01

44 9 0
                                    

Sinar matahari sore terlihat menerangi sebuah kamar, hangatnya matahari tidak membuat sang pemilik kamar terbangun dari tidurnya.

Namun dengan gaya tidur sang pemilik kamar yang brutal membuatnya harus terjatuh dari tempat tidur.

Duk

"Aduh kepala gue," Asha secara spontan memegang kepalanya yang terbentur.

Matanya melihat sekeliling ruangan, "yang tadi itu mimpi?" Otaknya memproses hal yang terjadi padanya, namun Asha sangat yakin terhadap yang ia alami bukan sebuah mimpi. Asha dapat merasakan rasa sakit ketika ia terlempar dan kepalanya terbentur keras.

Matanya melotot kearah kamar. Sebenarnya kalau dilihat sekilas ini memang kamarnya, namun jika dilihat lebih detail ada beberapa perbedaan dari kamar Asha sekarang.

Asha ingat sekali, ada beberapa bagian kamarnya yang sudah lapuk dan terdapat bagian yang terkena air hujan dikarenakan atap yang bocor.

Ketika mengalihkan pandangan lagi, Asha seketika tertuju pada cermin dikamar nya. "Eh bentar, muka gue jadi mulus lagi kah," mata Asha sedikit memicing, seingatnya di bagian pipi dan dahinya terdapat jerawat yang bisa dibilang banyak dan memerah, hal itu terjadi dikarenakan Asha tidak pernah lagi merawat wajahnya.

Lagi, mata Asha tertuju pada sebuah ponsel diatas meja belajarnya. Sebuah ponsel yang terlihat jadul, Asha jadi ingat, dulu ia pernah memiliki ponsel ini ketika masih SMA.

Dengan perlahan ia mengaktifkan ponsel tersebut. Matanya tertuju pada tanggal dan tahun yang tertera dilayar ponsel tersebut, tahun itu? Bukannya ini sudah lama sekali. Asha tahu jarak tahun pada ponsel itu dengan tahunnya sedikit jauh, mungkin sekitaran tujuh tahun yang lalu.

Ahh, mungkin karena sudah lama tidak aktif ada sedikit masalah pada sistemnya, pikir Asha.

Jika dilihat lihat lagi, kamar ini seperti kamarnya ketika SMA. Asya bingung dengan hal yang terjadi padanya.

Plak

Asha menampar pipinya, "aduh sakit." Itu berarti hal yang ia alami adalah hal yang nyata.

Asha bergegas keluar kamarnya. Ia harap apa yang ia pikirkan benar terjadi, senyum Asha terkembang diwajahnya. "Mah! Mamah," hening.

"Mamah!!"

Tidak ada sahutan sama sekali. Sepertinya Asha terlalu berharap lebih, seharusnya ia tahu kalau ibunya sudah lama meninggal.

Duak

"Kamu ngapain teriak teriak sih Sha, nanti tetangga denger loh, adik kamu juga masih tidur." Asha tahu suara itu, suara lembut yang hingga sekarang ia rindukan.

"Mamah," suara Asha tercekat. Pandangannya tertuju kearah wanita cantik yang terlihat marah kearahnya.

"Mamah?" Asha mulai berlari kearah wanita tersebut. Ia peluk dengan erat seakan wanita tersebut akan pergi lagi darinya. Air matanya mengalir membasahi baju wanita yang ia peluk. Asha rindu, ia berharap ini bukan sebuah mimpi baginya.

Plak

"Aduh," sebuah geplak kan Asha dapatkan pada punggungnya.

"Kamu kenapa sih Sha, bangun tidur malah teriak teriak, ini sekarang kenapa kamu nangis?" Sang mama yang terlihat khawatir namun tertutup gengsi bertanya dengan muka kesal.

"Eh, gapapa mah, tadi aku cuma mimpi buruk," Asha salah tingkah dibuatnya.

" Yasudah sana cuci muka, setelah itu bantu mama di dapur."

"Iyaa," Asha semangat, jika dulu sekali ia akan selalu membantah dan mengernyitkan ketika disuruh mamanya tersebut, sekarang ia malah senang, ia tidak akan membantah mamanya lagi.

different Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang