Hasta, dan guru

117 15 4
                                    

Sebagian orang mungkin mengira seorang Hastara Aditama pemuda baik hati yang selalu menuruti ucapan guru atau orang tua. Padahal bila dikulik lebih dalam lagi, Hasta seperti anak seumurannya, melakukan segala hal demi mencapai kebahagiaannya meski hal itu sulit dilakukan.

Diumurnya yang masih menginjak usia 16 tahun, terkadang Hasta ingin mencoba semua hal, seperti memecahkan spion sepeda motor, atau mencoba balap liar dijalanan bersama anak-anak berandalan lain.

Melihat bocah sebaya yang menghisap rokok dan bermain hingga larut malam, tetapi ia hanya berasal dari keluarga miskin yang tak terpandang. Mencoba seperti itu hanya membawa nama buruk keluarga, monolog Hasta saat berkeinginan menjadi siswa berandal.

Namun kini keadaannya berbeda dengan yang dulu, bisa saja ia meminta Hendra untuk membelikan sepeda motor layaknya Hesa sebagai saudara kembarnya. Ia memilih diam, karna merasa tak enak bila langsung meminta apalagi ia baru tinggal dirumahnya dan belum terlalu dekat akhir akhir ini.

Masih setia berpijak diatas tanah, Hasta terdiam menunduk menatap sepasang sepatunya yang tampak kotor sebab pagi tadi Ibu kota diguyur hujan tanpa henti, dan tanah yang basah membuat sepasang sepatunya menjadi kotor terkena genangan air.

Raka berada disampingnya berjalan sembari membawa satu kantong plastik berisi es teh. Sinting, monolog Hasta yang ikut membawa dua gelas es teh ditangannya, mereka meminum es teh itu ditengah dinginnya cuaca ibu kota.

~●~

Pelajaran fisika dimulai dari jam 07.30, namun secara tiba-tiba rasa semangat mengawali hari itu berubah menjadi rasa kantuk yang tak terkendali. Padahal pagi-pagi tadi dia sudah minum es teh kok, seenggaknya ia tak mungkin melewati mata pelajaran kali ini dengan tidur.

Raka, pemuda itu mencoba menepuk pundak Hasta dari belakang yang tengah menunduk menatap bawah meja, menghiraukan kehadiran Bu Mega didalam kelas. Omong-omong Bu Mega ini gaya dandanannya cetar sekali, dengan lipstik merah membahana dan kacamata yang bertender dimatanya itu menambah kesan guru killer dimata para siswa. Hasta sendiri sering melewatkan mata pelajaran Bu Mega hanya karna mengantuk, setiap mata pelajaran fisika dimulai, entah mengapa rasa kantuk itu datang menguasai kesadarannya.

Bu Mega mulai membuka buku pelajaran, mendudukkan bokongnya dikursi guru yang empuk nan luas didepan kelas sembari menatap tajam kearah siswa-siswa yang ada didalam kelas itu, terkecuali Hasta yang masih setia memiringkan kepalanya kearah samping.

Bu Mega menarik nafasnya pelan, namun tarikan nafas itu masih terdengar hingga pojokan kelas, Raka yang duduk dipojok jadi merinding sendiri mendengar hembusan nafasnya. "Keluarkan buku pelajaran kalian," pintahnya yang langsung dilaksanakan oleh murid didalam kelas sana.

"Hari ini semua tugas rumah yang saya beri, tolong dikumpulkan segera." suara Bu Mega menyapa indra pendengaran Hasta, anak itu mulai membuka matanya perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam iris matanya. Raka mulai melangkahkan kakinya ke arah meja Bu Mega, namun tangannya masih menyenggol bahu Hasta yang masih setia melamun ditempatnya.

"Has! Tugas lo mana?" Raka terus menggoyang-goyangkan tubuh Hasta hingga anak itu tersadar sepenuhnya. Hasil Raka membuahkan hasil, anak itu mulai sadar dan membuka tasnya mencari tugas dari Bu Mega.

"Ini Rak, nitip tolong," Raka mengangguk setuju, ia ambil buku itu dari tangan Hasta lalu berjalan menuju tempat pengumpulan tugas.

Hasta menarik napas pelan, matanya bergerak menelusuri seisi kelas, hingga pandangannya berhenti pada Bu Mega yang berdiri didepan sana memegang sebuah buku, seperti buku miliknya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cerita HastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang