Abigail Bimantara

13 1 0
                                    


Abigail, lelaki yang aku temui di halte depan kantor, kini menjadi bagian dari cerita pulang kerjaku.

Katamu, hal yang paling kamu suka dari aku adalah namaku. Kamu suka menyebutnya saat hujan. Rain, katamu.

Namaku Deema Baghisha, yang dalam bahasa Arab memang mengandung arti hujan. Saat pertama kali aku memberitahu arti namaku hari itu padamu, kamu tanpa pikir panjang malah memanggilku dengan panggilan Rain. Karena katamu nama Deema terlalu asing di telingamu. Aku hanya mengiyakan saja. Selama itu kamu, aku tidak keberatan dipanggil dengan sebutan apapun. Jikalau pun kamu memanggilku 'orang yang paling mencintaimu' pun, aku tidak akan mengelak. Karena itu memang benar adanya.

Hari itu, selepas hujan di kota Bogor, seperti biasanya sepulang kerja kita akan berteduh sebentar di warung ketoprak depan kantor. Kamu memang selalu suka bumbu kacang ketoprak. Kendati sering sekali merasa gatal di muka, kamu tetap makan dengan lahap.

"Rain?" panggilmu. Aku menyeruput teh manis hangat di tanganku dengan perlahan. Sesekali mengalihkan perhatian ke arahmu. "Kamu pernah mikir gak, kenapa aku suka sekali memanggilmu Rain?"

"Karena kamu suka hujan 'kan?" tebakku. Kamu malah menggeleng. Padahal setiap aku tanya, jawaban kamu selalu begitu.

"Nama Deema bagus. Aku juga suka dengarnya, walaupun terdengar sedikit asing," ujarmu. "Tapi kalau Rain, beneran ngingetin aku sama wajah teduh kamu. Kamu beneran seteduh itu, kaya hawa hari ini. Adem banget karena hujan tadi, hawa dingin tapi gak dingin bangetnya masih kerasa." Kamu mengakhirinya dengan senyum. Manis sekali. Tanganmu bertumpu pada dagu, dengan kepala dimiringkan sedikit untuk menggodaku saat wajahku terlihat memerah.

"Basi banget," kekehku, lebih karena menahan perasaan asing di perut.

Setelah seporsi ketoprak di hadapanmu habis, kamu berdiri lebih dulu. Berjalan menghampiri akang ketoprak, lalu membayar pesanan kita. Dari kejauhan, kuperhatikan cara bicaramu yang jenaka pada penjual ketoprak. Lengan kemeja biru laut yang kamu gunakan tergulung hingga siku. Menampilkan otot-otot hasil gym setiap sabtu sore di lenganmu.

"Langsung balik ya? Gak usah mampir-mampir lagi." Kamu mengulurkan tangan. Setelah membayar pesanan, kita kemudian bersiap untuk pulang, ke rumah masing-masing.

Aku mengangguk. Tahu betul bahwa hari ini sudah akan usai. Matahari yang sejak siang tadi terhalang kabut hitam perlahan mulai menjingga. Langit sore itu sangat indah, meski sebelumnya hanya dihiasi rintik-rintik hujan. Lalu lalang kendaraan, suara klakson bersahutan, asap motor butut yang tiba-tiba lewat di depan kita, menjadi penutup pertemuan hari itu.

Kamu selalu bilang, bahwa hal paling kamu tunggu setelah lelah seharian menguras otak adalah bertemu Rain—aku. Meski tidak sampai satu jam pertemuan, tapi selalu berhasil menarik lepas penat di kepala.

"Ada yang bikin kamu capek gak hari ini?" Adalah pertanyaan terakhir yang selalu kamu utarakan sebelum kita benar-benar berpisah.

Aku mengangguk. Kemudian cerita-cerita yang membuat kepalaku penuh hari itu seketika tumpah. Dan kamu, tidak pernah bosan mendengarkan. Kamu, Abigail Bimantara, selalu tahu cara memperlakukan wanita bagaimana. Kamu yang hari itu sangat aku genggam, suatu hari menjadi sosok yang membuatku tiba-tiba tersesat. Seperti menjelajahi hutan belantara, semakin dalam aku memasukinya, aku semakin tidak menemukan jalan untuk kembali.

"Rain, jika ada hari di mana kamu merasa paling lelah, hingga napas aja rasanya sesak, kamu boleh nangis sepuasnya sama aku. Jika ada hari di mana kamu merasa paling bahagia, sampai nggak tahu harus membaginya dengan siapa, datang saja ke aku. Jangan sungkan, aku Abigail-mu. Meski hujan badai sekali pun, aku pasti datang. Tapi kalo terlalu lebat, neduh dulu boleh?" katamu diakhiri kekehan geli.

Kamu memang selalu begitu. Sebentar serius, sebentar bercanda. Bagaimana bisa aku tidak jatuh sejatuh jatuhnya? Seperti katamu, jika ada lautan paling dalam pun, tetap akan aku selami selama di sana ada kamu.

Abigail, jika ada hari di mana kamu merasa paling 'jatuh' maka ingat saja aku. Aku yang tidak akan membiarkanmu sendiri. Aku yang akan selalu memegang erat tanganmu saat tidak ada satu orang pun yang mengulurkan tangan. Aku yang siap membagi sisa potongan ketoprak di piringku untukmu. Seperti katamu, kamu tidak akan sendiri. Selalu ada aku di setiap langkahmu.

JenggalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang