.
Ruangan yang dipenuhi rak-rak penuh buku, masing-masing berisi segudang pengetahuan, kini lebih mirip gudang yang terlantar. Debu tebal menyelimuti setiap permukaan, siap membuat siapa saja bersin begitu menghirupnya. Sudah lama ruangan ini tidak disentuh sapu atau kain lap, hingga laba-laba bebas menenun jaring mereka di berbagai sudut. Meski redup, lampu tua yang masih berfungsi dinyalakan, memberikan cahaya lemah yang sekadar cukup untuk mengusir bayang-bayang kegelapan.
Jari-jari lentik yang dibalut sarung tangan putih milik seorang gadis menyusuri punggung-punggung sampul buku yang berbaris rapi di rak. Dengan bantuan penyangga lilin yang dipegangnya, cahaya dari lilin yang menyala di atasnya menerangi setiap langkah pencariannya.
Akhirnya, matanya tertuju pada sebuah buku dengan judul yang mencolok: Warisan Kekuatan: Sejarah dan Aturan Pengendalian.
Gadis itu, dengan surai hitam panjang yang dihiasi helai rambut berwarna kuning, menarik buku tersebut dari rak dengan hati-hati.
Gadis itu, Althea namanya, mulai membawa buku itu ke sebuah kursi dengan meja yang menghadap kearah jendela dengan luar nya sebuah taman berisikan bunga hasil rawatan nenek dan ibunya.
Gadis itu, Althea namanya, membawa buku berjudul Warisan Kekuatan : Sejarah dan Aturan Pengendalian menuju kursi di sudut ruangan.
Kursi itu terletak di depan sebuah meja yang menghadap jendela besar, di mana pemandangan taman penuh bunga yang dirawat oleh nenek dan ibunya dapat terlihat dengan jelas.Cahaya matahari dari Solvius, menyusup melalui jendela dan menerangi perpustakaan kecil yang tampak seperti ruangan yang sudah lama terlupakan. Untuk menambah kesegaran di dalam ruangan, Althea membuka jendela lebar-lebar, membiarkan udara segar masuk dan menyatu dengan debu-debu yang mengambang. Langkah ini diambilnya untuk memberi kehidupan baru pada ruang yang selama ini terabaikan.
"Aku butuh seseorang untuk memberikanku pujian karena perjuanganku melawan debu ini," gumam Althea dengan nada setengah bercanda. Meskipun wajahnya tetap tenang, di dalam hatinya, ia merasa cukup kesal dengan ketidakrapian perpustakaan ini.
Althea tidak menghiraukan debu-debu yang melayang di udara. Dengan cermat, ia membuka buku dengan lapisan tebal kertas yang bertuliskan kata-kata bersejarah. Iris mata Althea, yang memiliki Sectoral Heterochromia , bergerak menyapu pupil matanya dari kiri ke kanan saat ia membaca setiap kata dengan seksama.
"Oh, iya. Aku lupa untuk mematikannya," gumam Althea sambil meniup lilin yang menemani perjalanan di ruang redup. Ia mematikan api yang menyala, mengingat perpustakaan sudah cukup terang dengan cahaya alami dari luar yang masuk melalui jendela.
Althea membaca setiap kata dari halaman buku tersebut dengan penuh perhatian. Meskipun tidak terlalu penting, ia tetap berharap menemukan kata kunci yang dicarinya.
Dalam buku itu tertulis, "Siapapun yang melanggar peraturan ketat yang diberlakukan oleh penegak hukum terdahulu, yaitu larangan menggunakan pengendalian kekuatan di luar bidang yang ditentukan, akan dihukum mati. Baik itu tindakan yang disengaja maupun kelalaian dalam penggunaan kekuatan yang berakibat merugikan dirinya sendiri. Peraturan ini diberlakukan pada Era Placidia, setelah Era Ardentia. - Valor Dawncrest."
Raut wajah Alth terlihat jengkel. Ia bergumam, "Aku tahu kalau peraturan ini diciptakan untuk mencegah peperangan. Tetapi masa hukumannya mati, sih?"
Merasa malas untuk melanjutkan membacanya, Alth menutup bukunya. Ia sudah tak berselera.
Alth mengembalikan buku tebal itu ke habitatnya. Sebelum pergi dari perpustakaan terbengkalai ini, ia menutup kembali jendela yang sempat ia buka. Mematikan lampu redup yang tidak cukup berguna karena sudah ada cahaya dari luar. Dan menutup kembali pintu perpustakaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Law Beyond Bounds
FantasyDi dunia Tellus, melanggar aturan kuno adalah dosa yang tak termaafkan, dan rumor menyebutkan bahwa hukuman mati menanti siapa pun yang melakukannya. Althea, dengan rasa ingin tahunya yang besar, memutuskan untuk melawan aturan ini, meski ia tahu ko...