Satu

67 8 1
                                    

🌻🌻🌻

Rumah itu bergaya tradisional, hanok. Wanita berumur tujuh puluhan memasuki pagar rumah itu, mendorongnya. Bunyi berdecit tampak sedikit bising, namun tidak menganggu. Kayu pagar itu bergerak menutup, ia melangkah masuk lebih dalam ke pekarangan rumah tradisional itu. Halamannya tidak terlalu luas. Dia menuju pintu utama dan memantulkan bel bergaya tradisional.

Pintu dihadapannya terbuka dan seorang wanita muda membuka pintu lebar-lebar. Ruangan itu terkesan mistis daripada normal. Seorang wanita lima puluhan duduk bersila didepan meja, ada kendi diatas meja dan semacam peralatan peramal lainnya.

"Nyonya." Sapa wanita peramal itu hangat. Dia mengenali pelanggannya itu. Nyonya besar dari keluarga konglomerat.

Nenek tujuh puluhan itu tersenyum ramah lantas duduk di depan meja dihadapan sang peramal.

"Kali ini cucuku." Sembari membuka tas dan mengeluarkan sebuah kertas alias foto cucunya.

"Jodoh untuknya."

"Ya. Dia anak yang keras kepala, dia mencintai seorang wanita yang meninggalkannya. Berkali-kali aku menyuruhnya berhenti dan mencari wanita lain. Apakah kau bisa menerawang jodoh untuknya?"

"Tentu." Dia mencelupkan foto itu ke dalam kendi yang berisi air suci. "Tanggal lahirnya?"

"6 Mei 1992."

Si peramal meraih generincing dengan tangan kanan. Tangan kirinya memutar-mutar air didalam kendi. Foto itu terputar di air dan tidak luntur sama sekali.

Kringggg. Kringggg. Suara nyaring gemerincing memenuhi ruangan. Dan tak lama wanita itu pun berhenti.

"Jodohnya tidak jauh." Gumamnya rendah. Memejamkan mata sejenak, menarik dalam napasnya lalu mata itu terbuka. Dia melanjutkan. "Shio babi. Wanita yang lembut dan ceria. Ya... Wanita itu." Dia melihat kedalam kendi. "Lahir di pagi hari yang hangat dan melunturkan hati dingin cucumu. Mereka di takdirkan bertemu. Mereka... Sudah dekat..." Gumam wanita itu terdengar nada keraguan dalam suaranya.

"Jangan khawatir cucumu segera menemukannya." Lanjut sang peramal.

"Apa tidak ada ciri-ciri yang lebih menonjol?"

"Hmmm."

Deheman itu berjeda cukup lama sampai bel berbunyi. Pintu terbuka dan seorang wanita paruh baya berdiri diujung pintu. Ketika dia dipersilahkan masuk untuk menunggu dan duduk di kursi tunggu. Nenek itu lebih dulu menyahut setelah melihat siapa yang datang.

"Jo Mira." Sapanya.

"Halmonie." Sapa Mira hangat.

"Apa kau kemari untuk anak perempuanmu?"

"Ya." Jawab Mira mendekatinya sembari membungkuk singkat dengan nada lembut. Mira Jo, dulunya adalah wanita yang ingin ia jodohkan dengan putranya, namun takdir berkata lain.

Iseng-iseng nenek itu berkata, "Apa anakmu shio babi? Lahir dipagi hari? Aku mencari anak seperti itu." Candanya.

"Ya. Kebetulan sekali. Tahun 1995, 22 Februari."

Sang nenek terkesan mengejutkan. "Sungguh?"

"Ya." Jawabnya sopan dan menyodorkan foto putrinya.

"Coba bawa kemari. Biar kulihat." Kata sang peramal. Mira menyodorkan dengan hati-hati foto putrinya. Lalu foto itu dicemplungkan bersama foto lelaki sebelumnya.

Mutualism Marriage (Tahap Re-Write)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang