Usai mengambil barangnya dan singgah ke grocery shop, Gala menyetir mobilnya dengan santai, menikmati senja sembari selama perjalanan kembali menuju rumah barunya.
Sepanjang perjalanan, ia banyak merenung, memikirkan keputusan mendadak Mama untuk pindah. Padahal, semua terasa baik-baik saja sebelumnya meski Mama tidak membersamainya selama tiga tahun terakhir. Mungkin saja, mungkin, Mama ingin kehidupan baru yang jauh dari pikiran tentang Poppa. Gala paham bahwa setiap sudut rumah lamanya sarat akan memori tentang Poppa. Akan tetapi, beberapa tahun ini, Mama pun tidak berada disini. Bukankah itu sudah cukup?
Bukan apa, sejujurnya Gala enggan pindah. Rumah lamanya punya ruang tersendiri di hatinya. Gala ingat betul betapa senangnya ia kala pindah ke rumah itu. Memori masa kecilnya bersama Poppa dan Mama mendadak berputar kembali dipikirannya.
Terkadang, Gala ingin marah, entah kepada siapa. Ia dipaksa tumbuh dewasa karena keadaan. Poppa pergi saat Gala berusia 11 tahun. Sudah hampir sepuluh tahun sejak Poppa menghilang tanpa kabar dan tanpa jejak. Tidak bisa dipungkiri, Gala rindu dengan Poppa.
Gala sempat berharap Mama memboyong dirinya dan Raia untuk ikut dengannya. Meski setiap minggu Mama berkirim pesan dan bertukar kabar, rasanya tidak cukup untuk mengobati rindunya. Gala bingung, namun kebingungannya ia simpan rapat-rapat.
Tidak banyak yang bisa Gala lakukan selain tetap menjalani harinya seperti biasa bersama sang adik, Raia. Kuliah, kerja paruh waktu, hangout, lalu mengurus urusan rumah, begitulah rutinitas hariannya.
Beruntung Raia tidak banyak bertanya ataupun membahas perihal Mama dan Poppa, karena Gala pun tidak tahu harus memberikan jawaban yang seperti apa ketika pertanyaan-pertanyaan itu muncul.
Sampailah Gala ke rumah barunya. Sepi, pikirnya. Ia lalu memarkir mobilnya dan bergegas masuk kedalam rumah.
***
"Raia!" Suara Gala menggema dari halaman belakang.
Raia berlari kecil menuju sumber suara dan menemukan eksistensi abangnya.
"Raia? Dari mana aja?" Raut wajah Gala cemas, Raia yakin ia mencarinya.
"Uh... Tadi aku habis keliling-keliling, eh nyasar di hutan."
"Oh my god, Raia..." Gala memijat keningnya.
"Hehe. Sorry for making you worry." Rais tertawa awkward.
"Pantes rumah sepi. Abang kira kamu pergi kemana gitu. You alright?"
"Yeah..."
"Good then."
"Abang baru pulang atau udah daritadi?" Tanya Raia.
"Barusan sampai." Gala melepas jaket jeansnya.
"Oiya belanjaannya masih di mobil. Ambil gih, Abang mau mandi." Gala melemparkan kunci mobil kepada Raia yang kemudian ditangkap olehnya.
"Oke."
Raia berjalan menuju driveway, membuka pintu mobil, lalu mengambil kantung belanjaannya.
Hari sudah gelap, di sekitar rumah terasa sangat sunyi, tidak ada kendaraan yang berlalu lalang seperti saat ia tinggal di rumah sebelumnya. Hanya ada suara serangga dan hembusan angin malam yang mengiringi langkah Raia.
Ditutupnya pintu mobil Gala, ia lalu bergegas masuk ke rumah. Ditaruhnya kantung belanja itu di atas meja dapur, lalu ia menghambur ke sofa di ruang tengah dan menyalakan TV.
Berulang kali dirinya mengganti kanal TV, berupaya menemukan tontonan yang mampu mengusir kebosanannya, namun tetap saja kebosanan itu tak kunjung beranjak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Magical - Jake Sim
FanfictionZeshka (with Raia)'s adventure to break the spell casted by an unknown witch. BILINGUAL - written in Bahasa Indonesia (and a bit of English).