𝐸𝓅𝒾𝓈𝑜𝒹𝑒9|𝒫𝑒𝓇𝓊𝒷𝒶𝒽𝒶𝓃 𝓈𝒾𝓀𝒶𝓅 𝐿𝑒𝑜𝓁𝒾𝓃𓆩♡𓆪

54 40 4
                                    

࿔‧ ֶָ֢˚˖𐦍˖˚ֶָ֢ ‧࿔
°°°

Bulan depannya...

Akhir-akhir ini aku selalu merasa gembira karena kedatangan Theo di kota ini dan juga janji yang dibuat Jaisen untuk memberikanku buku Legenda Kerajaan Orchid. Tetapi.. dilubuk hatiku yang terdalam aku juga merasa sedih dan kesepian karena kepergian Asyura yang tidak lagi tinggal bersamaku. Aku mengayuh sepeda dengan perasaan campur aduk.
Sampai di tengah perjalanan aku berhenti karena lampu merah menyala dan bertemu dengan Leolin di perempatan jalan tepat di sebrang jalanku. Dia melambaikan tangannya ku fikir dia melambaikan tangannya untuk orang lain yang berada tidak jauh dariku. Tapi saat aku melihat sekitar, tidak ada orang lain melainkan hanya kita berdua di sana. Akupun terkejut melihat sapaan ramahnya itu. Lampu merah pun berganti menjadi hijau, aku mengayuhkan sepedaku kembali dan berjalan menuju jalan di sebrang jalan. Leolin menyetop sepedaku, akupun menepi mendekatinya.

“Selamat pagi! Averya... Aku boleh menumpang tidak? Ayok kita pergi ke sekolah bersama!” katanya dengan begitu semangat.
“Kenapa kau tidak berangkat sama Theo saja? Diakan sudah menjadi kakakmu, lagipula kau mau duduk dimana?, Hanya ada satu jok disini,” aku berusaha untuk mencegahnya menaiki sepedaku.
“Apa kau tidak lihat kalau sepedamu punya tempat duduk dibelakang jok pengemudi,” dia menepis perkataanku barusan.
“Ya.. baiklah. ayo naik,” aku menyerah dan menyuruhnya naik ke sepedaku.

Kamipun berboncengan sepeda. Sesampainya di sekolah, kamipun turun dari sepeda. Lalu, Leolin menggandeng tanganku. Kami bergandengan tangan sampai ke ruang kelas. Aku bertanya akan alasan sikapnya yang berubah baik padaku. Karena entah kenapa aku merasa hari ini dia sangat-sangat baik kepadaku.

“Karena nasihat dari Kak Theo aku sadar bahwa kau memiliki kehidupan yang lebih berat ketimbang yang ku alami selama ini. Mungkin aku memang anak broken home, tetapi aku masih bisa menikmati hidupku dengan indah,” Dia menjawab dengan tutur kata yang lemah lembut.
“Hah... Jadi kalian membicarakanku di belakang yaa. Haha, aku senang kau bisa akrab dengan Theo,” aku membalas perkataannya dengan senyuman yang manis.

Aku terharu akan perkataannya, lalu dia angkat bicara sekali lagi.

“Semoga aku dan Kak Theo bisa seperti kau dan Asyura ya. Adik kakak yang saling menyayangi dan selalu akur,” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Sontak aku teringat akan Asyura dan terdiam dengan perasaan sedih. Jujur aku sangat tidak sanggup akan kepergian Asyura, tetapi ini keputusan yang sudah kuambil dan tidak bisa ku ubah. Tiba-tiba Jaisen memegang tanganku.

“Eh?!” sontak aku terkejut dan langsung menoleh ke arah nya.
“Diam, tenangkan pikiranmu itu. Aku tahu kau pasti sedih memikirkan adikmu kan?” dia tersenyum sambil memegang tanganku.

Entah kenapa saat dia memegang tanganku, hatiku terasa terenyuh dan menjadi lebih tenang. Aku berharap Jaisen akan terus bersikap baik seperti ini padaku. Aku akan senang jika dia bisa seperti Aster, menjadi Pangeran yang berhati baik dan peduli kepada semua orang.

Bel istirahat berbunyi, aku mengambil kotak bekalku dari tas lalu pergi ke taman Sekolah. Di taman Sekolah, aku duduk dibawah pohon rindang yang sudah tua dan daunnya sudah mulai berguguran tetapi itulah yang membuatku nyaman bersender dipohon itu. Aku meletakkan bekalku di sampingku, lalu memejamkan mataku. Angin sejuk yang berhembus membuat helaian rambutku terbang dibuatnya. Semua itu membuatku jadi mengantuk, tiba-tiba aku mendengar suara nyanyian yang merdu. Suara itu terdengar sangat indah, aku merasa suara itu berasal dari balik pohon. Aku mencoba untuk bertanya kepada orang yang bernyanyi itu.

“Ada orang disana?” aku mencoba untuk mengajaknya berbicara denganku.

Tetapi, suara itu malah perlahan mulai menghilang. Akupun mencoba melihat balik pohon, betapa terkejutnya aku ketika melihat tidak ada orang disana. Aku mulai merasa merinding dan merasa takut, karena kupikir yang bernyanyi tadi adalah sosok makhluk halus. Aku langsung bergegas pergi, dan membiarkan tempat bekalku tertinggal disana.

Malam harinya, disaat aku tengah berendam di bak mandi tiba-tiba liontin kalungku bergetar. Karena penasaran, aku mencoba memegang liontin itu. Seketika liontin itu bersinar terang lalu peri yang kutemui di mimpi waktu itu keluar dari sana. Dia berhenti mengepakkan sayapnya dan duduk diatas kepalaku.

“hihi, apa kabar Averya! Selama ini aku tinggal di liontin kalung itu, dan aku bisa melihat apapun yang kamu temui loh, karena liontin itu transparan jika dilihat dari dalam,” kata dia peri itu.
“Aku jadi bingung, sebenarnya kau ini benar-benar seorang peri atau... JANGAN-JANGAN KALUNG INI ADA PENUNGGUNYA?!” kataku dengan panik.
“Diam! Enak saja, kau meremehkan aku? Aku ini peri sungguhan. Ah iya, aku disuruh untuk menjagamu jadi aku ditugaskan untuk menyamar menjadi manusia. Coba kau mengubah aku menjadi manusia,” katanya yang berusaha mendorongku untuk menguji coba kekuatanku.
“Baiklah ayo kita coba!” kataku dengan penuh semangat.

Aku memejamkan mataku sambil memegang kalung itu, dan mencoba berisyarat dalam hatiku. Lagi-lagi tanganku mengeluarkan cahaya berwarna hijau, aku langsung mengarahkan tanganku ke arah peri itu. Seketika peri itu berubah menjadi Manusia yang cantik. Dia langsung bergegas berlari ke cermin yang berada di wastafel. Dan menyentuh-nyentuh pipinya. Aku menyuruhnya untuk mencari baju di lemariku. Diapun langsung pergi keluar toilet. Akupun langsung menyelesaikan mandiku dan pergi keluar toilet jua. Betapa terkejutnya aku melihat bajuku berada di mana-mana. Peri itu mengobrak-abrik isi lemariku dan memberantakan baju-baju milikku.

“Yang ini bagus, aku pinjam yang ini ya. Oh iya, namaku emm... Karia Savalma panggil aku Karia oke,” katanya sambil memeluk bajuku yang ingin dipinjamnya.

Aku hanya menganggukkan kepalaku yang berarti mengizinkannya memakai pakaianku. Akupun merapikan pakaian ku dan meletakkannya di lemariku.

Paginya, kami berangkat ke Sekolah bersama. Matanya begitu berbinar, melihat keindahan Kota. Sesampainya kami di Sekolah, kami bertemu Jaisen di depan gerbang Sekolah. Peri itu langsung berlari, dan memegang tangan Jaisen. Jaisen terkejut dengan hal itu, dan melepaskan tangannya dari genggaman peri itu.

“Dia ingin bersekolah disini, kau urus datanya ya. Aku mau masuk kelas, duluan,” aku berpamitan kepada mereka.

Jaisen dan peri itupun pergi ke ruang Osis.

࿔‧ ֶָ֢˚˖𐦍˖˚ֶָ֢ ‧࿔
°°°

Baca episode selanjutnya~
Klik bintangnya yaa♪\⁠(>⁠.⁠<)⁠/

A Princess Born by MaidsWhere stories live. Discover now