He's arrived

16K 523 21
                                    

"Hallo stell" aku sedang menelpon stella untuk mengajaknya ke salon.

  "Hallo ra, ada apa?" tanya stella to the point.

  "Salon yuk stell" ajakku.

  "Yah, maaf ra. Gue gak bisa, ada nyokap gue soalnya di apartemen. Jadi gue mau nemenin dia jalan - jalan dulu".

  "Yah, yaudah deh. Salam sama mama lo" 

 "Oke ra" akupun mengakhiri telepon tersebut

 Aku semakin bosan dengan harus diam di apartemen seperti ini disaat hari minggu, aku pun menyibukan diriku sendiri dengan menggambar bangunan - bangunan villa yang ada di dalam otakku, aku menuangkan semua isi otakku ke dalam kertas hvs berwana putih. 

Tak lama setelah itu, terdengar suara bell dari pintu apartemenku, aku pun berjalan keluar kamarku untuk melihat siapa yang datang.

 Tingnong tingnong tingnong 

 "Iyaa sebentar" ujarku seraya berjalan ke arah pintu. 

 Aku terkejut mengetahui siapa yang datang. Gavin, dia sedang berdiri di depan pintu apartemenku menggunakan celana pendek selutut berwarna maroon dan baju kaos berwarna biru gelap, dengan penampilan seperti itu dia terlihat tiga kali lipat lebih tampan ke banding sebelumnya.

 Aku masih terpaku melihatnya yang berada di depan pintu, sungguh aku senang karna dia datang ke tempatku, tapi aku juga penasaran dari mana dia bisa mengetahui alamat tempat ini. 

 Akupun bertanya dengan nada yang seolah - olah tidak suka atas kedatangannya. "Kok lo tau alamat apartemen gue?" 

 "Taulah," ujarnya singkat seraya menrobos masuk ke apartemenku dan langsung duduk di sofa yang ada di tengah ruangan.

 "Terus lo mau ngapain kesini?" tanyaku dengan nada pura - pura kesal 

 "Tamunya gak di buatin minum nih?" tanya Gavin sambil menaikan satu alisnya.

  "Oke, tapi setelah lo cerita buat apa ke sini"

 "Oke, gue kesini di suruh bokap lo," jawabnya santai seolah tidak terjadi apa - apa. 

 Ih daddy, ngapain cobak nyuruh orang kayak dia kesini. "Emang di suruh ngapain?"

  "Gue haus" ni orang ke apartemen gue cuman minta minum? nyebelin ih. 

 "Oke, gue ambilin minum dulu," ujarku seraya berjalan ke dapur untuk mengambil 2 kaleng coke yang ada di kulkas. 

 "Gue cuman punya ini aja," sambil menyerahkan satu kaleng coke untuknya.

 "Oke gak apa," ujarnya singkat tanpa mengucapkan terimakasi.

Setelah ia menyesap minumannya, kemudia ia menceritakan kenapa dia datang ke apartemen ku, yang membuat aku tercengang adalah ketika dia memberitahuku bahwa daddy lah yang menyuruhnya datang ke apartemenku, daddy juga minta tolong kepada Gavin untuk menjaga ku beberapa minggu selama Gavin menjalankan anak perusahaan keluarganya yang ada di negara ini.

 Gavin juga menjelaskan tentang kekacauan yang terjadi di club sebelum aku berangkat ke sini, dia mengatakan bahwa dia bukan pacar, tunangan, atau calon suami Jesslyn. Keluarga mereka memang saling mengenal satu sama lain, tetapi hanya dalam hubungan bisnis tidak lebih dari itu. 

Gavin juga sepertinya ingat sewaktu acara makan keluarga bahwa kita sepakat untuk memanggil nama atau sebutan aku-kamu, oleh karna itu dia meminta agar kita tidak mengucapkan lo-gue lagi melainkan nama atau sebutan yang lebih normal. 

 Jam pun sudah menunjukan waktu satu siang, dan itu artinya waktu makan siang. Gavin melirik jam tangannya. "Udah waktunya makan siang, mau bareng?" 

 Oh damn! dia mengajakku makan siang bersama, dengan cepat aku mengiyakan ajakannya. "Boleh deh, disini juga gak ada apa apa yang bisa di makan" 

"Yaudah yuk, brangkat sekarang" Ajaknya seraya hendak berdiri.Aku pun dengan cepat memegang tangannya sebelum dia beranjak dari tempat duduknya. 

