iv. [dongren]

1K 84 1
                                    

Tags: dongren drabble. fluff. college life. the huang universe. hc as atawa xander, rj as junior huang.

"Gak bisa! Lo harus nambahin slot buat booth makanan...."

Perdebatan sore itu jauh dari tema 'diskusi dengan kepala dingin'. Suara lantang saling menantang menggema di aula kampus sejak rapat kepanitiaan festival kampus digelar.

Tawa bertindak sebagai kepala seksi acara dengan membawahi empat anggota. Tugasnya terlihat sederhana, tapi ia harus tetap membantu anggota tim lain menyelesaikan tugas mereka agar acara berjalan lancar.

"Lo tau apa sih, Wa? Lo itu bukan ketua pelaksana! Tau diri aja!" Sungut pria bernama Banda itu terasa tajam, tapi Tawa menahan amarah dengan mengepalkan kedua tangannya.

Panas.

Tidak ada yang berani memisahkan keduanya. Tawa dan Banda adalah api yang sering bergesekan dan menciptakan ledakan. Jika bukan karena ucapan si ketua pelaksana yang mendamaikan, keduanya mungkin akan sering baku hantam.

Namun, malam ini si ketua pelaksana pergi entah di mana. Menghilang selama satu jam, dengan meninggalkan dua api yang saling menyulut satu sama lain. Semua anggota berusaha mencari si ketua, tapi nihil. Ia tidak bisa dihubungi.

"Eh, gak perlu ketua pelaksana juga semua tahu logikanya! Acara segini gede masa booth makanan cuma lima?! Udah gila apa?! Penonton bisa kelaperan, kehausan!"

"Lo yang gila! Dipikir ada dananya?!"

"Makanya jangan lo tilep duitnya!"

"Bangsat!"

Hampir pecah perkelahian antar dua pemuda jika bukan Astrid yang akhirnya melerai.

"Sssh! Ada Juni!" Ungkap si bendahara.

Sosok mungil datang dari pintu aula dengan wajah riang gembira. Tubuhnya dibalut pakaian training warna hitam yang tak lain milik kekasihnya, Atawa.

"Hellooo! Maaf ya, Juni baru datang, tadi ada urusan. Udah rapatnya?"

Senyuman pelipur lara membuat Tawa menghela nafas lega. Jika tidak datang, mungkin ia sudah babak belur berkelahi dengan Banda.

"Belum nih. Gimana Pak Ketu, jadi nambah booth apa nggak?" Astrid pandai menutupi ketegangan. Tawa hanya bisa menggaruk kepala belakangnya sambil mengalihkan pandangan ketika bertatap mata dengan Juni.

"Jadi dong! Nih, approval nya dari Nation Treasure. Nanti sponsorship nya berupa uang sesuai yang tercantum, ya! Astrid aja yang follow up nanti, okeyyy?"

Juni menyebut perusahaan tempat sang kakak bekerja sebagai pemberi sponsor untuk festival kampus yang akan digelar.

Sorak sorai menggema di aula. Ketegangan yang hampir memuncak hilang begitu saja. Kecuali Tawa yang masih menahan amarah di dadanya. Tapi ia ikut bertepuk tangan memberikan apresiasi bagi Juni. Si ketua pelaksana mungil yang selalu bisa diandalkan.

"Tawa pulang yuk? Juni capek."

Si empunya nama hanya mengangguk lalu membereskan tas miliknya.

Keduanya berjalan meninggalkan teman-teman mereka yang masih berkerumun melihat tanda tangan tercantum dalam selembar kertas A4.

Juni menggapai tangan Tawa dan menggenggamnya erat. Keduanya berjalan tanpa bicara menuju mobil Tawa yang diparkir tak jauh dari aula.

"Tawa... Udah marahnya?"

Juni bertanya saat sudah memasang sabuk pengaman.

"Tawa gak marah, sayang." Tawa mengusap kepala Juni dan mencubit pipinya.

"Bohong. Kamu berantem lagi ya, sama Banda?"

Tawa menghela nafas panjang dan mengangguk.

Cup.

Tak ada yang bisa meluluhkan hati seorang Atawa Xander kecuali Juni. Apalagi jika diberi kecupan manis di pipi sebagai pendamai hati

"Tawa gak boleh bawa marahnya pulang. Nanti tidurnya capek, okey?"

Si pemilik nama lalu tersenyum dan sekali lagi mengusap puncak kepala Juni. Amarahnya mereda, hatinya melega.

"Cium nya di sini dong," Tawa meletakkan jari telunjuknya di bibir dan Juni tergelak.

"Gak, soalnya Tawa gak nepatin janji buat gak berantem sama Banda."

"Yaaaah.. kamu tuh harus tahu Yang, si Banda itu gak ada otaknya..."

Alih-alih dicium, Juni menarik bibir Tawa dengan kelima jarinya hingga mengerucut.

"Kasar, Juni gak suka."

"Iyhuuu..mu uuffff.."

"Karena dua pelanggaran. Sekarang Tawa harus beliin Juni nugget." Juni melepaskan jemarinya dan Tawa tersenyum. Ia tak bisa menahan diri lalu mencodongkan tubuhnya, dan memberikan ciuman singkat di bibir mungil kekasihnya.

"I'll buy you anything, kalau cuma nugget doang, aku beliin satu pabrik buat kamu."

Juni mencibir mendengar gombalan kekasihnya.

Bagi Tawa, Juni seperti malam yang selalu ia tunggu. Penuh misteri, penuh kedamaian, menyimpan keindahan dan keheningan yang ia idamkan.

⋆˚✿˖° 𐙚 ₊ ⊹ ♡ END ⋆˚✿˖° 𐙚 ₊ ⊹ ♡

Our PageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang