𝐸𝓅𝒾𝓈𝑜𝒹𝑒12|𝒯𝓇𝒶𝓊𝓂𝒶 𝓅𝒶𝒹𝒶 𝓌𝒶𝓃𝒾𝓉𝒶 𝒸𝒶𝓃𝓉𝒾𝓀𓆩♡𓆪

21 13 0
                                    

࿔‧ ֶָ֢˚˖𐦍˖˚ֶָ֢ ‧࿔
°°°

Tiga hari setelah hari ulang tahunku, aku bertemu dengan Asyura di Restoran. Disana aku melihat dia tengah makan malam bersama Jaisen, Raja Senramon, dan Ratu Greysia. Betapa bahagianya Keluarga yang dimiliki Asyura, bahkan walaupun raut wajah Jaisen yang terlihat biasa saja tetapi aku bisa merasakan bahwa hatinya bahagia. Aku senang karena Asyura sudah sehat dan mendapatkan kehidupan baru yang lebih baik. Tetapi perasaan iri dan cemburu perlahan muncul di hatiku. Aku berfikir betapa mudahnya Asyura mendapatkan kasih sayang, mulai dari teman, keluarga, bahkan orang yang tak dikenal sekalipun semuanya menyayangi dirinya. Jauh berbeda dengan kehidupan yang ku alami selama ini. Aku memang ingin dia bahagia, tetapi yang aku inginkan adalah dia hidup bahagia bersamaku. Perasaan iri ini membuat kepalaku pusing. Sampai-sampai badanku lemas dan hampir pingsan, saat itu juga Raja Senramon memeluk tubuhku agar aku tidak terjatuh.

“Kau kenapa?” tanyanya.

Aku melihatnya samar-samar, lalu kehilangan kesadaran.
Ketika aku sudah sadar, aku merasakan belaian tangan di rambutku, perlahan aku membuka mataku, ternyata yang membelai rambutku adalah Asyura. Betapa senangnya aku bisa sedekat ini dengan Asyura, dia terlihat nyaman dan peduli denganku walaupun saat ini di ingatannya aku bukanlah siapa-siapanya.

“Ayah dan Asyura pulang duluan saja, aku akan menemani Averya disini,” kata Jaisen yang menyuruh Raja Senramon dan Asyura pulang.
“Sebelum itu, bisakah kau mengajak Asyura pergi keluar sebentar. Ada hal yang ingin saya bicarakan dengan Averya,” kata Raja Senramon dengan raut wajah serius.

Jaisenpun mengajak Asyura pergi keluar, lalu Raja Senramon perlahan mulai mendekatiku.

“Kalung itu kau dapatkan dari mana? Apa Jaisen tau tentang hal ini, dan apakah kau orang yang terpilih sebagai pemilik kalung permata hijau itu?” tanyanya.
“Iya,Jaisen sudah tahu,” jawabku.

Dia lekas berjalan menuju pintu, dan keluar dari ruangan kamar ku. Jaisen langsung masuk ke dalam, dan menanyakan kondisiku.

“Kau tidak apa-apa kan?” tanyanya dengan perasaan cemas.
“Kenapa semua orang lebih mempedulikan Asyura..” kataku dengan kondisi yang lemas.
“Averya, aku disini peduli kepadamu. Jadi, tolong jangan bersikap seperti ini,” kata Jaisen dengan sedikit geram.
“Sudahlah, kau pulang saja. Aku sudah terbiasa sendirian menghadapi situasi masalah,” aku mencoba mengalihkan pandanganku sepenuhnya.

Jaisen hanya terdiam, dan duduk di kursi yang berada di sebelah ranjangku. Seketika terbenak di fikiranku untuk melarikan diri dari rumah sakit, karena aku tidak suka jika terus diawasi oleh seseorang seperti ini.
Waktupun berlalu, dan kini telah sore hari. Karena kelelahan Jaisen tertidur di kursi yang ia duduki dengan posisi kepala yang menunduk, dan terus mengangguk-angguk. Tanpa berfikir panjang, aku langsung mengambil kesempatan ini dan melepas jarum infusan yang terdapat di tangan kiriku. Aku mencoba memperbaiki posisi kepala Jaisen yang terlihat begitu pegal apabila dia terbangun dari tidurnya, aku meletakkan kepala dan tangannya di kasur juga menyelimuti tubuh belakangnya dengan selimut. Saat aku selesai, lantas aku melangkah pergi meninggalkannya. Tiba-tiba tangannya memegang tanganku dan berkata 'Aku akan terus mengawasimu' sontak, aku terkejut dan perlahan melepaskan tangannya yang menggenggam erat tanganku. Akupun pergi, dan memesan taksi.

Malam harinya ketika aku tengah mengerjakan pekerjaan rumahku, tiba-tiba bel pintu masuk berbunyi. Aku melihat dari layar wireless², ternyata yang datang adalah Jaisen. Akupun membukakan pintu untuknya.

“Kenapa kau kabur dari rumah sakit?! Kau juga tidak meminta izin terlebih dahulu kepadaku,” tegurnya dengan raut wajah kesal.
“Kau tengah tertidur, aku tidak enak untuk membangunkan mu. Aku ini sudah baik tahu,” Kataku yang seolah tidak memiliki rencana untuk kabur darinya.
“Hah.. kau ini benar-benar ya, apa kau tidak tahu kalau aku terus mengkhawatirkan mu?” katanya sambil perlahan mendekatiku sampai aku terpojok di dinding.
“Tidak perlu dekat-dekat begini! Lagipula kau hanya memiliki keterikatan dengan kalung ini, bukan keterikatan denganku!” bentakku padanya.

Perlahan Jaisen melangkah mundur, menjauh dariku. Lalu, terdiam tanpa berbicara sepatah katapun padaku.

“Aku tidak bermaksud untuk membentakmu, aku hanya tidak ingin diatur-atur begini,” kataku dengan perasaan segan karena sudah membentaknya.
“Aku pulang,” pamitnya.

Diapun pulang, sebetulnya aku sangat merasa bersalah karena dia sudah mengkhawatirkan ku tetapi aku justru memarahinya seperti tadi. Walaupun alasan dia mengkhawatirkan diriku karena kalung yang ku pakai ini. Tapi aku juga merasa takut dan tak tenang, karena dengan dekatnya jarak diantara kami tadi membuatku teringat akan kejadian 2 tahun yang lalu³. Aku memutuskan untuk kembali melanjutkan pekerjaan rumahku, karena perlahan wajah wanita cantik itu menghantuiku.

Di lain sisi...
Jaisen sangat merasa tak tenang dan terus memikirkan perlakuannya tadi kepada Averya, dia benar-benar tidak tahu alasan mengapa dirinya sampai sedekat itu dengan Averya. Dan merasa canggung jika dekat dengannya.

“Tatapannya benar-benar membuat kepalaku pusing, kenapa aku terus memikirkannya. Bahkan dari sejak pertama kali kami bertemu, padahal tugasku hanya menjaga kalung permata hijau itu,” kata Jaisen sambil memegang dahinya.

Tetapi Jaisen justru merasa kebingungan akan perasaannya sendiri. Sementara Averya justru jadi teringat akan kejadian saat masa SMP yang membuatnya trauma .

² Layar wireless: Layar gambar dari bel
³ Kejadian 2 tahun yang lalu: Averya pernah diculik, dan seorang wanita cantik terus mengancamnya dengan jarak yang sangat dekat sambil memegang dagunya

°°°

Baca episode selanjutnya~

Klik bintangnya yaa♪\⁠(>⁠.⁠<)⁠/

A Princess Born by MaidsWhere stories live. Discover now