"Bentar dulu dong, aku mau ganti baju dulu," ujarku sambil melihat pakaian yang aku gunakan ini.

 Gavin pun melihat pakaianku dan tersenyum. "Yaudah gih, sana cepet," ujarnya seraya duduk di tempat yang tadi. 

 "Oke, bentar" ucapku sambil berjalan ke arah kamar.

*****

 Author Pov 

 Di dalam kamar, Laura sibuk memilih - milih baju yang akan dia gunakan. Berkali kali dia mematut dirinya dicermin, dan berkali - kali juga dia membuang bajunya yang menurutnya tidak cocok. 

Padahal setiap baju yang Laura gunakan terlihat sangat cocok, cantik dan pas di badannya, tapi mulai saat ini, dia merasa percaya dirinya hilang. Mungkin ini dampak dari hatinya yang mulai merasakan bahwa Laura telah jatuh cinta kepada Gavin. 

Laura berdecak kesal sambil melihat jam tangannya bahwa sudah 10 menit dia memilih - milih baju tetapi belum juga mendapatkan yang ia inginkan. Akhirnya Laura pasrah dan mengambil secara acak baju baju yang ada di atas kasurnya karna ulahnya tadi.

Tanganya mengambil dress  selutut berwarna merah maroon, Laura juga mengambil cardigan pendek sebatas pinggang yang berwarna putih tulang, setelah puas dengan tampilannya di depan caermin, Laura melangkahkan kakinya untuk mengambil sling bag berwarna hitam. 

 Laura pun membuka pintu kamarnya, dan dia melihat Gavin yang memperhatikannya dari atas sampai bawah, Laura sangat merasa gugup saat dilihat seperti itu, dia takut bawha penampilannya tidak cocok saat mereka jalan bersama.

 "Cantik" guman Gavin tanpa sadar. 

 Laura berjalan mendekat ke arah Gavin untuk mengajaknya berangkat sekarang. "Yaudah yuk brangkat"

 Gavin masih diam terpaku melihat penampilan Laura. Sampai akhirnya Laura melambai - lambaikan tangannya di depan wajah Gavin, dan saat itu juga Gavin tersadar oleh lamunannya melihat peri cantik di depannya."Eh.. yaudah yuk brangkat sekarang" ajak Gavin kikuk seraya menghusap tengkuknya yang tidak gatal itu. 

 Dalam perjalananpun mereka pun saling diam, seakan tidak mengenal satu sama lain, yang terdengar hanya suara radio. 

Mobil Gavin pun memasuki salah satu restaurant italia, Gavin dan Laura menyebutkan makanan yang akan mereka pesan kepada pelayan, setelah selesai pelayanpun meninggalkan mereka berdua dalam kondisi canggung.

 "Skripsi mu sudah jadi belum ra?" tanya Gavin mencairkan suasa yang sangat kaku ini. 

 Laura yang tadinya main hp pun terkejut mengetahui Gavin membuka suara, "Eh udah kok, tapi belum selesai"

 "Mau di bantu?" Laura pun terkejut untuk kedua kalinya mendengar bantuan dari Gavin, tapi di balik keterkejutnya itu, Laura senang Gavin akan membantunya. 

 "Boleh sih, tapi kalau kamu ....." 

Belum selesai Laura berbicara tapi Gavin sudah menyelanya, "Aku gak sibuk kok, toh kan aku juga sudah janji kepada daddy kamu" 

 Mendengar ucapan itu, raut muka Laura menjadi sedih, karna Gavin terpaksa membantunya karna diminta daddy bukan dari niatnya sendiri. 

"Wah, terimakasih ya kalau begitu," ujarnya dengan tersenyum manis, tetapi Gavin menyadari bahwa senyuman itu bukan senyuman yang selama ini dia lihat, dia merasa ada yang aneh dari senyum Laura itu. 

 Tak lama kemudian makanan yang mereka pesan itupun datang, meraka makan dalam diam. Sebutulnya Gavin ingin membuka suara terlebih dahulu tapi entah kenapa bibirnya terasa sangat kelu untuk mengucapkan sepatah kalimat. Berbeda dengan Laura, perempuan itu makan dalam kesedihan hati  yang di timbulkan oleh ucapan Gavin tadi.




Next part, slow update yaa guys hehe.

The Playboy CEO [PENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang