02 : Fakta yang menyakitkan

118 76 14
                                    

Aku double up nih! Yuk ramaikan dengan vote dan komen kalian di setiap bab!!

Happy reading!!

****

10 tahun kemudian ...

Seorang gadis yang kini sudah cantik dengan seragam putih abu-abu yang melekat pada tubuhnya tengah memasukkan buku-buku ke dalam tasnya.

Ia lalu mengambil hoodie abu muda miliknya lalu langsung ia pakai, semenjak kepergian ibunya 10 tahun silam, ia menjadi sosok gadis yang pendiam dan juga suka menyendiri.

Selain suka mengenakan hoodie, gadis itu juga memiliki niat lain, yaitu menutupi tubuhnya yang terdapat banyak sekali luka memar, terlebih lagi di bagian tangan dan juga punggungnya.

Setelah dirasa tidak ada yang tertinggal, gadis itu pun keluar dari dalam kamarnya. Saat melewati ruang tamu, ia begitu dibuat jengkel dengan botol alkohol yang begitu banyak di atas meja.

"Ayah minum sebanyak ini? Huft, apa dia tidak sayang dengan dirinya sendiri?" gumamnya sembari memindahkan gelas itu atau lebih tepatnya membuang gelas itu ke tong sampah.

Setelah membereskan semuanya, gadis itu pun segera berangkat ke sekolah karena waktu sudah menunjukkan pukul enam lebih empat puluh lima yang dimana 15 menit lagi gerbang sekolah akan ditutup.

****

Sesampainya di dalam kelas, gadis itu langsung menghampiri loker yang berada dibelakang kelas untuk mengambil buku paket mata pelajaran hari ini, sengaja ia tinggal karena tas akan begitu berat jika buku paket dibawa pulang.

Namun ia terdiam saat lokernya dipenuhi dengan sampah, ia hanya memandanginya sejenak lalu mulai memungutinya dan dibuang ke tong sampah.

Memang, di sekolah gadis itu selalu mendapat kekerasan dari teman-temannya, baik verbal maupun non verbal. Tetapi semua itu ia telan bulat-bulat, tidak pernah sekali pun ia menceritakannya kepada guru BK maupun sang Ayah.

"Pagi semuanya, silahkan duduk di tempat kalian masing-masing," ucap guru yang baru saja masuk.

Semuanya patuh, semua murid seketika langsung duduk pada tempatnya masing-masing, begitu pun dengan gadis yang baru saja menyelesaikan acar membersihkan lokernya.

"Kanaya, bisa lepas hoodienya? Ini di dalam kelas," tegur guru itu.

Gadis yang dipanggil Kanaya menggeleng. "saya sedang sakit bu, saya kedinginan," bohongnya, padahal itu hanya sebuah alibinya saja agar tidak ada yang mengetahui luka-luka di tubuhnya itu.

"Kamu itu kalau di suruh pasti begitu terus jawabannya, masa iya sakit setiap hari?"

Kanaya tidak meresponnya, terlihat guru itu begitu jengkel. "Yasudahlah terserah kamu saja, kamu memang sangat keras kepala!" ucap guru itu yang sekaligus wali kelasnya.

Setelah perdebatan singkat antara murid dan gurunya, pelajaran pertama pun dimulai, sementara gadis yang dipanggil dengan nama 'Kanaya' mulai memperhatikan penjelasan guru di depan sana.

****

Bel pulang pun tiba, akhirnya waktu yang ditunggu Kanaya telah tiba. Gadis itu memang akan sangat senang jika mendengar bel pulang, karena menurutnya di tempat yang begitu ramai itu menyesakkan.

Dia adalah gadis yang sama, Kanaya di usia 6 tahun yang selalu dijauhi anak-anak sekitar rumahnya dan hal itu masih berlaku dengan Kanaya yang berusia 16 tahun saat ini, masih sama, tidak memiliki satu teman sekali pun.

"Kanaya," panggil seseorang dari belakangnya, itu Bu Surti, tetangga rumahnya yang berjalan dengan tergopoh-gopoh.

"Ada apa Bu?" tanya Kanaya dengan sopan, walaupun dari luar ia nampak begitu dingin, tapi percayalah, ia aslinya begitu hangat pada orang-orang yang memperlakukannya dengan baik juga.

"Itu, Ayah kamu bawa wanita lagi, apa itu ibu baru kamu?" tanya Bu Surti.

Kanaya menaikkan sebelah alisnya. "Wanita?"

"Ya, mereka nampak begitu dekat dan serasi sekali," kata Bu Surti lagi.

Kanaya mengangguk paham. "Baiklah Bu, makasih infonya," ucap Kanaya sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan Bu Surti.

Sesampainya di rumah, Kanaya langsung disambut dengan pasangan yang tengah bergandeng tangan di sebuah sofa panjang dan juga terdapat remaja laki-laki yang sepertinya usianya berada di atasnya.

"Ayah? Mereka siapa?" tanya Kanaya setibanya di depan pintu, ia bahkan masih berdiri di ambang pintu.

Alden yang notabennya adalah ayah dari anak itu menyadari keberadaan anaknya itu, ia lalu berdiri. "Mereka? Mereka adalah keluarga baru kita dan wanita ini adalah ibu baru kamu dan laki-laki itu adalah kakak tiri kamu," kata Alden dengan begitu bangganya.

"Kapan ayah menikahinya?" tanya Kanaya.

"Hmm, sudah lama, jauh sebelum ibu kamu meninggal. Kami sudah pacaran lalu Ayah menikahinya, mungkin sudah ada sekitar 5 tahun kami menikah."

"J-jadi, ayah udah lama mendua?"

Alden mengangguk. "Bisa dikatakan begitu. Sapa lah ibu dan saudara baru kamu, Kanaya," suruh Alden.

Kanaya menggeleng. "Kanaya nggak mau," kata anak itu dan ia memutar tubuhnya, pergi keluar meninggalkan rumahnya.

"Kanaya! Mau ke mana kamu!" Alden hendak mengejarnya tetapi Haura menahan kepergiannya. "Mau kemana, Mas?" tanyanya.

"Aku mau kejar anak itu, dia sudah bersikap tidak sopan dengan kamu," ucap Alden dengan menggebu.

Haura menggeleng. "Tidak perlu, biarkan dia pergi, nanti juga balik kok."

****

Di pemakaman, Kanaya menangis di depan makam sang ibu. Ia baru menyadari apa penyebab kemarahan ayahnya waktu itu, mungkinkah pria itu marah kepada Lauren karena memergokinya saat sedang menikah?

Sungguh, fakta itu sangat menyakitkan hati Kanaya. Ibunya begitu kuat menghadapi sikap ayahnya yang sangat kasar dan selalu bermain dengan perempuan lain di luar sana.

"Ibu, ayah ternyata punya istri lain, Bu. Ibu, apakah ibu tidak tau? Kenapa ibu bisa menikah dengan ayah? Ayah mendua Bu!! ucapnya dengan lirih, air matanya sudah tidak dapat ia bendung lagi.

Suara petir mulai terdengar dan itu cukup membuat Kanaya merasa takut, tapi rasanya begitu enggan untuk beranjak dari sini dan pulang ke rumah.

Kanaya mulai merasakan air hujan yang mulai menetes, walaupun ia kecewa dengan ayahnya, tetapi ia masih sayang dengan pria itu, bagaimana pun pria itu tetaplah ayahnya.

"Aku pamit pulang ya Bu, ibu tenang aja, aku tetap lebih sayang ibu dibanding Tante Haura, ibu akan selalu di hati Kanaya," ucap anak itu dengan lirih, ia mulai beranjak dari sana dan menuntun tungkainya menuju rumah.

Tbc

Jangan lupa untuk vote dan komennya!!

Gimana sama kesannya baca bab ini?

Pesan untuk Kanaya👉🏻

Pesan untuk aku😁👉🏻

See you di chapter selanjutnya!!💗🤪

IG:
byubwerrymoon

Kanaya dan Kehidupannya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang