"Ini membosankan, apa tidak ada yang bisa diajak bermain?" Keluh Yamato yang masih duduk di bangku taman sekolahnya. Teman-temannya sudah berpencar di sana dan di sini, bertemu dengan teman mereka yang pisah kelas, berkumpul dengan lingkar pertemanan mereka sendiri, membuat kegaduhan dengan murid yang tidak dikenal, membaca buku, dan lainnya. Yamato bukan seorang yang penyendiri, tetapi dia tidak bisa kalau hanya berbincang dan duduk saja dengan teman-temannya, dia hanya senang bermain ke sana-ke mari, tetapi tidak ada temannya yang ingin menghabiskan tenaga untuk bermain.
"HEY! LIHAT, CHIKA BERULAH KEMBALI! PANGGILKAN GURU, CEPAT!!!" Teriak salah satu murid di taman. "Chika? Berulah? Siapa dia?" Tanya Yamato pada diri sendiri. Ia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju tempat di mana yang bernama Chika itu berulah.
"Hey, apakah kau sudah panggil guru untuk meleraikan Chika?" Tanya salah satu murid pada Yamato, "tidak. Memang apa yang dia perbuat? Dan siapa Chika?" Tanya Yamato, "bagaimana bisa kau tidak kenal dengan Chika?! Dia anak yang senang bertengkar dan siapapun yang mengganggunya akan dia hantam! Ah, ya sudah, tolong perhatikan Chika dan jika dia berbuat semakin berlebihan, tolong bantu untuk menghentikannya jika kau berani. Aku akan panggilkan guru. Bagaimana bisa murid sekolah ini tidak tahu Chika, hah!" Keluh murid itu lalu pergi dari tempat keributan tersebut dengan kesal dan takut. Yamato berusaha mendekati tempat pertikaian Chika dengan menyelak banyak murid yang berkumpul, lalu ia mendapati salah satu murid yang menghajar tiga anak murid yang lain sampai babak belur. "Ini gila." Gumamnya.
"Apakah tidak berlebihan jika kau terus menghajarnya?" Tanya Yamato dengan suara lantang, "mereka sudah hampir pingsan. Mereka sudah tidak akan mengganggumu lagi, sudahi saja perbuatanmu." Lanjut Yamato, murid-murid berbisik pada teman-temannya saat mendengarkan kalimat dari Yamato pada Chika. "Hey, sudahlah. Jangan—" satu tinjuan melayang pada pipi sebelah kiri Yamato saat ia ingin menghentikan pergerakan Chika pada murid yang ingin Chika hajar. "Jangan ikut campur." Tegas Chika, "kau akan kena skors jika masih lanjut menghajar anak itu, tahu!" Omel Yamato, "ikut aku, setelah selesai berurusan dengan guru dan pulang sekolah, kau boleh menghajarku sepuasmu." Ucap Yamato, suasana tempat itu seketika berisik dan semakin berisik, tetapi Yamato tidak peduli dan menarik tangan Chika yang menghantam pipinya itu untuk pergi ke ruang guru.
"Ada apa, Yamato? Apakah yang kamu ajak ke ruang guru adalah Chika?" Tanya guru yang sedang membereskan meja kerjanya. "Ya, saya bawa Chika ke sini karena dia sudah melawan dengan tiga orang temannya, Pak," jelas Yamato, "kenapa tidak kamu biarkan dia bertengkar di belakang gedung sekolah sampai guru datang? Sepertinya kamu juga terkena pukulan dari Chika jika dilihat dari wajahmu yang terlihat berdarah," ujar guru itu yang tidak tertarik untuk mengurusi anak muridnya yang terkenal ulah brutalnya, "kalau harus menunggu guru datang, bisa-bisa tiga anak itu tidak selamat. Saya tidak apa-apa, ini hanya hal kecil bagi saya. Tolong bantu tindak ulahnya, Pak." Mohon Yamato bersikeras supaya Chika dapat hukuman dan tidak lagi membuat kekacauan setelahnya, "baiklah. Kalian silakan duduk dan Chika tolong jelaskan apa yang terjadi sampai kamu melawan teman-temanmu." Yamato mengajak Chika untuk duduk, tetapi Chika sama sekali tidak menjelaskan kejadian pada gurunya. "Jelaskan saja. Bukankah setelah ini kau akan dapat yang kau mau dariku? Maka dari itu, jawab dan jelaskan apa yang terjadi." Bisik Yamato, Chika mengangkat tangannya yang sudah ia kepal untuk meninju Yamato kembali, tetapi Yamato menahan tangan Chika.
"Mereka ikut campur urusanku. Aku tidak suka diusik oleh orang-orang," Chika akhirnya buka suara, "apa yang mereka lakukan padamu?" Tanya guru mengamati, "mereka mencemooh dan mengajak untuk melawan mereka, karena aku selalu memberi perlawanan pada siapapun yang mengusikku. Kata mereka, aku tidak akan bisa mengalahkan mereka, karena mereka adalah anak-anak yang belajar bela diri dengan tingkat tinggi. Itu hanya omong kosong, menyombongkan kekuatan yang lemah, mereka pantas untuk menyentuh tanah." Jelas Chika, "kamu bagus telah melawan mereka yang sudah mencemooh kamu. Tetapi, bukan berarti kamu harus melawan mereka sampai tidak sadarkan diri. Kamu dan teman-teman kamu akan saya beri skors selama tujuh hari. Saya harap kamu dapat mengontrol emosi dan menahan diri kamu untuk melawan sampai melewati batas. Kalian silakan kembali ke kelas, jam pelajaran sudah dimulai kembali. Yamato, jika kamu perlu pergi ke UKS, saya persilakan. Kamu bisa jelaskan ke gurumu kalau saya yang menyuruhmu untuk pergi ke UKS." Tutup Sang Guru, Yamato beranjak dari tempat duduknya dan diikuti oleh Chika yang juga beranjak dari tempat duduknya.
"Aku harus membantu orang rumah dahulu setelah pulang sekolah nanti. Aku akan tepati janji pada malam hari di taman bermain, bagaimana?" Tanya Yamato sembari berjalan menyusuri lorong sekolah, "jika kau diam saja, artinya setuju. Baiklah, aku akan kembali ke kelas. Sampai jumpa lagi!" Ujar Yamato yang berlalu dengan cepat menuju kelasnya dan meninggalkan Chika yang berjalan dengan santai.
———
"Apakah aku akan telat? Untung saja masih diperbolehkan keluar malam begini." Tanya Yamato pada diri sendiri. Yamato berjalan dengan santai, tetapi cukup buru-buru karena takut kalau ternyata dia datang telat atau datang tidak sesuai dengan perjanjian.
Setelah sampai di taman bermain yang hanya ada satu taman bermain di wilayah Yamato dan juga Chika, Yamato mendapati Chika sudah dipenuhi oleh lumuran darah di tangan dan bercak-bercak darah di sekitar wajahnya. "Apa yang telah terjadi di sini...?" Yamato sedikit terkejut, tetapi tidak terlalu terkejut karena sudah tahu bahwa Chika memang senang membuat kekacauan. Namun ini kali pertama Yamato melihat seberapa brutal Chika menghajar orang-orang dan bagaimana bisa Chika menghajar banyak orang di taman bermain yang tempat tersebut untuk anak-anak bermain.
Malam itu sinar rembulan memancarkan cahayanya begitu terang, sorotnya bagai menyinari Chika yang berada di bawah rembulan. Chika menoleh ke arah Yamato yang sedang tertegun padanya. Chika mengadang Yamato dengan gesit dan memberi pukulan kencang pada Yamato.
Satu pukulan. Dua pukulan. Tiga pukulan.
Pukulan itu tidak ada hentinya, tetapi Yamato menerimanya tanpa balasan dan justru membuat Yamato memberikan senyum miring di wajahnya.
'Kau ini orang macam apa, Chika? Itu tidak biasa bagiku, tapi aku tertarik padamu. Sungguh tertarik. Pancaran cahaya yang tidak biasa, tapi begitu terang sampai aku kesialauan dibuatnya. Sinari diriku sampai aku tidak dapat melihatmu karena cahayamu, Chika.'
KAMU SEDANG MEMBACA
Ini Aku, Bukan Dia. | Endo x Takiishi Fanfiction of Wind Breaker (Nii Satoru)
FanfictionPERINGATAN PEMICU (TRIGGER WARNING) : kekerasan (violence), menyebutkan kata darah (mention of blood) PERINGATAN KONTEN (CONTENT WARNING) : BL / BxB (boy loves), adegan cium (kissing), untuk jaga-jaga menyebutkan kata-kata kasar (slightly harshword)...