01

482 50 4
                                    

Dear Readers, Happy Reading 💕

Pagi yang cerah, semua orang mulai sibuk beraktivitas. Sebagian orang sudah mulai berangkat subuh tadi agar tidak terjebak kemacetan atau pun ketinggalan kendaraan umum. Sebagian besar lagi, yang jarak tempat tinggalnya dengan kantor cukup dekat baru memulai aktivitas mereka.

Jero keluar dari kontrakan barunya dengan tampilan yang sudah rapi. Ia akan berangkat bekerja. Mobil sudah siap, dan ia segera berangkat. Matanya menatap pemandangan di kontrakan sebelah yang hanya berbatas pagar beton setinggi satu meter.

"Jisoo?"

"Iya, Pak," jawab Jisoo dengan suaranya yang melengking.

"Ngapain kamu jam segini masih santai? Awas kamu kalau terlambat, ya. Saya pecat!" ancam Jero.

"Wah, Bapak ini suka banget ngancam­-ngancam, main pecat, memangnya saya kuda apa, dipecat," balas Jisoo yang tengah mengelap sepeda motor antiknya.

Di dalam hati, Jisoo terkekeh. Mana mungkin Jero memecatnya, memangnya Jero punya hak apa. Direktur juga bukan. Hanya karena jabatan Jero satu tingkat di atas Jisoo, maka ia memanggilnya Bapak.

Sebenarnya Jero kurang suka dipanggil  Bapak karena ia merasa masih muda. Dan lebih kurang suka lagi ketika perkenalannya pertama dengan Jisoo sebagai tetangganya adalah karena Jisoo bilang, wajah Jero boros. Baru kali ini ia dibilang 'muka boros' oleh wanita dengan suara melengking, yaitu Jisoo.

"Itu kuda! Sohibnya kamu. Saya laporin ke Direktur!" Jero masuk ke dalam mobilnya
dan melaju pergi.

Jisoo melempar kanebo ke lantai dengan kesal.

"Memangnya dia bos apa, ngancem mau mecat. Kita lihat siapa yang duluan sampai."

Jisoo memakai jaket, masker, lalu memasang
helm dikepalanya. Ia segera melaju ke kantor
melalui jalan-jalan kecil untuk menghindari
kepadatan dijalan. Hal itu membuat Jisoo lebih
dulu sampai di kantor dibandingkan Jero.

Tapi, tidak berapa lama kemudian mobil Jero
memasuki parkiran.

"Pak, saya duluan nyampe!" pamer Jisoo.

"Terserah!" Jero berjalan cepat.

Tiba-tiba di jalan sesak ingin buang air kecil. Ia
bergegas ke kamar mandi yang ada dilantai satu. Ia terburu-buru membuka resleting, tapi macet karena tersangkut. Ia berusaha menurunkannya dengan keras, tapi tidak berhasil.

Setelah berhasil, ia terburu-buru mengeluarkan
miliknya tapi sayangnya terlambat. Celana dalamnya basah terkena air kencing. Merasa tidak nyaman memakai celana dalam basah, Jero pun berinisiatif membukanya.

Nanti setelah di ruangan ia bisa memasang celana dalam. Yang penting pagi ini, ia harus masuk ruangan terlebih dahulu. Jero melipat celana dalamnya yang kini jadi lembab, ia pun mengantonginya.

Setelah itu keluar dengan santai. Satu tangannya masih masuk di kantong celana, tempat dimana ia menyimpan celana dalam lembab itu. Saat
keluar, beberapa karyawan tampak ramai di
depan lift. Sebagian besar adalah kaum wanita.

"Hai, Jero!" Sehun, direktur di kantor ini menyapanya.

Spontan Jero menjabat bosnya yang baru kembali dari luar kota itu. Perbincangan mereka
tidak lama karena Sehun terlihat pergi ke arah
lain. Entah kemana.

Sementara itu beberapa wanita di sana memandang Jero dengan tatapan yang tidak biasa. Wajah mereka terlihat genit dan
menggoda. Jero jadi ke ge-eran, ia merasa wanita-wanita itu sedang mengagumi ketampanannya.

Sementara itu, Jisoo memungut benda yang terjatuh saat Jero mengeluarkan tangannya
dari kantong. Seperti kain bewarna abu-abu.
Jisoo merentangkan kain yang jatuh tadi,
ia cukup terkejut, lalu berteriak,

UnderW(e)ARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang