03. Kecelakaan

180 15 2
                                    

Hargai penulis dengan vote dan komen di setiap bab nya! Jangan jadi pembaca ghaib ya!

Follow ig :
04_tiaraaa
samudra_kavindra_abraham
aretha_aaaaa
anthea_aaa

Absen dulu yuk !!

Oke, happy Reading !!

✨✨✨

Matanya menatap lekat kearah seorang pria yang berjarak hanya beberapa senti dari tempatnya saat ini, mengamati setiap inci wajah pria itu. Wajah pria yang sudah lama ia rindukan, wajah pria yang selalu mengganggu pikirannya akhir-akhir ini serta wajah pria yang selalu ingin ia tatap dengan lekat.

"Gue cinta sama lo, tapi gue nggak bisa ngambil diri lo dari keyakinan yang lo percaya. Takdir itu nyata adanya kan? Jika kita memang di takdirkan untuk bersama, maka apapun halangan nya kita akan tetap bersama"

Ucapan itu kembali terngiang-ngiang di telinga Aretha saat menatap lekat wajah pria di hadapannya. Ucapan Samudra beberapa tahun lalu yang selalu Aretha ingat.

Samudra Kavindra Abraham, pria yang berhasil membuat Aretha jatuh cinta dengan pesona nya, namun sialnya agama mereka berbeda, dan mengharuskan Aretha mengakhiri rasa cintanya itu, begitupun sebaliknya.

"Dia beneran Aretha?," gumam Samudra, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Seingatnya Aretha merupakan wanita yang amat tertutup terutama tentang penampilannya, dulu Aretha selalu mengenakan cadar namun kini Samudra tak melihat cadar itu di wajah Aretha, ia dapat melihat wajah gadis itu tanpa penghalang sedikitpun.

"Fokus," bisik Afka, menyadari bahwa sahabat nya .

Samudra menggelengkan kepalanya, berusaha fokus terhadap kegiatannya saat itu, namun lagi-lagi atensinya selalu teralihkan saat mengingat nama itu.

"Nan, coba lo baca papan nama maba itu," Samudra meminta Afka untuk membaca papan nama Aretha. Pria itu menunjukkan nya dengan lirikan mata.

Afka atau yang biasa disebut sebagai Hanan,  seketika mengalihkan pandanganya pada seorang maba yang tengah menunduk, pria itu mengamati papan nama yang tergantung di leher gadis itu.

"Aretha Yumna Almaira," ucap Afka, beralih menatap Samudra.

"Thanks!"

Samudra memejamkan matanya, ucapan Afka membuat dirinya tersadar bahwa apa yang dilihatnya bukanlah sebuah angan, melainkan fakta.

"Artinya, dia beneran Aretha," monolog Samudra.

Acara telah selesai, tepat pukul lima sore, Aretha melaksanakan sholat ashar di mushalla terdekat sebab dirinya baru sempat melaksanakan sholat usai acara selesai. Aretha keluar dari mushalla namun dirinya terkejut kala mendapati seorang pria yang tengah terduduk di depan mushalla.

"Cari apa mas?," tanya Aretha

Pria itu berbalik menatap kearah nya, nafas Aretha tercekat saat mendapati bahwa pria tersebut adalah Samudra, pria itu mengenakan sebuah jaket hitam, celana jeans, kaos oblong berwarna putih serta menggendong ransel. Matanya menatap datar kearah Aretha.

"Apa kabar?" Kini keduanya sudah saling bertatapan, Samudra berdiri tepat di depan Aretha dengan jarak beberapa senti.

Aretha tersadar, dengan cepat ia menundukkan pandangannya, jantung nya seperti tengah berdisko akibat kencang nya detakan yang dihasilkan.

"B-baik, kakak gimana kabarnya?" Suasana menjadi canggung. Meski banyak orang yang melintas Aretha merasa seperti hanya ada mereka berdua saja di sana.

"Baik," jawab Samudra dengan singkat, pria itu menarik nafasnya panjang, mengumpulkan segenap keberanian dalam hatinya untuk berbicara lebih banyak.

"Gue kesini cuma mau ngasih tau kalau ospek dilaksanakan selama tiga hari, dan hari terakhir merupakan malan keakraban, gue harap lo bisa mempersiapkan hal itu, kalau lo butuh sesuatu lo bisa hubungi gue," ucap Samudra dengan nada datar

Mendengar ucapan Samudra yang tak sesuai harapannya, Aretha sedikit kecewa namun ia tetap berusaha tenang.

"Baik kak"

"Jangan terlalu canggung sama gue! Gue masih sama kaya dulu!"

Telak, Aretha dibuat tak bisa berkata-kata lagi mendengar ucapan Samudra kali ini, bahkan pria itu berucap sembari menampakkan seulas senyuman.

"Gue cabut dulu, hati-hati di jalan. Shalom" lantas Samudra segera pergi meninggalkan tempat itu beserta Aretha setelah berucap.

Aretha terhenyak mendengar kalimat terakhir Samudra yang membuatnya sadar bahwa dia dan Samudra tak mungkin bersatu dengan tembok pembatas yang amat tinggi itu.

"Waalaikumsalam," sahut Aretha, ragu

Aretha sadar bahwa sampai kapanpun jawaban dari Shaloom bukanlah Waalaikumsalam, begitupun sebaliknya.

Tak mau berlarut-larut dengan pikiran nya, Aretha kemudian pergi meninggalkan tempat itu dengan menumpangi taksi untuk sampai di tempat kost nya.

Sepanjang perjalanan pikiran Aretha kalut dengan kejadian tadi. Dirinya yakin bahwa Samudra pasti bertanya-tanya tentang mengapa ia melepas cadarnya.

Saat gadis itu tengah asik dengan pikirannya tiba-tiba ai dikejutkan dengan suara notifikasi hp nya yang berbunyi. Aretha membuka hp nya kemudian mendapati bahwa Anthea, gadis yang telah menjadi temannya itu mengajak dirinya untuk makan makan malam bersama di sebuah kafe pada jam delapan malam. Setelah berpikir sejenak, Aretha menyetujui hal tersebut.

***

Tepat pukul delapan malam, sesuai janji nya tadi Aretha pergi ke kafe yang telah di tentukan untuk makan malam. Namun saat dirinya hendak menyebrang jalan untuk sampai di kafe tiba-tiba ada sebuah motor yang melaju dengan kencang, mengarah pada Aretha.

"Aretha awas!"

Brak!

Aretha terjatuh ke aspal saat tiba-tiba ada seseorang yang mendorong nya, gadis itu melihat ke arah depan, ia mendapati Samudra yang tengah kesakitan sembari memegangi perut nya, kening dan mulut nya mengeluarkan da*rah segar yang menetes, nampaknya Samudra terpental hingga menghantam aspal.

Aretha segera menghampiri Samudra, beberapa orang yang ada di sana pun turut membantu Aretha untuk membawa Samudra ke rumah sakit.

"L-lo ngga papa?," tanya Samudra, sebelum dirinya diangkut oleh Ambulance, pria itu berkata dengan susah payah, seperti menahan sesuatu di dadanya.

Aretha menggeleng, "Kenapa kamu masih bisa nanyain keadaan aku disaat kamu sendiri sedang tidak baik-baik saja? Yang harusnya di tanya itu kamu!"

Anthea turut menemani temannya ke rumah sakit, dalam Ambulance Aretha terus menangis sembari menatap Samudra yang tampak kesakitan, di sampingnya ada Anthea yang berusaha menenangkan.

Anthea turut menemani temannya ke rumah sakit, dalam Ambulance Aretha terus menangis sembari menatap Samudra yang tampak kesakitan, di sampingnya ada Anthea yang berusaha menenangkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tenang Aretha," ucap Anthea, berusaha menenangkan temannya.

Bersambung....


Kita Dan Kota JogjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang