.
.
.
.
.
Sesampainya di tenda, beberapa orang mendekat mengungkapkan rasa duka mereka. Aku tak tau harus menjawab apa, aku tetap diam. Berpikir, tentang seberapa indah dunia ini tanpa Aria?
"Berkat Dame Alesia dan Aria, kita berhasil menemukan lokasi pemimpin monster ini. Kirimkan surat pada ketiga pasukan lain mengenai lokasi Wither itu. Lalu bersiaplah untuk kembali pulang. Dame Aria harus segera dimakamkan dengan layak." Jelas Sir Cesar, menggantikanku untuk memimpin pasukan ini.
Kami benar benar pulang malam itu juga. Saat sang mentari akhirnya membenamkan dirinya. Disana kami disambut oleh para penduduk Vermillion, melihatku yang memimpin jalan sembari menggendong tubuh Aria yang tak bernyawa. Cukup membuat mereka mengerti tentang apa yang terjadi.
"Kami pulang, Komandan." Ucapku ketika bertemu Sang Raja. Dia terlihat sedih, prihatin dan khawatir. "Selamat datang, pejuang." Jawabnya, nada suaranya terdengar begitu menyayangkan peristiwa ini.
Lalu hari itu juga Aria akan dimakamkan, Paman dan Bibi juga datang. Saat melihatku memeluk tubuh Aria, bibi berlari memeluk kami. "Maafkan aku," tangisku kembali hadir, disertai tangisan kedua orang tua Aria.
Setelah pemakaman Aria selesai, aku tetap berada didepan makamnya. Begitupun dengan Paman dan Bibi, mereka memelukku, menyemangatiku. Kenapa mereka begitu baik? Salahkan saja aku yang tak bisa menjaga Aria.
"Ini bukan salahmu nak." Ujar bibi memelukku dengan sangat erat, kehangatan yang sama dengan Aria. Benar benar menyakitkan. Pada akhirnya mereka kembali pulang ke desa, sedangkan aku kembali menjalani hari hariku sebagai ksatria istana.
Setelah semua pasukan dari semua arah mata angin telah kembali, para ksatria disuguhi pesta sebagai balasannya. Semua orang menggunakan pakaian formal, aku sendiri menggunakan dress hitam. Untuk menandakan rasa dukaku. Jika Aria disini, ia akan menggunakan pakaian cerah dan menari hingga waktu memintanya berhenti.
Blane, Sang Raja akhirnya datang memberi selamat dan mengumumkan kenaikan pangkat. Keempat pemimpin pasukan dipanggil, untuk mendapatkan gelar Royal Knights.
Dengan begitu aku dan ketiga pemimpin pasukan lainnya, resmi menjadi Kaki tangan Ksatria Legendaris, Diamond. Di tim itu aku berada dilevel paling rendah, Jack of Diamond. Yah tak begitu penting juga, aku juga tak terlalu dekat dengan anggota lainnya.
Anggota lain yang aku maksud, tak lain dan tak bukan adalah Pangeran malik yang berhasil membawa kemenangan dari Timur, ia mengambil gelar tertinggi sebagai Ace of Diamond. Lalu ada Calvin yang membawa kemenangan yang manis dari Barat tanpa satupun korban jiwa, mendapat gelar King of Diamond. Serta Lia yang membawa pasukan Utara untuk menang dengan cara yang fantastis, mendapat gelar sebagai Queen of Diamond.
Malik yang ketus, Calvin yang seperti orang bodoh, dan Lia yang penyayang. Mereka semua sama anehnya.
Selain itu aku juga mempelajari sihir mystic, banyak hal yang aku pelajari. Juga banyak tempat yang aku datangi, membuat pengetahuanku berkembang, juga pengamatanku yang semakin tajam. Membuatku dijuluki ksatria yang tak mempan oleh Rahasia. Salah satu contohnya.
"Komandan, aku ingin meminjam perpustakaan rahasia." Jelasku, hari ini saat aku menghadap Sang Raja. Aku harus mencari beberapa buku disana.
Sang Raja, terlihat kaget namun setelah melihat raut wajahku yang kosong, ia tertawa. "Pertama, komandan itu panggilanku dari Aria kan. Kenapa kamu ikutan? Kedua, dari mana lagi kamu mengetahui tentang perpustakaan rahasia?" Tanyanya panjang lebar.
Aku tersenyum masam. "Pertama, terserah aku. Kedua, kau menyembunyikan dengan jelek sekali komandan." Jawabku ketus, Sang raja tertawa. "Hahaha, kau tak mempan dengan rahasia ya." Ujarnya dengan nada mengejek, ia melemparkan kuncinya. Aku menangkapnnya, lalu tanpa basa basi segera keluar dari ruang raja.
"Aku memberikannya padamu karena aku percaya kau terlalu pintar untuk melakukan hal jahat, Aleshia." Ucapnya tegas. Aku hanya menaikkan ujung bibirku, percaya diri sekali orang itu.
Aku juga pernah pergi ke Lush Paradisa. Aku mati matian berjuang melawan ilusi disana, hanya dengan elixir. Kesana membuatku mengetahui fakta tentang batu legendaris, dan beberapa sihir purba.
Hingga yang paling remeh, saat aku tak sengaja menciduk Lia yang terus berkata ia menyukai Calvin setelah mereka keluar kencan untuk pertama kalinya. Padahal kabarnya kencan itu sama sekali tak berakhir baik, alias kacau.
Namun semua itu teralihkan karena kemunculan seorang pria bermata putih, Herobrine. Kami harus berusaha mati matian berjuang melindungi Vermillion. Hingga akhirnya Herobrine berhasil disegel, ya itu juga bukan hal yang bagus. Karena kami dilarang ikut dalam penyegelan, kami juga tak bisa melakukan apapun saat melihat Vermillion diguncang oleh hempasan penyegelan.
Hal itu juga memberi dampak besar, seperti pembubaran Royal Knights. Tim kami segera hancur. Malik hidup tanpa mengetahui kebenaran apapun, Lia kehilangan nyawanya. Calvin yang diselimuti perasaan amarah dan kesedihan juga pergi entah kemana. Aku juga pergi, mengembara tanpa tujuan selama bertahun tahun. Hingga aku menemukan yang selama ini aku cari.
"Bangun, kita sudah sampai." Ucapku membuka pintu tempat Calvin beristirahat. Aku memutuskan mengajak bocah ini dalam upaya karena dia pasti akan berguna. Kami tak banyak berbincang, ia segera mengikutiku turun dari kapal. Aku segera mengeluarkan benda ciptaanku, sebuah topeng dengan ukiran indah. Yang dominan berwarna hitam, merah dan putih.
"Nih pakai." Ujarku memberi salah satu topeng itu. Ia menatapku kebingungan. "Huh, buat apaan?" Tanyanya. Aku memutar bola mataku, kesal.
"Buat ngelindungin kita dari ilusi didalam." Jawabku ketus.
"Bentar bentuknya, ngapa harus aneh gini sih?" Tanyanya lagi.
Aku menggeram kesal. "Itu namanya estetika. Sudahlah kau tidak akan mengerti." Cibirku. Coba saja Aria mendengar itu, ia pasti akan mengamuk. Karena ia adalah orang yang selalu mengutamakan estetika. Akhirnya Calvin menggunakan topeng itu walau terlihat sekali ia terpaksa, ya aku tak peduli sih. Aku juga turut mengenakan topeng itu.
Kami segera masuk, aku bisa ingat jelas jalan menuju kuil itu. Aneh sekali, kuilnya terlihat lebih besar dari yang aku ingat. Aku sedikit tersenyum, teringat kabar yang aku dengar belakangan ini. "Jadi ini tempatnya, ini asal muasalnya batu legendaris itu?" Tanya Calvin bersemangat.
"Yap. Dan seperti dugaanku, hancurnya batu sapphire berdampak pada tempat ini." Ujarku bangga. Aku segera mendekat ke dalam kuil itu, ukiran ukirannya mulai terlihat lebih jelas daripada dulu. Aku akhirnya menemukan sesuatu yang aku cari kejelasannya selama ini, aku fokus mencoba membaca ukiran ukiran itu.
"Terus sekarang kita cari apaan-."
"Sstt, diem sebentar, lagi konsen nih." Aku membaca semuanya, mencoba mengerti semua isi ukiran itu. Aku sedikit tertawa, "Hhm kayanya ini hari keberuntungan kita, aku berhasil menemukannya."
"Hah! Serius?!" Tanya Calvin turut mendekat.
"Ya, ini dia sihir purba yang kita cari." Tujuanku untuk tetap hidup. Tujuanku mengajak bocah menyebalkan ini, tujuanku mengorbankan segala yang aku miliki.
"ANASTHASEA"
Dengan sihir ini, aku bisa membangkitkan batu Philosopher. Sihir yang bisa memulihkan, memberikan energi, dan bisa memberikan keabadian.
Ariaku, sumber kebahagianku. Dia memintaku untuk tetap bahagia bukan? Aku akan bahagia bila kau kembali, hanya dengan itu aku akan bahagia. Maka dari itu aku akan membangkitkanmu.
Mentariku, Aria Algaea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hefistus || FanFiction || ViFan
FantasyKebahagiaanku hanya dirinya. Ia yang bersinar layaknya Sang Mentari, ia yang tersenyum semanis madu. Aria Algaea, mentariku yang berharga. Aku pasti akan membawamu pulang ...