"Jee sayang, ayo, bangun."
Suara berat namun terdengar lembut mengalun merdu penuhi gendang telinga Jeehan. Kening Jeehan mengerut heran. Bertanya-tanya siapa gerangan laki-laki yang memanggilnya begitu intim. Selain Jayendra, tidak ada lagi yang memanggilnya Jee. Bahkan dengan mata yang masih terpejam sekalipun, Jeehan tahu, itu bukan Jayendra. Suaranya sama sekali berbeda dengan Jayendra.
Lalu ... siapa?
Dengan berat hati Jeehan secara perlahan membuka kelopak matanya. Menerima senyuman sang mentari yang begitu terang benderang secara perlahan-lahan. Mentari pagi ini tersenyum begitu bahagia, buat dirinya tidak bisa sepenuhnya membuka kelopak matanya. Hingga coklat hazel gelap miliknya hanya bisa mengintip sebagian dari kelopak yang masih setengah terbuka.
Seorang pria tidak dikenal dengan wajah yang nyaris tidak terlihat duduk di tepi ranjangnya. Jeehan terdiam. Mencoba membuka matanya lebar-lebar. Sementara netranya tiada hentinya pandangi pemandangan di hadapannya. Diam-diam di dalam hati ia merutuki sang mentari yang begitu bahagia hingga tutupi pahatan wajah seorang pria di hadapannya. Namun hidung mancung, bibir yang begitu merona, rahang yang tegas, bahu lebar, hingga kulit seputih susu sudah cukup berikan informasi untuk Jeehan, kalau pria di hadapannya ini mempunyai pesona yang begitu menawan.
Dapati pria itu mengenakan kemeja dengan dasi yang hanya dikalungkan, buat tubuh Jeehan bergerak dengan sendirinya. Ia beranjak bangun dari tempat tidur tanpa sadar, seperti sebuah gerak refleks yang memang sudah dilakukannya setiap saat. Meraih dasi dan mencoba memakaikannya tanpa tanyakan presensi sang pria. Seolah-olah eksistensi pria di hadapannya ini memang sesuatu yang familiar untuknya. Terlalu familiar hingga detak jantung mereka yang penuhi ruang terdengar begitu seirama.
Kata mencoba menjadi sebuah kunci. Jeehan sama sekali tidak bisa fokus. Gulungan dasi yang ia buat selalu salah. Terlalu pendek atau bahkan terlalu panjang. Tidak juga membentuk simpul yang sempurna. Buatnya membukanya dan menyimpulkannya kembali. Berulang kali. Lantaran sepasang coklat hazel gelap miliknya tidak bisa lepas pandangi si ranum nan menggoda di depannya.
Jeehan bertanya-tanya, kenapa bibir milik seseorang yang tidak diketahui wajahnya secara keseluruhan ataupun identitasnya bisa terlihat sangat menggoda di matanya saat ini.
Tangan pria itu terulur meraih pipi Jeehan. Buat bola mata Jeehan lantas bergerak ikuti pergerakannya. Mata bulatnya dibuat sukses membola dengan lucu kala dapati benang merah terikat di sana. Di kelingking kanan pria ini.
Shankara...?
Jeehan menoleh. Namun pandangannya justru kembali berfokus pada belah merah yang semakin dekat dengannya. Buatnya menelan ludah.
Tidak bisa lagi berpikir panjang. Ia menyerah. Akalnya sudah tidak lagi bisa mengontrol tubuhnya. Tangannya terlebih dahulu tarik kerah kemeja pria itu. Mengikis jarak di antara mereka. Tidak lagi bisa menahan diri untuk tidak satukan bibirnya pada sang ranum nan menggoda di depannya. Kecup. Jilat. Gigit. Berulang-ulang. Mencari-cari akses untuk lidahnya masuk ke dalam. Belah bibir itu kembali terbuka buat Jeehan hendak lesakan lidahnya, namun sebuah dorongan yang sangat kuat pada bahunya buat tubuhnya terhuyung ke belakang.
Jeehan hanya bisa melihat bayangan itu semakin buram. Pria itu, yang ia yakini sebagai Shankara, terlihat semakin mulai menipis seperti kabut sebelum semuanya menggelap.
"BANGSAT JEEHAN! BANGUN, ANJING!"
Tubuh Jeehan terdorong dengan kasar. Buatnya terjerembab di atas kasurnya sendiri. Kepalanya kembali pada tumpukkan batal empuk yang masih tersusun rapih. Ia bisa rasakan punggungnya yang baru saja berciuman mesra dengan kasur terasa begitu nyeri. Buat ringisan secara spontan terselip keluar dari sela-sela bibir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us [SungJake]
FanfictionBunda bilang, benang merah itu sebuah mitos mengenai ikatan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Karenanya, di hari pertamanya ia melihat benang merah dan juga hari pertamanya ia bertemu Shankara, Jeehan memutuskan untuk menggunting benang merah...