05 : Dipantau

87 59 23
                                    

Hai friend aku back, btw aku double up nih karena Senin kemaren nggak bisa up mwhehe

Yuk ramaikan dengan vote dan komen kalian!!

Happy reading(⁠◕⁠ᴗ⁠◕⁠✿⁠)

****

Hari Senin pun tiba, ini merupakan hari yang sangat begitu tidak disukai oleh para pelajar sekolah, bukan begitu?

Tapi beda halnya dengan Kanaya, anak itu akan selalu semangat jika urusan belajar, dia memiliki cita-cita ingin memiliki uang banyak dan pergi dari sisi Ayahnya karena ia sudah muak dengan kelakuan pria itu.

"Mau kemana kamu?" tanya Haura saat berdiri di depan pintu kamar Kanaya.

"Berangkat sekolah, emang mau kemana lagi?" Ucapan Kanaya barusan membuat Haura begitu geram.

"Bikinin kita saparan dulu," suruhnya.

"Lho, kenapa bukan Tante saja?" Nada bicara Kanaya seketika berubah, ia sudah muak dengan kelakuan wanita itu.

Memang setelah kemarin Kanaya kena tegur, wanita dihadapannya ini jadi semakin menguji kesabarannya, tapi walau begitu Kanaya masih berusaha menghormatinya.

"Oh, udah mulai berani kamu ya?" tanya wanita itu.

"Saya akan telat jika terus berdebat dengan Tante, saya permisi!" ucap Kanaya dengan datar tapi penuh penekanan.

Lagi-lagi Haura dibuat jengkel oleh anak sambungnya itu, menyebalkan sekali, mengapa Alden menghasilkan anak yang begitu menyebalkan seperti Kanaya?

****

Di perjalanan Kanaya berjalan begitu santai, waktu masih menunjukkan pukul 06.27 dan masih ada 33 menit lagi untuk gerbang ditutup, jadi santai aja lah jalannya.

Udara hari ini begitu menyejukkan, Kanaya suka itu dan seperti biasa, hoodie abu muda selalu ia kenakan untuk menutupi tubuhnya yang banyak sekali luka-luka memar.

SMA Mentari hanya beberapa meter saja dari tempatnya saat ini, tapi dari belakang Kanaya ia mendengar sebuah klakson mobil. Seketika Kanaya menoleh dan mendapati Gibran yang berada di dalam sana.

"Gibran?" Bingung Kanaya.

"Masuk Ay, kita berangkat bareng," katanya dengan terlihat begitu senang.

"Nggak usah, dikit lagi sampe," ucap Kanaya sambil menunjuk SMA Mentari yang gerbangnya mulai terlihat.

Gibran mangut-mangut, ia lalu keluar dari mobil dan tentu saja itu membuat supirnya terkejut, pria yang menjadi supir pribadi Gibran pun ikut turun.

"Eh Den Gibran ayo masuk lagi, Nyonya bilang saya harus mengantarkan Ade  sampai dalam sekolah," ucap pria itu.

Gibran berdecak. "Ah, tidak perlu Mang, saya bukan anak kecil lagi yang harus diantar sampai halaman sekolah, malu saya."

"Tapi itu perintah Nyonya, Den. Kalau saya tidak menuruti, saya bisa-bisa dipecat," ujarnya.

"Ya makanya Mamang jangan ngomong atuh, saya juga nggak akan ngadu ke Mama."

"Aden bener?"

Gibran mengangguk. "Ya, sana Mamang kembali ke rumah, kalau Mama nanya Mamang tinggal bilang kalo saya selamat sampai tujuan. Udah ya Mang, nanti telat lagi, dadah Mang!"

Gibran lalu mendorong bahu Kanaya agar ikut berjalan bersamanya, ia juga menghindari pertanyaan yang pasti akan kembali dilontarkan oleh supir pribadinya itu.

Kanaya dan Kehidupannya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang