2.Sebuah sumpah!

1 1 0
                                    

"Kalau aku bisa melihat lebih jauh, itu karena (aku) berdiri di pundak-pundak para raksasa"

~Issac Newton. Surat-surat Issac Newton

"Adzan! adzan! udah waktunya adzan!" teriak seorang anak laki-laki berumur 7 tahun bernama Bumi Kavindra.

"Jadwalnya siapa yang adzan?"tanya Heza, anak laki-laki imut pemilik lesung pipi.

"Langit bukan?" tebak Azril yang sedang merapikan baju koko nya. Sontak membuat ketiga anak laki-laki itu menoleh ke arah seorang anak laki-laki dan perempuan yang tengah sibuk membaca buku dibawah rindangnya pohon bakau.

"Woah... sumpah keren!" ucap anak laki-laki bernama langit itu dengan takjub.

"Apanya yang keren?" tanya seorang anak perempuan yang berada di sebelahnya, yang bernama Laut.

"Ini Laut, isi bukunya keren!" Langit menunjukkan lembar bukunya yang menampilkan bagian cerita yang seru pada Laut.

Laut memperhatikan dengan seksama lalu mengangguk-anggukkan kepala nya saat di rasa jika cerita itu mamang keren.

"Suatu saat aku juga ingin mambuat perubahan pada Indonesia ini untuk menjadi tempat yang indah seperti di buku ini" Langit mengangkat bukunya yang bersampul warna merah itu ke atas.

"Aku kasihan pada Kak Fikri. Kak Fikri harus berjalan jauh dulu sebelum sampai di sekolahnya, andai aku bisa membuat perubahan pasti hanya dengan menutup mata Kak Fikri bisa langsung sampai di sekolahnya tanpa harus lelah karena berjalan" ucap Langit sendu.

"Kamu pikir Kak Fikri itu super hero " canda Laut yang di sambut tawa oleh Langit.

Laut menjauhkan tubuhnya dari Langit lalu tersenyum tipis "Langit" panggil Laut lembut.

"Iya" Langit menoleh pada Laut dengan mata yang masih berbinar memikirkan mimpinya.

Laut menatap Langit beberapa detik lalu beralih menatap buku legendaris berwarna merah yang berada di pangkuan Langit.

Buku berwarna merah itu berjudul "Matahari" milik seorang penulis terkenal bernama pena "Tere Liye" atau yang sering kita sapa "Bang Tere".

Bagi yang udah pernah baca buku Matahari pasti tau isinya, tentang klan bintang. Dimana tempat indah itu akan di jadikan nyata oleh anak laki-laki berumur 7 tahun itu yang bernama Legenda Langit Dirgantara.

"Langit, kamu tau kan kalau isi buku itu hanya sebuah cerita fiksi dimana seluruh isi ceritanya hanya khayalan bukan nyata?" Laut menjeda kalimatnya, namun tetap mempertahankan senyumnya agar kalimat berikutnya tidak melukai hati Langit.

"Aku nggak pernah meragukan mimpi siapapun termasuk kamu, tapi apa kamu bisa berjanji sama aku untuk membuktikan mimpi kamu itu?" ucap Laut mengakhiri kalimatnya.

Langit terdiam, anak laki-laki berumur 7 tahun itu tengah berperang dengan pikirannya.

"Aku yakin Laut! kamu percaya sama aku kan?" ucap Langit meyakinkan "Kalok Bang Darwis bisa buat versi fiksinya maka aku akan buat versi nyatanya!" kata Langit menggebu dengan kobaran semangat nya, Langit memang lebih suka memanggil penulis favorite nya itu dengan nama asli dari pada menyebutnya dengan nama "Tere Liye".

Melihat Langit yang bersemangat membuat Laut tersenyum sangat manis "Ternyata selain nama kamu yang unik, mimpi kamu juga luar biasa ya" kata Laut dengan di iringi tawa di akhiri kalimatnya.

Langit terdiam, sungguh ia sangat tertegun saat melihat senyuman manis di wajah cantik milik seorang Dewi Laut Nirwana itu, gadis cantik dengan rambut lurus panjang yang terlihat bergerak kesana- kemari karena terkena angin laut. Tangan Langit terulur untuk merapikan anak-anak rambut Laut yang sedikit berantakan.

"Sudah ku bilang, kalau hanya kamu orang yang selalu baik sama aku Laut. Saat dimana orang-orang menyebut namaku "aneh" kamu menyebut namaku "unik" dan di saat orang-orang meremehkan mimpi ku dan menyebut nya dengan sebuah "kemustahilan" kamu berkata bahwa mimpi ku adalah hal yang "luar biasa" Kata Langit sambil memegang lengan kiri Laut.

"Dan suatu saat, jika mimpi ku terwujud. Kamu adalah orang pertama yang harus tau Laut! karena sekarang aku cuma punya kamu dan cuma kamu yang percaya sama aku" kata Langit berharap penuh pada Laut.

"Janji? " kata Laut seraya mengangkat jari kelingkingnya dan dengan mantap Langit menjawab "Janji!"

Hari ini Langit bersumpah bahwa ia akan mewujudkan suatu hal yang terdengar mustahil itu dengan Laut yang akan selalu menjadi penyemangat nya. Dan jika saat itu tiba maka semua orang yang menghinanya akan tercengang, bersamaan dengan itu. Semuanya selesai...

"Janji apa?" tanya Heza yang sembari tadi memperhatikan interaksi ke duanya bersama Bumi dan Azril.

"Ada deh, rahasia" jawab Langit, sementara Laut hanya tersenyum manis.

"Yaudah, rahasia-rahasianya nanti lagi. Sekarang mending kamu adzan dulu Langit, hari ini jadwal kamu kan? cepetan! nanti di marahin sama Kak Fikri" kata Azril mengingat kan.

"Iya, ayo-ayo!" teriak Bumi yang kemudian berlari ke arah mushola kecil yang berada di pesisir pantai itu, di susul oleh Heza, Azril, Laut, dan kemudian Langit.

Di depan pintu masuk mushola sana, sudah ada Kak Fikri yang menunggu. Fikri-adalah kakak kelas mereka yang kini duduk di bangku SMP sekaligus guru mengaji mereka.

"AllahuAkbar... Allahuakbar... "

Tak lama dari itu sayup-sayup terdengar suara adzan yang merdu milik Langit memenuhi segala penjuru mushola kecil itu.

Dan deburan ombak yang menghantam baru karang serta kencangnya angin laut yang membuat dahan pohon kelapa itu melambai-lambai sebagai bukti bahwa di tempat kecil seperti pesisir ini masih ada beberapa orang yang mengingat Tuhannya.







"𝐓𝐚𝐧𝐩𝐚 𝐋𝐚𝐧𝐝𝐚𝐬𝐚𝐧"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang