"Pada era yang keras dan gersang di tanah tandus Amerika, pada abad ke -16, tanah mereka menjadi daratan yang di janjikan oleh tuhan. Tanah yang di jarah dari pribumi, mereka di kuasai oleh para penunggang kuda yang barbar.
Daratan yang terhempas dengan rerumputan coklat. Sampai emas, yang ada tanah mereka, kini terluka. Di tengah pertikaian tanah yang dialiri darah dan ego penjarah yang mengatas namakan mereka adalah penemu daratan itu.
Kini semua pemilik tanah asli daratan itu, para indian menjadi peramai di tanah leluhur mereka sendiri, seakan menjadi perjalanan baru setiap hari bagi mereka, untuk menemukan tanah yang bisa mereka sebut rumah"
***
12 April
Kondisi cuaca cukup terik di hari ini. Perjalanan di bus terasa sangat panas, bus siang ini memang cukup lenggang, tapi kondisi udaranya terasa sangat sesak. Kerongkongan mengering, hanya ludah yang bisa ditelan untuk menegahkan dahaga di ruangan kelas siang hari ini. Pendingin ruangan yang ada di kelas, tak terasa terlalu berguna.
Dosen yang sedari tadi mengajar terlihat ikut berkeringat, mencoba menahan rasa panas. Kondisi yang memang sangat mengganggu dan tak nyaman untuk belajar. Namun diantara semua rasa gerah yang dirasakan semua orang, ada seseorang yang justru tak tergangu dengan semua itu.
Siapa lagi kalau bukan manusia yang paling istimewa dalam cerita Willian, Anastasya. Hanya dia seorang diri yang tetap bisa terlalu dalam tidurnya, di tengah keringat dari semua orang di kelas yang terus bercucuran, termasuk Willian yang sedari tidak bisa berkonsentrasi. Satu-satunya yang bisa berkonsentrasi hanyalah Anasta, dia satu satunya yang dapat berkonsentrasi, bukan pada mata kuliahnya tapi pada tidurnya sendiri.
Dosen yang sudah tak tahan memutuskan untuk menghentikan pembelajaran, yang sebenarnya juga tersisa beberapa menit saja. Dengan perginya sang dosen, udara segar terasa berhembus memasuki ruangan kelas, diikuti para penghuni kelasnya yang langsung berhamburan keluar.
Terkecuali bagi 2 orang yang masih sibuk dengan diri mereka sendiri. Willian yang masih terlihat berkunang dengan panas dan pelajaran yang tidak dia mengerti, dan Anasta yang masih pulas. di tengah hiruk pikuk, orang-orang hanya melewati mereka.
Saat kelas telah kosong, semua orang telah keluar, hanya ada Willian dan Anastasya. Dengan Anastasya yang masih tertidur, entah apa yang dia lakukan malam tadi, atau apa yang dia makan tadi, apapun itu membuat tidurnya sangat lelap. Di lain sisi Willian sementara membereskan buku dan meletakannya ke dalam tas.
Setelah semua barangnya telah dia masukan, Willian berdiri dan berjalan ke arah Anastasya yang tertidur di bangku belakang kelas. "Oi, bangun, kelas dah bubar" sambil menepuk kepala Anasta. Anasta terbangun, wajahnya terlihat sangat kesal, dia menoleh dan melihat ke arah Will yang juga menatapnya "AAAAAAHHHHH ..." teriakan yang sangat besar, dan terdengar sampai keluar kelas.
"NGAPAIN MEGANG MEGANG" Anasta membabi buta meneriaki Willian. Wajah Willian memerah karena malu dan menyesal sudah berniat membangunkan harimau tidur ini. "Nyesel banget ku bangunin, mendingan tadi aku biarkan" Anasta bangkit dari duduknya "Apaan dah sok peduli banget" setelah berdiri, Anasta merapihkan diri dan mengambil tasnya, dia beranjak pergi meninggalkan Willian sendirian. "Setidaknya berterima kasih kalo udah di bangunin" Anasta yang berjalan seketika berhenti dan berbalik.
"Ooh iya, terima kasih kaka Willian Griffin yang baik, terima kasih udah di biarkan kehujanan sampai-sampai demam dan sakit seharian kemarin, ohh iya dan makasih udah di bangunin tadi, sekarang aku ngerasa lebih sakit dari sebelumnya"
Dengan nada marah, dan berjinjit memelototi Willian. Terkejut dengan reaksi yang tidak dia duga, Willian merasa apa yang telah dia lakukan benar-benar salah. Dana kini wajahnya semakin merah dan terlihat bingung, apa yang harus dia lakukan selanjutnya. "Kenapa sekarang bingung mau ngomong apa?" semakin mendekatkan wajahnya ke arah Willian, membuat Will tersandar di meja, semakin memerah wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Manusia
Teen FictionBerisi tentang pandangan terhadap manusia yang dilihat dari realita. Bukan untuk menghakimi tapi untuk mencurahkan pandangan.