04 - Rasa Bersalah

35 20 23
                                    

Derap langkah Harris terdengar ke seluruh penjuru lorong antar kelas. Bersama dengan tas yang dijinjing dan wajah yang ditekuk, ia memasuki kelas. Masih sepi, hanya ada satu sampai dua anak yang datang. Kalau saja Bu Sapta tidak menyuruh para muridnya untuk mengumpulkan tugas biologi hari ini, beserta informasi penting yang akan disampaikannya, Harris tentu lebih memilih untuk tidak masuk karena jadwal pelajaran di semester ini telah selesai. Hanya menunggu pengumuman jalur undangan, tes dan juga informasi mengenai kelulusan serta wisuda.

Ia justru akan memilih mengurung diri di kamar, sebab kepalanya mulai berdenyut akibat memikirkan perkataan ayahnya kemarin sore. Padahal, ia sudah berusaha untuk tidak lagi memikirkan ucapan ayahnya dan lebih baik menghiraukan, tetapi suara ayah Harris selalu terngiang tanpa henti di kepala.

Harris menumpu dagunya dengan kedua tangan sambil menunggu kedatangan teman-teman lainnya. Saat ia akan mengeluarkan buku tugasnya, Harris mendengar suara yang tidak asing. Ardi. Dia datang bersama sang ketua kelas.

"Hei, Ris, tumben pagi udah dateng. Padahal kemarin kamu siang banget," ejek Ardi sedikit terkekeh diikuti oleh Dura, sang ketua kelas.

"Iya, Ris, tumben," celetuk Dura.

Harris hanya menggeleng sambil sedikit memberikan senyum simpul. "Nggak papa. Kan, kata Bu Sapta kemarin mau ada informasi. Lagian, ini juga udah hampir masuk, mau jam tujuh. Pagi dari mana?"

"Iya, juga, sih," ujar keduanya bersamaan sambil menaruh tas mereka di atas meja. Kini Dura berjalan ke bangkunya sementara Ardi duduk di samping Harris.

Jarum jam terus berputar dari menit hingga ke menit. Harris mengobrol random bersama Ardi dan Dura, hingga teman lainnya sedikit demi sedikit datang memenuhi ruangan. Dering yang nyaring dari pengeras suara menandakan waktunya untuk seluruh siswa masuk kelas dan memulai kegiatan pembelajaran.

Seluruh siswa kembali pada kegiatan belajar-mengajar, kecuali kelas dua belas. Harris dan juga temannya tengah asik menunggu Bu Sapta datang membawa kabar yang sedari tadi malam mereka tunggu. Katanya, penting.

Ketika Dura, Ardi, dan Harris berniat akan bermain lego yang sengaja Dura bawa dari rumah, Bu Sapta datang mengurungkan kegiatan mereka. Bu Sapta membawa dua orang berseragam hitam dengan membawa beberapa buku dan map.

"Selamat pagi."

"Pagi, Bu," jawab murid-murid serentak.

Bu Sapta menjelaskan kepada para murid tentang dua orang berseragam hitam tersebut. Satu lelaki berpostur tinggi dan kurus. Kemudian, satu perempuan berhijab. Mereka adalah tim bimbel yang disediakan gratis oleh pihak sekolah untuk mewadahi siswa-siswi yang tidak lolos jalur undangan yang mana mereka harus mengikuti jalur tes.

Kak Nea, salah satu tim dari bimbel tersebut meminta izin pada Bu Sapta untuk menjelaskan tentang bimbel tersebut. Mulai dari jam pembelajaran yang dimulai setiap pukul tujuh pagi, tanpa berseragam dan hanya memakai baju sopan sebagai syarat, hingga jadwal mata pelajaran apa saja yang akan mereka pelajari nantinya. Mulai dari pengetahuan kuantitatif, pengetahuan umum, sampai kemampuan pemahaman bacaan dan menulis. Biasa disingkat sebagai PK, PPU dan PBM.

Kini, Bu Sapta sedikit menyela untuk menjelaskan, jikalau pihak sekolah tidak memaksa para siswa untuk ikut bimbel tersebut apabila tidak berminat. Bimbel ini diperuntukkan bagi siswa yang minat dan butuh saja. Ia juga menambahkan jika siswa yang sudah mendaftar jalur undangan atau lolos eligible, boleh untuk mengikuti bimbel tersebut sebab berjaga-jaga jika nanti tidak lolos.

Harris dan yang lainnya berdecak kagum. Sekolahnya sangat memfasilitasi para siswa dengan baik. Banyak dari teman Harris tertarik dan tentu saja berminat untuk mengikuti bimbel gratis tersebut.

Brother's Story [Terbit]✓Where stories live. Discover now