[2] Cerita Cakra.

281 48 8
                                    

Cerita ini murni pemikiran saya, visualisasi hanya pemanis, tolong jangan di bawa pada kehidupan nyata para karakter.
Cerita ini (mungkin akan) mengandung beberapa hal tidak baik untuk di tiru. Bijak dalam membaca ya guys.

Genre: Family, Brothership, Romance.

Don't forget for follow me. Comment and like.
.

Sorry for typo's.
.

Enjoy and Happy Reading.
_

Note khusus : Dialog cetak miring adalah bahasa isyarat Candra yang tidak di gambarkan secara rinci.
...

“Lo inget nggak Cak, pertama kali lo nggak bisa denger suara Bang Can?”

“Heum. Hari itu, 4 Juni, gue inget banget,” mata Cakra menerawang jauh, bakso yang ada di depannya terlupakan begitu saja.

“Gue nggak tau gimana, mulai hari itu, gue samar sama masa lalu gue sendiri, bahkan gue lupa kemana Ayah pergi.” lanjutnya.

“Lo oke cerita ini?” tanya sang gadis yang terlekat penjepit unicorn di rambutnya.

Sejenak, Cakra tertawa pelan, “Oke, kok.”

Teh yang berada satu gelas dengan es batu yang berfungsi menyegarkan itu ia teguk, “Pagi gue bangun, kamar hancur. Bener-bener kayak kapal pecah. Kepala gue sakit banget, gue inget paniknya Abang waktu itu. Gobloknya, gue baru sadar kalau waktu itu Abang luka,”

“Tangan Abang di perban. Dan waktu itu gue cuma diem.” Cakra tertawa miris.

“Gue bertanya-tanya, kenapa Abang, bahkan Bunda berdiri lihat gue dengan shock setelah dokter dipanggil ke rumah.”

Rambut hitam legam panjang Kanaya tertiup pelan oleh angin, sejenak memberikan keteduhan pada diri Cakra.

“Jepitan lo lucu juga.” ucapnya, membuat seorang Naya yang tadinya berada dalam situasi sendu tersedak kaget.

“Tiba-tiba banget, boncel!”

“Eits, sembarangan banget lo ngomongnya! Tinggi kita aja jauh bedanya!” Cakra berdiri, meletakan tangan kanannya disamping telinganya, “Segini, Lo segini ye, cebol!”

Naya merotasikan mata coklat cantiknya, “Punya temen kok kek anjay gurinjay gini.”

Cakra mematung, melihat Kanaya yang menyeruput es teh miliknya. Iya, miliknya.

Itu seperti komik yang pernah baca, katanya, jika meminum sesuatu melalui sedotan yang sama, berati mereka sudah ...

“AAA! GOBLOK, KOK GUE MINUM PUNYA LO, SIH?!”

•••

“Aw, aw, pus, pus, sini pus.” Jeolan berjalan mundur sembari menggoyangkan ayam ditangannya.

“Jeol asu! Kasih nggak?!” Nakala mengeplak belakang kepala sang sahabat.

“Lo juga!” Nakala mendekat pada satunya yang kita merangkak dan cekikikan dalam diam, tanpa suara.

“Berdiri! Kalau main yang bener aja. Waras, ayok waras kalian berduaaa!”

“Maaf Kala.” Candra membuat wajah cemberut, membuat Nakala menatapnya sinis, “Kalo sama orang aja cuek-cuek bebek lo! Giliran sama gue lo manja-manja.”

Kan, Kala istimewa.”

“Seistimewa apa?”

Ada deh.”

“Terus-terusin aja ngehomonya, gue emang nggak ada, nggak keliatan, bukan manusia gue mah, makanya nggak di anggep.”

“Omongan lo berani banget gue lihat-lihat ya?” Jeolan cengengesan dan memberikan ayam goreng yang ia pegang pada Candra.

“Ampun Bang, khilaf.” Jeolan membuat gestur memohon pada Nakala yang menatapnya jengah.

“Enyah sana babu. Kucingnya sama gue aja.” Terlihat Candra tersedak saat mengunyah ayam, ia menahan tawa kala melihat raut Jeolan yang hendak marah, namun takut.

“Apa Lo?!”

“Maaf paduka, babu pamit undur diri.” Jeolan berjalan mundur sembari masih membungkuk, hingga tanpa tau ia menabrak sang adik yang berjalan tanpa melihat jalan, sebab ponsel hitam terpegang rapih ditangan kekar Jilan.

“Woe!”

“Mampus!”

Dua seruan bersamaan terdengar. Lagi-lagi Candra hanya bagian menikmati.

“Kalo jalan pake mata!”

“Buta gue jalan pake mata! Jalan pake kaki lah ogeb!” Jilan membalas seruan sang kakak, yang jelas-jelas -menurutnya- Jeolan yang salah.

Tepukan tangan dari Candra menghentikan berdebatan yang untungnya belum berlanjut itu.

“Mandi, Ji.”

“Jeolan jangan lupa jemput Bang Mahen.”

Keduanya mengangguk dan mulai pergi darisana.

Nakala berdecak kagum, “Ck, ck, gitu doang langsung tunduk ya?”

“Mau ayam lagi?” Candra menolak dan menatap lamat pada Nakala.

“Kenapa? Mau ngelakuin ‘itu’ lagi?” tanyanya.

Dan tanpa menunggu lama, Candra mengangguk semangat.

“Oke, tunggu Jeol berangkat. Jilan pasti udah masuk kamar mandi. Lo duluan aja ke kamar atas.”

Gue izin masuk, ya.”

“Yes, do it, bro.”

To be continued
.
.
.

HEH, MEREKA NGAPAIN HAYOOOOO???
NAKA SAMA CANDRA NGAPAIN?!!

WKWKWK.
Jangan lupa komentarnya yaa, klik vote jugaa.

Chapter kali ini buat testi dulu ya, jadi belum terlalu berbobot deh. Agak ngak jelas, but, YODAH SIH😔👊🏼

See u on next chapter, love.

10 Juni 2024.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cosmic LatteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang