6

189 16 22
                                    

Dari balik semak-semak, seseorang terlihat sedang mengintai sesuatu. Jubah yang dia pakai hampir sama warnanya dengan dedaunan membuat keberadaannya menjadi tersamarkan. Ditambah keadaan hutan saat itu sedikit gelap dikarenakan oleh rimbunnya pepohonan sehingga tidak ada celah untuk sinar matahari masuk.

Dia menggaruk lengannya yang digigit serangga kemudian beralih meraba lehernya hanya untuk menepis kasar sesuatu yang merayap di sana. Entah mungkin saat ini seluruh tubuhnya sudah dipenuhi bintik-bintik merah akibat digigit serangga tapi ia tidak peduli. Ia harus bertahan demi menemukan sesuatu.

"Jika bukan karena dia, aku tidak akan melakukan hal seperti ini," gumamnya seraya terus menggaruk tubuhnya. Ia tahu hanya ini yang bisa ia lakukan.

Hingga tak lama setelah itu, dia mendengar suara langkah kaki dari arah depan. Dia merapatkan tubuhnya ke semak-semak agar tidak ketahuan, kemudian menyipitkan kedua matanya. Tiba-tiba dia merasa tegang. Bukan karena takut, melainkan penasaran dengan apa yang akan ia temukan setelah sekian lama menunggu.

Akan tetapi belum sampai dia melihat jelas siapa pemilik langkah kaki itu, dia dikejutkan oleh suara pekikan seekor kuda. Dia awalnya tidak mempedulikan karena lebih memilih untuk menunggu sosok itu muncul tapi sepertinya, kudanya merusak semuanya.

"Ah, sial," umpatnya kemudian berbalik dan keluar dari tempat ppersembunyianny, berlari sekencang mungkin menuju tempat ia mengikat kuda.

Sesampainya di sana, kuda berwarna hitam itu menggeram sembari menghentak-hentakkan kakinya ke tanah. Tak hanya itu, kuda gagah itu terus bergerak tak tentu arah mencoba melepaskan ikatan pada batang pohon.

Sebelum itu dia mengedarkan pandangan mencoba mencari tahu penyebab kudanya menjadi agresif. Karena biasanya hewan itu akan seperti ini jika merasa tidak nyaman dan merasa terancam.

Laki-laki itu bernama Nevan, Nevan Jillionel Jevosca. Seorang pangeran kerajaan di negeri bernama Aragas.

"Tidak apa-apa, Zar. Tenanglah." Nevan mencoba mengelus punggung Zar—kuda hitam kesayangannya—untuk memberikan ketenangan. Alih-alih tenang, si kuda semakin bergerak tidak nyaman, membuat Nevan menghela napas dan membuka ikatan pada pohon kemudian menaikinya untuk segera membawanya pergi dari sana.

Setelah cukup jauh, Nevan menghentikan laju kudanya. Ia menoleh ke belakang, menatap pada hutan sepi tak berpenghuni itu dengan tajam.

Sebenarnya apa yang ada di sana?

Ini sudah kali ketiga kunjungannya ke pulau Manggala untuk mencari tahu arti mimpi yang belakangan ini ia alami. Jika sebelumnya ia dan anggota kerajaan lainnya sering pergi berlibur ke pulau ini.

Berbeda dengan kunjungan pertama dan kedua ia hanya datang berdua dengan Lionel, sekarang ia ditemani ayahnya—raja Asgard dan seseorang yang sama sekali tidak Nevan harap kehadirannya.

Dari awal sejak Allula merengek ingin meminta ikut, Nevan sudah memiliki firasat buruk jika ia mengajak gadis itu. Akan tetapi saat Allula mengancam akan membakar pavilium sebelah barat, Nevan tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti kemauan gadis itu.

Nevan kembali menatap ke depan.

"Apa itu Allula?" gumamnya sembari memicingkan kedua matanya hanya untuk memastikan gadis yang sedang berjalan di depan sana adalah Allula. "Apa yang dia lakukan di sini?"

Untuk beberapa saat, Nevan terdiam melihat tingkah Allula. Mulut gadis itu terus bergerak seperti sedang berbicara, anehnya tidak ada siapa-siapa di sekitarnya. Lihatlah. Sekarang dia berbicara dengan genangan air.

Tanpa sadar, Nevan menarik kedua sudut bibirnya ke atas.

Dengan rambut merah keemasannya yang mencolok tidak susah menemukannya di tengah kegelapan sekalipun.

Tears in HeavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang