Bab V. Atma Deepo Bhava

3 1 0
                                    

wees een licht voor jezelf

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

wees een licht voor jezelf. zoals de glinsterende zee wanneer de schemering het licht dimt

 zoals de glinsterende zee wanneer de schemering het licht dimt

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senja di tanah Jawa memang menawan. Banyak serdadu burung yang beterbangan. Menyimak angin yang terus bergejolak. Dan menaruh harapan di akhir matahari terbenam. Ngayogyakarta ini benar-benar cantik dengan tradisinya. Ia angung dengan lentiknya sang budaya.

Pramoedya menatap pantulan cahaya senjada dari sebalik jendela kaca kecil di pojok ruangan ini. Ada siulan merdu dari belakang tubuhnya. Rupanya pemuda yang digiring bersamanya tadi yang melakukan siulan itu. Manik mata Pramoedya menatap lelaki itu dengan datar. Lalu berjalan perlahan kearahnya dan duduk di sampingya. Menepuk bahunya pelan untuk mengintrupsi lelaki itu agar terus bersiul.

"Sopo jenengmu?" Tanya pemuda itu kepada Pramoedya.

"Aku Pramoedya." jawab Pramoedya sambil mengulurkan tangannya.

"Aku Ajibara."

Ajibara menjabat tangan Pramoedya lugas. Kedua lelaki itu tersenyum sebagai tanda pengenal. Pramoedya melepas tangan Ajibara, pandanganya menyusuri ruangan yang sangat luas itu. Mengamati detail demi detail agar ia bisa membawa bukti untuk penyelidikannya.

Ruangan ini terlihat lembab tanpa adanya ventilasi udara yang biasanya ada di ruangan besar seperti ini. Bahkan hanya ada satu jendela kecil di pojok ruangan. Lampu minyak yang hanya ada disetiap sudut ruangan tidak membuat kegelapan ini sirna. Semuanya gelap, tetapi yang membuat Pramoedya terpana adalah gambar besar di tengah ruangan ini. Ah, ralat— lebih tepatnya patung pemuda dengan pedang yang memiliki lambang bintang dan bulan.

Saat hendak berjalan mendekati patung itu, suara pintu dibuka secara paksa membuat kaki Pramoedya terhenti. Lalu pandangan matanya menatap segerombolan orang dengan pakaian jas hitam dan topi baret yang tidak dikenakan oleh anak buah Sumito yang beberapa jam lalu ia lihat.

"Sit down!" gertak para orang-orang itu.

Pramoedya melangkahkan kakinya kembali disamping Ajibara. Mendudukkan tubuhnya kembali sembari menatap orang-orang dengan pakaian formal itu. Jantungnya sedikit berdetak, ia takut jika pada akhirnya ia akan dieksekusi mati disini. Bahkan pertolongan tidak kunjung datang. Entah apa yang terjadi di luaran sana, yang pasti Pramoedya sudah memiliki rencana lainya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sembagi ArutalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang