Badgirl : Sederhana tapi Javis marah

150 21 0
                                    

"Kan aku udah izin Vis, kamu juga udah bilang boleh loh. Kenapa tiba-tiba ngomel sih?" Hazi merengut ketika Javis selesai bicara. 

Javis baru saja mengantarkannya ke apartemen setelah menjemput gadis itu dari kediaman temannya. 

"Kamu denger gak apa yang aku omongin barusan?" Javis bertanya balik. Merasa bahwa Hazi tidak memahami poin yang dia maksud. 

Yang mana hal tersebut justru membuat Hazi semakin merengut sebal. "Tapi kan aku ga kenapa-napa Vis. Gak usah berlebihan gini lah, lagian bukan sekali dua kali loh aku begini dan gapapa kan?" 

Javis terkekeh, menatap Hazi di sampingnya. Berlebihan ya? Memang berlebihan ya, kalau Javis merasa khawatir dengan pergaulan kekasihnya yang tidak ia ketahui itu? Haha, lucu sekali. 

"Turun" katanya datar tanpa ingin bicara lagi. Dia bahkan enggan untuk kembali mendengar ucapan Hazi yang akan penuh dengan pembelaan diri. 

Lama waktu bersama ternyata tetap tidak bisa mengubah sifat sejati manusia. Javis kira Hazi akan sedikit mengurangi hal hal yang berkemungkinan untuk merugikan diri sendiri. Tapi ternyata tidak pernah semudah itu. 

Hazi pada dasarnya tetaplah Hazi yang urakan dan tidak mau mengenal aturan, apalagi mentaatinya. 

Kemarin malam Hazi memberi kabar bahwa dia akan pergi dengan teman-temannya. Javis bertanya siapa saja yang akan pergi bersamanya dan Hazi menyebutkan nama-nama yang belum pernah ia dengar. 

Javis tidak mempermasalahkan itu pada awalnya, tapi ternyata Hazi tidak langsung pulang ketika mereka selesai. Melainkan lanjut berkumpul di salah satu kediaman temannya hingga hari menjelang pagi. Sesuatu yang sangat tidak biasa. 

Lalu puncaknya adalah ketika Javis bertanya untuk menjemput. Seseorang membalas pesannya dengan mengirimkan gambar Hazi yang sedang terlelap. 

Javis menekan panggilan saat itu juga, dan yang ia dengar pertama kali adalah suara seorang laki-laki yang menyapanya dengan sok akrab. 

"Gak sopan kamu buka buka hp pacar saya" 

Laki-laki itu terkekeh. "Takutnya kan penting, eh ternyata pawangnya. Lu tau gak sih, cewe lu daritadi susah banget dah dibangunin. Gak sadar sadar loh dia" 

Ucapan terakhirnya membuat Javis tertawa sarkas. Mengerti betul apa yang dimaksud oleh orang di seberang telepon. Oleh karenaynya, daripada membalas Javis memilih untuk memutuskan sambungan dan melacak keberadaan Hazi melalui ponselnya. 

Hazi merenung, terdiam dengan pikiran kacau ketika mobil Javis hilang dari pandangan. Apa yang ia lewatkan? Kenapa Javis tiba-tiba semarah itu padahal dia sudah sering pulang pagi ketika bermain dengan Ruby? 

Apa yang berbeda kali ini? 

Kenapa sepertinya ada yang salah dengan sikap Javis? 

"Kamu denger gak apa yang aku omongin?" 

Hazi mengingat lagi apa saja yang dibahas Javis ketika kekasihnya itu mengomel panjang lebar di sepanjang jalan menuju apartemennya. 

"Aku tuh bolehin kamu karena biasanya kamu bakal pulang jam 11, gak sampe jam 2 gini zi. Kamu pulang sama Ruby sampai pagi tuh aku ga komentar apapun karena Ruby rajin kabarin soal kamu ke aku. Tapi ini, kamu ikut sama mereka tuh emang udah sepercaya apa sih kamu ke mereka? Kamu mikir gak mereka bisa aja celakain kamu?" 

Ah. Javis marah karena khawatir. Hazi mengerti soal itu, tapi entah kenapa dia masih merasa ada yang mengganjal perasaannya. Seperti ada hal yang ia lewatkan sehingga memercik api kemarahan kekasihnya. 

Hazi pejamkan mata sembari mengingat. 

"Jangan berlebihan gini lah" 

Sial. Sungguh sial sekali. Bagaimana bisa Hazi secara tidak sadar mengatakan hal tersebut pada Javis yang sedang diliputi rasa khawatir. Jelas saja tadi Javis menyuruhnya turun segera tanpa mau bicara lagi dengannya. 

Karena mobilnya ditinggal di kediaman temannya, Hazi memilih untuk segera pergi menggunakan sepeda motor milik Javis yang sudah lama menjadi hak miliknya. Dia buru-buru menyusul Javis yang ia yakini belum jauh dari sekitar apartemennya. 

Meskpun iya, Hazi jelas tahu benar kemana kekasihnya itu akan pergi. Tentu saja rumahnya sendiri. 

Dan benar saja karena Hazi dapat dengan mudah mengenali mobil Javis yang belum jauh pergi dari tempat tinggalnya. Javis memang bukan tipe pengendara cepat ketika sedang marah, dia akan membawa kendaraannya di kecepatan yang cukup normal sembari menikmati jalan. 

Motornya ia gunakan untuk menghadang Javis yang entah kenapa seperti baru sadar kalau Hazi menyusulnya. Hazi merengut ketika semula dia kira Javis akan mempercepat laju, tapi rupanya dia justru mengambil jalur kiri dan memutuskan untuk berhenti di sisi jalan. 

Hazi turun dari motornya dan hendak membuka pintu di sisi Javis. 

"Apa?" tanya Javis sambil menurunkan kaca dan dengan sengaja mengunci pintu mobilnya di hadapan Hazi. 

Sadar dirinya yang sedang bersalah, Hazi sama sekali tidak protes soal itu. Memang. Tapi tangannya dengan lancang terulur untuk membuka kunci itu sendiri dan segera masuk ke dalam. 

Javis tidak mengira pergerakan itu, tapi tangannya refleks memegang pinggang Hazi ketika kekasihnya tiba-tiba duduk di pangkuan. 

Hazi menangkup wajah Javis dan meminta perhatian kekasihnya agar mau menatap lebih lama. Yang tentu saja sama sekali tidak Javis tolak. 

"Maaf" katanya manja. "Maaf udah ngomong kaya gitu tadi. Aku gak sadar malah ngomong kaya gitu ke kamu" Hazi menatap kekasihnya dengan binar memohon, mengeluarkan jurus andalannya ketika dia merasa Javis akan meledak memarahinya. 

"Aku minta maaf udah bikin khawatir. Mereka temen baru aku di kampus terus kita sebenernya mau bikin projek gitu makannya sampe malem kumpulnya" Hazi melanjutkan cerita ketika dilihatnya Javis mulai melunak. 

"Apa susahnya jelasin?" tanya Javis yang tidak membutuhkan apapun selain penjelasan yang jujur dari kekasihnya. Kalau sudah begini, wajar saja Javis merasa khawatir dan curiga pada Hazi. 

Hazi mengusap kedua bahu kekasihnya menenangkan. "Maaf, aku salah juga soal itu." 

"Terus kenapa temen kamu sampe buka buka hp kamu? Kan ga sopan zi" 

"Soalnya kan hp aku emang ga dikunci vis, kamu juga tau sendiri" 

"Tetep aja ga sopan. Aku ga suka ada orang buka buka hp kamu sembarangan gitu, apalagi sampe bales chat aku padahal kamunya tidur". 

Hazi tersenyum salah tingkah karena menyadari bahwa Javisnya ini sedang cemburu. Gadis itu kemudian melingkarkan tangannya di leher Javis dan semakin melebarkan senyum yang membuat Javis sama sekali tidak mengerti. 

"Aku suka deh setiap kali kamu cemburu gini" ujarnya dengan nada centil. Kemudian matanya menatap Javis lekat, "Tapi tenang aja ya sayang, temen temen cowokku yang lagi satu projek ini gak suka sama cewek. Hehe" 

Kemudian gadis itu mencium kekasihnya yang mulai merajuk. 



End. 

Slice Of Life [All My Universe] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang