See you in that wedding dress.Lama mematut diri di depan cermin, kini saatnya ia keluar dan menemui sang ibu. Seseorang dengan hati lapang yang senantiasa mendampinginya arungi malam yang panjang.
"Anakku Jendral, sudah siap nak?" Wajah cantik itu berseri, tapi tatapnya tak dapat bohongi diri bahwa ia sedang bersedih hati.
Jendral raih tangan ibunya. Ia usap pelan sebelum menciumnya perlahan.
"Jendral siap mah, mamah bakal temenin Jendral kan?" Andara mengangguk tanpa ragu. Memeluk putra kesayangannya yang kini terlihat begitu gagah dalam balutan jas mewah.
Jenagara berada di ambang pintu bersama si cantik Zaylin. Larut dalam haru hingga lupa bahwa mereka terburu waktu.
Andara berjalan lebih dulu bersama Jenagara. Sementara Jendral menyusul dengan Zaylin yang memeluk lengannya.
"Gausah memble" katanya pada si cantik yang selama berjalan terus memeluk Jendral.
Zaylin mendengus tapi tetap tidak mau melihat kakaknya yang terlihat begitu tampan hari ini.
"Kamu gak ngerti perasaanku kak" katanya membalas ketika Jendral lagi lagi menyinggung dirinya yang sedang bersedih.
Jendral terkekeh geli, usap rambut adiknya yang hari ini tertata dengan amat cantik.
"Makasih ya dek, udah peduli sama perasaan aku" Jendral berkata sebelum menarik si cantik dan mencium keningnya.
Zaylin yang mendapatkan afeksi secara tiba-tiba dari kakaknya itu tak kuasa menahan air mata. Lolos begitu saja di depan Jendral yang masih tersenyum menatapnya.
"Aku gak akan kemana mana dek" katanya berusaha menghibur meski akhirnya justru buat Zaylin semakin bersedih.
Jenagara dan Andara yang melihat keduanya berpelukan memutuskan untuk menunggu sedikit lebih lama. Memberikan waktu bagi kedua saudara itu untuk saling berbagi kasih sebab keduanya baru bertemu kembali setelah lama berpisah.
Zaylin terburu-buru pulang dari perantauan setelah mendapat kabar yang cukup mengejutkan. Sengaja pulang untuk menemani yang tersayang.
Dan Jendral sangat bersyukur untuk kepulangannya.
-
Gedungnya luas, didekorasi dengan cantik sesuai dengan keinginan si cantik. Bernuansa cerah dengan tema yang cukup menyegarkan mata. Jendral terpana sejak awal kedatangannya.
Terutama pada bintang utama yang berdiri anggun dalam balutan gaun. Parasnya mempesona, pun senyumnya yang indah merona.
"Yatalana cantik ya kak?" Itu Jenagara. Berdiri dengan tegap di sampingnya.
Jendral mengangguk dengan ulasan senyum yang nyaris tak terlihat. "Waktu papah nikah sama mamah, mamah secantik apa?"
"Cantiknya buat saya gak bisa memalingkan wajah. Seolah olah cuma ada dia di ruangan yang saat itu gak sebesar ini. Saya gak bisa kehilangan sosoknya dalam sedetik pun, rasanya gak tahu kenapa seperti ada magnet yang buat saya terus lihat dia lagi dan lagi"
Jendral tersenyum hangat. Entah kenapa dia seolah bisa membayangkan secantik apa ibunya kala itu.
Jenagara menoleh pada putranya. Balas tersenyum dengan bangga atas keberadaan putranya saat ini.
"Jendral, papah mungkin belum pernah bilang ini secara langsung ke kamu. Tapi kali ini, papah ingin sekali berterima kasih. Andai waktu itu kamu gak ada, papah mungkin gak akan menikah dengan mamah kamu. Jadi terima kasih karena sudah berikan kami jalan untuk bahagia, ya?"
Belum sempat Jendral menanggapi, Jenagara segera menyela. "Karena itu, kamu juga harus bahagia ya nak. Papah, mamah sama Zelin selalu ada untuk kamu".
Jendral mengangguk paham. "Makasih pah"
"Iya, tuh dia nyamperin kamu" katanya sebelum pamit meninggalkan putranya.
Jendral mengalihkan pandangannya. Di sana, gadis cantik yang menjadi bintang utama hari ini sedang berjalan dengan begitu anggun ke arahnya.
Keduanya saling melempar senyum. Tidak menyangka bahwa mereka akan berada pada titik ini. Sebuah akhir yang tidak pernah mereka sangka.
Yatalana pernah bercerita mengenai mimpinya soal gaun pernikahan. Gadis itu inginkan gaun yang nyaman tapi tetap membuatnya indah dalam pandangan. Jendral tersenyum lagi, begitu bangga sebab gadis itu kini menikmati impiannya.
"Hai" sapa Jendral dengan senyumnya yang begitu hangat.
Yatalana tersipu, dengan malu menjawab sapaan Jendral. "Hai"
Keduanya saling menatap dengan kagum pada satu sama lain sebelum Jendral lebih dulu mendekat, meminta izin dengan tatap agar raga di depannya dapat ia dekap.
Yatalana berikan anggukan pelan, merentangkan tangan memberi izin. Sebelum akhirnya menikmati rengkuhan hangat yang sejak lama ia dambakan.
Keduanya larut dalam perasaan hingga tak menyadari bahwa derap langkah sayup sayup terdengar. Jendral yang lebih dulu sadar lantas membuka matanya perlahan. Menepuk punggung si cantik dalam dekapan, sebelum berbisik pelan.
"He's here"
Mendengar itu, Yatalana justru eratkan pelukan. Meminta dengan sangat agar waktu dapat berbaik hati memberinya kesempatan lebih lama untuk menikmati pelukan yang begitu hangat.
"Aya?"
Yatalana berdeham, menghela nafas tegar sebelum balas berbisik pelan. "Makasih udah dateng, Jendral".
Jendral melepaskan pelukan. Tatap si cantik yang wajahnya berubah muram.
"Aku udah pernah janji, kan? See you in that wedding dress, Aya"
"Tapi kamu gak pernah bilang, kan? Kalau kamu bakal lihat ini sebagai tamuku, Jendral?"
Jendral tidak membalas, sehingga pertanyaan itu tak pernah Yatalana dapatkan jawabannya.
End.
This is actually Jendral & Yatalana in unknown universe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Slice Of Life [All My Universe]
FanfictionMenceritakan penggalan kisah-kisah yang belum pernah diceritakan sebelumnya. All My Universe berisikan tentang semua tokoh dalam dunia fiksiku. Enjoy!!!