Aria menarik napas panjang saat mendengar kumandang adzan subuh. Dia lalu menoleh ke sebelah untuk melihat keberadaan Ahsan, namun ternyata laki-laki itu sudah tidak ada di tempatnya.
"Lah, ke mana dia?" gumam Aria setelah mendudukkan dirinya di atas kasur.
Meski pertanyaan itu masih menggantung di pikirannya, Aria tetap bangkit dari posisinya dan memilih untuk mengambil air wudhu dan segera melaksanakan salat subuh.
Sebenarnya Aria ingin menunggu suaminya itu, tapi karena merasa lama menunggu akhirnya Aria memutuskan untuk salat sendiri.
Baru setelah Aria salat, dia segera berdiri dan bersiap untuk keluar kamar. Sejujurnya dia belum tahu apa-apa terkait kebiasaan di rumah Ahsan. Apakah setelah salat subuh mama mertuanya sudah ada di dapur atau sedang bersih-bersih rumah, atau ada ritual pagi lainnya. Maka dari itu, di sini lah Aria sekarang –di dapur dalam keadaan bingung.
Sebenarnya dia nggak begitu pandai dalam hal masak memasak. Hanya saja nggak baik juga kan kalau mama mertuanya sudah ada di dapur sementara dirinya masih ada di kamar.
"Loh, ngapain, Kak?"
Aria menoleh cepat dan menemukan Amel dengan sebuah botoh minum di tangannya.
Aria tersenyum canggung melihat Amel yang masih menatapnya dengan tatapan bingung.
"Oh, itu. Saya mau ... bantuin ...," ujar Aria sedikit tergagap. Amel kemudian bergerak menuju wastafel untuk mencuci botol minum miliknya, sementara Aria masih berdiri di dekat meja dapur seraya memperhatikan gerak-gerik iparnya itu.
"Apa nggak capek, Kak? Istirahat aja dulu. Lagian ibu biasanya udah nyiapin bumbu masakannya, jadi tinggal dimasak aja nanti," jelas Amel seraya mencuci tangannya yang masih menyisakan busa.
Aria tersenyum canggung. "Nggak pa-pa, kok."
"Oh, ya. Aku ikutan seneng kalau kakak nggak nunda buat punya anak," celetuk Amel lagi. Kening Aria mengerut. Dia bingung dengan arah pembicaraan Amel yang tiba-tiba berubah. Kok tiba-tiba bahas anak? "Kakak nggak nunda, kan? Biar rame nih rumah. Soalnya nih rumah dari pagi sampai malam tuh sepi banget, Kak. Mas Ahsan sering pulang sore, bahkan kadang malem. Ayah? Jangan ditanya. Sering banget keluar rumah, meski nggak ada kerjaan. Tapi dia seneng banget kumpul bareng orang-orang kompleks. Ya nggak sampai malam juga, tapi kadang keluar abis asar, baliknya pas mau maghrib. Ibu jadi kesepian di rumah. Sementara aku juga nggak bisa di rumah terus karena lagi kuliah. Aku sampai kesenengan loh Kak pas tahu mas Ahsan nggak nolak mau dijodohin?" lanjut Amel panjang lebar.
Mendengar cerita Amel, Aria bisa merasakan aura baik dari Amel yang bisa membuat Aria merasa cukup nyaman dan merasa punya teman di rumah itu.
"Aku nggak nunda, kok." Aria tersenyum canggung. Dia memperhatikan Amel yang masih menggunakan mukenahnya itu. Tanpa disangka, Amel tiba-tiba berdiri di hadapan Aria dengan wajah semringah. Pipi chubby-nya terlihat memerah karena tersenyum lebar.
"Aku tunggu kabar baiknya, Kak!"
"Kabar baik apa?"
Aria dan Amel refleks menoleh secara bersamaan dan menemukan Ahsan bersama dengan Ayahnya terlihat baru pulang dari masjid. Aria yang sempat bertanya-tanya perihal keberadaan Ahsan pun akhirnya terjawab.
Oh, habis dari masjid.
"Ada, deh!" balas Amel.
"Oh, gitu. Udah main rahasia-rahasiaan?" timpal Ahsan mendekat ke arah Aria dan Amel berada. Amel seketika mengambil tangan Ahsan untuk disalami.
Melihat tingkah Amel pada Ahsan, Aria pun berniat untuk ikut menyalami tangan Ahsan. Ahsan tentu sedikit kaget saat Aria mengambil tangannya, karena dia nggak menuntut Aria melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan Amel.
"Kamu kok nggak bilang-bilang mau ke masjid? Saya cariin tadi," ucap Aria setelah menyalami Ahsan.
Ahsan tersenyum tipis. "Iya, aku nggak bangunin soalnya kamu tidurnya keliatan lelap banget. Jadi aku kepikiran bangunin tahajudnya nanti aja."
Jadi dia udah bangun sebelum masuk waktu subuh?
"Kak Aria nggak denger siapa yang adzan? Itu Mas Ahsan loh!" timpal Amel yang kini mengunyah sepotong biskuit.
Aria menatap Ahsan yang masih berdiri di hadapannya, sementara Amel sudah berdiri sedikit jauh karena menyalami tangan ayah.
"Oh, ya? Pantas tadi saya ngerasa nggak asing sama suaranya," balas Aria yang kemudian berniat untuk ikut menyalami ayah mertuanya. Namun, belum juga selangkah, tangannya ditahan oleh Ahsan. "Kenapa?"
Kedua tangan Ahsan kini berada di kedua sisi wajah Aria, kepalanya di dekatkan hingga membuat Aria kaget. Tidak lama, Aria merasakan sesuatu menyentuh dahinya –yang tak lain merupakan bibir Ahsan.
Kejadian itu terbilang sangat singkat, tapi sesingkat-singkatnya perlakuan Ahsan itu, tetap saja nggak terlewatkan dari pandangan Amel dan juga Ayah.
"What the??? Apa aku sedang menonton drama Korea?" pekik Amel yang kaget melihat tingkah kakak laki-lakinya itu. "Ayah! Ayah liat, kan?"
"Hm? Memangnya kenapa? Toh sudah halal, kan? Lagipula, ayah juga nggak sabar mau punya cucu," timpal Ayah yang kini mengambil Al-Quran di atas meja.
"Aaa! Apa aku suruh Fea buatin AU dengan cerita base on true story, ya?"
"Apa, sih, Dek!" ujar Ahsan yang sudah bersiap untuk pergi. Tapi melihat Aria yang masih mematung di tempatnya membuat Ahsan juga gemas. Bagaimana tidak? Saat ini pipi putihnya sudah memerah. Meski merasa ikut canggung, Ahsan pun bergegas menggenggam tangan istrinya itu lalu membawanya pergi dari sana.
"Omo! Omo! Aku beneran berada di drama Korea, kah?" ucap Amel dengan nada menggoda.
"Diem!"
Bukannya diam, Amel justru mengencangkan tawanya, membuat sang ayah cuma bisa menggeleng pelan melihat tingkah anaknya itu.
***
Sesampainya di kamar, Ahsan segera menutup pintu kamarnya karena suara tawa Amel masih terdengar jelas.
"Loh, ngapain saya juga ikut ke kamar? Saya mau bantuin ibu di dapur," ucap Aria setelah genggaman tangan Ahsan terlepas.
Ahsan mengerjap pelan. "Ibu pasti masih ngaji," ujarnya sambil melepas peci miliknya. Aria mengangguk pelan –paham. "Yas, tolong baju kaosku, dong."
"Ya?" Aria mengerjap mendengar Ahsan memanggil nama yang bukan namanya –memastikan bahwa benar Ahsan berbicara padanya.
Ahsan sendiri tampak kaget mendengar ucapannya. Namun, dia segera berdeham dan kembali mengulang ucapannya. "Umm ... tolong baju kaosku. Itu ... di belakang kamu."
"O-oh, iya."
Di dalam hati, Ahsan merutuki dirinya yang salah menyebut nama Aria. Hah! Bodoh sekali dia!
***
Makasih udah mampir baca, vote, dan komen 💕
Aku terharu masih pada baca tulisan aku🥲
KAMU SEDANG MEMBACA
Seikhlas Aku Mencintaimu
General FictionMenerima menikah dengan Ahsan adalah jalan keluar -menurut Aria agar dia bisa keluar dari rumah. Namun, bukannya mendapat sesuatu yang sesuai dengan keinginannya, Aria justru mendapat masalah baru di hidupnya. Aria sampai merasa bahwa semua ini sala...