alfin, ia melihat seorang wanita yang tadi pagi bertemu dengannya,
Tapi,
Anehnya wanita itu sedang bersama dengan laki laki lain, ia tidak mengenal laki laki itu karena dia memakai masker dan topi yang menutupi wajahnya, tapi Alfin merasa tidak asing dengan laki laki itu.

Harus kah ia mendekat dan mendengar pembicaraan mereka? Atau dia tidak usah ikut campur?
Ah, Alfin jadi bingung sekarang.
Di satu sisi Alfin tidak ingin ikut campur, tapi di sisi lain itu adalah keluarga ayahnya. Mau bagaimana pun itu tetap lah ayahnya.

Lama berpikir, akhirnya Alfin memutuskan untuk mendekat dan mendengar kan pembicaraan mereka.
Alfin masuk kedalam cafe yang mereka masuki tadi, ia memilih kursi yang dekat dengan mereka agar leluasa mendengarkan mereka.

"Ingat, jika kamu berani menyentuhnya, maka kamu akan berhadapan langsung dengan saya," peringat Raisa yang tak lain dan tak bukan adalah ibu tirinya Alfin.

Laki laki bermasker itu hanya terkekeh geli mendengarnya, beda dengan Alfin, ia kini sudah semakin bingung dengan pembicaraan kedua, dalam benaknya berpikir, harusnya ia langsung masuk tadi tanpa harus berpikir dulu.


[Vote dulu ya,]

TBC.

Takdir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang