#3

69 5 1
                                    

Melly Goeslaw - Promise

****

Buku jurnal bertuliskan nama Rayeela Nooura dengan cover berwarna biru muda langsung di tutup Perempuan berhidung mancung dengan pashmina cokelat yang cantiknya khas asia timur itu setelah mendengar kalimat penutup mata kuliah di depan kelas. Mata bulatnya menatap datar Dosen yang bergegas keluar dari kelas tanpa berbasa-basi lagi. Selalu seperti itu.

Dimata sebagian Dosen—entah darimana awalnya, Kelas Sastra selalu mendapat perlakuan kurang mengenakan. Dari mulai penjelasan yang kurang mendetail dari materi sampai informasi mengenai pengumpulan tugas. Beruntung koordinator kelas mempunyai inisiatif tinggi, selalu meminta lebih cepat tugas yang pernah diberikan sebelum pertemuan lagi. Berkat itu, mereka tidak pernah tertinggal.

Namun kali ini, perlakuan kurang mengenakan kembali mereka terima. Rules tugas belum sepenuhnya di jelaskan karena bel berakhirnya mata kuliah berbunyi, Dosen sudah buru-buru keluar meninggalkan jejak bingung di wajah mahasiswa lainnya. Termasuk Rayeela.

"Gue rasa setiap Dosen yang masuk kesini cuma pencitraan doang deh, bisa-bisanya main asal tinggal padahal belum selesai bahas mata kuliah. Gila kali!"

"Laporin Rektor seru nggak sih?"

"Dimo, bikin surat terbuka aja lah kalo ada Dosen yang begitu. Imbasnya ke nilai kita juga soalnya."

Rayeela mendengar sahutan-sahutan penuh kesal itu. Ia juga melihat sorot tajam dari mata penghuni kelas. Yang paling kasihan adalah Dimo-koordinator kelas Sastra. Setiap kali ada Dosen yang hanya numpang absen ngajar, ia diminta bertanggung jawab penuh untuk membuat Dosen itu tidak mengulangi kesalahannya lagi di pertemuan berikutnya. Dimo tidak pernah diberi kesempatan meratapi kekesalannya. Kasihan sekali.

"Pantau grup kelas aja, gue bilang ke TU dulu."

Dan final.

Setelah mengatakan kalimat penenang—yang entah benar atau tidaknya, penghuni kelas seketika diam dan mulai membubarkan diri. Tidak lagi mau membicarakan solusi kedua seandainya protes di abaikan pihak kampus.

Menghela napas berat, Rayeela memasukan jurnalnya ke dalam tas. Menukarnya dengan benda pipih berwarna rose gold dari Korea Selatan. Senyum tipis menghiasi wajah cantiknya kala mendapati satu pesan di bar notifikasi ponsel. Jari lentiknya bergerak menekan display, membuatnya memasuki roomchat bersama seseorang yang kontaknya ia namai Markaliano Freinan.

From : Markaliano Freinan
Kuliahnya udah belum, Bu?
Kebetulan aku lagi ada di sekitar kampus kamu, bareng mau?

"Marka abis ngapain di dekat kampus?" Gumam Perempuan itu pelan, alisnya menukik ke atas-sedikit penasaran. Namun tak urung mengetik pada layar  ponselnya, membalas pesan Marka.

To : Markaliano Freinan
Boleh, kebetulan aku juga udah selesai.

TING!

From : Markaliano Freinan
Aku on the way ke sana, tunggu Bu. Gak lama.

Lalu setelahnya tanpa membalas pesan terakhir Marka, Rayeela bergegas keluar dari dalam kelas. Mengabaikan tatapan bingung teman di dekat bangkunya karena ia melempar senyum tipis saat mata mereka bertubrukan.

"Lo liat gak tadi Rayeela senyum?" Tanya seorang Perempuan berambut sebahu yang duduk di sebelah Rayeela tadi.

Teman di sampingnya—seorang Lelaki tinggi bermata sipit namun setajam Elang mengangguk. "Tipis tapi manis."

Perempuan berambut sebahu itu berdecak. "Giliran gitu aja 5G otak lo. Padahal gue mau nanya, dia senyum karena apa." Dumalnya.

Lelaki bermata sipit itu mengedikan bahu. "Mana gue tau, bukan urusan gue juga.

SEMICOLONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang