Deema Baghisha

9 0 0
                                    

"Jika pada akhirnya ada yang bertanya seperti apa aku tanpa kamu,  maka dengan lugas kukatakan, aku layaknya pohon-pohon di musim kemarau —tumbuh tapi terlihat gersang. Meranggas, kemudian layu dan mati."



Hari itu kota Bogor lagi lagi diguyur hujan. Amat deras, hingga menghalangi pandangan mata. Aku, dengan ponsel di tangan berusaha pokus dengan tontonan pada layar pipih tersebut di tengah riuhnya suara sekitar. Beberapa menit  larut dalam sajian film favoritku—yang sudah aku tonton beberapa kali, sapaan seseorang di sebelah membuatku terpaksa mengangkat kepala.

"Intersteller ya, Mba?" tanyanya.

Aku mengernyitkan kening, belum menangkap maksud dari pertanyaan tersebut.  Namun, setelah orang tersebut menunjuk ke arah layar ponsel di tanganku barulah aku mengerti. "Mba nonton Intersteller 'kan?" Aku mengangguk.

Senyum di wajahnya merekah, seperti menemukan teman bercerita yang selama ini ia cari. "Saya juga suka nonton itu. Sempat nggak ngerti sama alurnya, jadi saya nonton beberapa kali," jelasnya tiba-tiba. Seperti tersadar akan sesuatu, ia mengulurkan tangan ke arahku. "Saya Abigail, kalau boleh tahu, nama Mba siapa?"

Begitulah kita saling tahu. Lewat ketidaksengajaan yang diciptakan semesta. Membawa kamu dan aku pada cerita-cerita berikutnya. Menjadi pendengar satu sama lain saat lelah melanda.

"Deema. Deema Baghisha."

"Adorable. Kalo boleh tahu, artinya apa?"

Aku, manusia paling introvert di muka bumi, tiba-tiba dipertemukan denganmu yang punya jurus basa-basi yang amat sangat membosankan.  Tapi ntah mengapa, aku tetap meladenimu.

"Deema Baghisha, dua kata dalam bahasa Arab itu sama-sama bermakna hujan. Deema yang artinya awan yang membawa hujan, dan Baghisha yang artinya cahaya hujan yang menyinari suatu tempat. Kata Abah, nama itu diperuntukkan untuk anak perempuan satu-satunya agar kelak, selayaknya hujan, Ia diharapkan bisa menjadi salah satu sumber kehidupan untuk manusia lainnya. Teduh, selayaknya angin setelah hujan.

Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam. (Q.S. Qaaf ayat 9)."

"Aku juga nggak tahu sih, nama ini bisa membawa kerberkahan untuk  aku dan orang lain. Tapi setidaknya, selayaknya do'a seorang Ayah untuk anaknya, akan tetap aku amini. Semoga memang benar adanya." Jelasku panjang lebar. Kamu sempat terdiam, namun sesaat kemudian binar di matamu kembali menyala.

"Boleh aku panggil Rain?" Alih-alih mengomentari penjelasanku yang panjang lebar, kamu justru menanyakan hal yang lain. "Nama Deema bagus, saya suka. Baghisha juga terdengar teduh layaknya matamu. Maaf, jika lancang, tapi dua kata itu masih asing untuk saya sebutkan." Aku, tidak pernah bertemu orang seterus terang kamu.

"Terserah Mas saja. Lagian juga emang kita seakrab itu untuk  saling panggil dengan sebutan selain nama? Memangnya kita bakal ketemu lagi?" Cecarku. Meski cukup heran dengan tingkah seorang pria yang baru pertama kali kutemui tapi sudah amat sangat percaya diri menegenalkan dirinya, tapi aku lebih heran lagi dengan sikapku yang meladeni orang asing seterbuka ini.

"Harus!" serumu. Suaramu sempat menarik perhatian orang-orang sekitar. Membuat kamu mau tak mau menunduk meminta maaf. Mata lentikmu berkedip beberapa kali, lalu dengan gerakan cepat mengeluarkan ponsel disaku jas yang sudah setengah basah. "Boleh minta nomer ponsel Mba? Siapa tahu kita bisa jadi teman," katamu.

Lagi-lagi Aku, manusia yang hampir tidak pernah terlihat di hadapan orang banyak ini, ternyata berhasil menarik perhatian seorang Kamu, Abigail Bimantara. Hingga pada akhirnya, kita sampai sedekat ini. Setiap jengkal kota Bogor adalah kita.  Sepanjang jalan Suryakencana adalah napas kita. Setiap tetesan air di Kota Hujan ini adalah nyawa kita.

Jika pada akhirnya ada yang bertanya seperti apa aku tanpa kamu,  maka dengan lugas kukatakan, aku layaknya pohon-pohon di musim kemarau —tumbuh tapi terlihat gersang. Meranggas, kemudian layu dan mati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JenggalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang