08 - Mimpi Baru

21 10 4
                                    

Kemarin malam, Harris didampingi sang ayah mendaftar pada web kedinasan. Ayahnya memilih Harris untuk mengeklik Kota Surabaya sebagai tempat pendidikan Harris. Rasa sedih itu masih membumbung, tetapi hanya mampu Harris pendam di hadapan sang ayah. Dadanya sesak, mau tidak mau harus menurut setidaknya hal ini demi membahagiakan kedua orang tuanya. Namun, di lain sisi ada hal mengejutkan yang datang di malam itu juga. Senyum lebar dari sang ayah, yang tidak pernah Harris lihat selama ini. Hanya semalam, Harris bisa melihat pemandangan terbaik dalam seumur hidupnya. Ayah Harris juga memeluk Harris dengan erat saking senangnya.

Begitu tenang dan senang hati Harris mendapati perilaku ayahnya yang tiba-tiba berubah menjadi sedikit lebih hangat padanya. Rasa sakit sebab ditolak oleh perguruan tinggi negeri seakan hilang begitu saja. Perlakuan kecil itu, yang sudah lama tidak pernah dirasakannya, benar-benar melipur lara di hati Harris.

Meskipun hanya semalam, tetapi Harris akan sangat mengenang perlakuan itu seumur hidupnya. Setidaknya, Harris merasa jika masih ada rasa sayang sang ayah bagi Harris walau sedikit, karena sisanya pastinya tuntutan. Harris tahu itu.

Harris harap, pagi ini dia bisa memulai perjuangan dan mimpi barunya. Dengan fokus latihan fisik lagi dan lagi. Serta berlatih soal tentunya untuk menunjang kelulusannya di jurusan yang sudah ayahnya nanti selama ini, Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan, atau biasa disebut ATKP.

Mendengarnya saja jika Harris pikir-pikir, keren juga. Harris yang masih berada di taman belakang sambil mengirup udara segar di pagi hari ini pun, kini mulai menata kembali hati dan pikirannya. Ia menghirup udara segar sambil menutup mata, membiarkan seluruh oksigen memasuki relung jiwanya dengan baik. Berharap segala hal positif berpihak padanya mulai hari ini hingga seterusnya.

Ia sadar, waktunya bagi diri Harris untuk segera melupakan apa yang sudah tidak bisa digapai. Dia harus beralih dan fokus pada apa yang masih bisa dikejar. Salah satunya, jurusan itu, penerbangan. Meski Harris tahu jurusan yang ayahnya pilih tidaklah mudah. Akan tetapi, ia akan berusaha demi bisa membanggakan kedua orang tuanya.

Gagal sekali, bukan berarti Harris harus menyerah di perjuangan berikutnya. Bagi Harris, gagal artinya dia harus membangun rencana, mimpi, dan semangat baru untuk bisa menggapai kesuksesan yang lain.

"Bermimpilah setinggi langit, karena jikalau engkau jatuh. Maka, kau akan jatuh di antara bintang-bintang. Berjuanglah demi orang tuamu, berjuang untuk mimpi yang baru. Konsisten dan teruslah berusaha. Harris, kamu hebat! Kamu pasti bisa!" ujar Harris menyemangati diri sendiri.

Merasa perut Harris mulai berteriak meminta asupan makan. Ia pun segera menuju dapur yang ternyata sudah dipenuhi aroma sedap dari sambal terasi kesukaannya, juga tempe mendoan yang menggugah selera.

Sementara itu, ayah Harris datang sembari mendorong adiknya, Ila, untuk makan bersama di meja makan. Ia memanggil Harris agar menunggu bersama di ruang makan selagi ibu Harris repot mempersiapkan makanan. "Ris, kemari! Biarkan ibumu fokus memasak. Ajak adikmu mengobrol di sini, cepat!" panggilnya lantang membuat Harris langsung berlari menuju sang asal suara.

"Iya, Yah!" sahut Harris sambil berteriak kencang.

Hari ini, senyum ayah Harris masih mengembang seperti semalam. Tidak Harris sangka, hal ini akan terjadi dalam hidupnya. Meskipun sang ayah selalu menuntut Harris ini dan itu, terkadang membuat Harris merasa kesal dan jenuh, tetapi lagi-lagi dirinya teringat nasihat sang paman. "Setiap orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya, meski terkadang caranya salah."

Ya, lagi-lagi ucapan itu yang sekarang selalu terputar di kepala Harris, tatkala merasa kesal dengan sang ayah. Harris rasa, ada benarnya juga ucapan pamannya. Mungkin juga ayahnya baru pertama kali menjadi orang tua, jadi Harris sebagai anak sulung harus lebih memendam egonya dan memilih untuk selalu memahami keinginan orang tuanya. Terlebih, ayahnya.

Semua makanan telah tersedia. Harris dan seluruh keluarganya hari ini lebih banyak berbicara dari pada biasanya. Ayahnya juga, lebih banyak melebarkan senyum pada Harris juga Ila, adiknya. Sarapan kali ini sungguh terasa sangat berbeda. Terasa seperti Harris memiliki keluarga yang cemara. Meskipun setelahnya, lagi-lagi sang ayah menyuruh Harris untuk segera berangkat menuju bimbel. Namun, kabar baiknya, hari ini ayah Harris cuti dan ia sendiri yang akan mengantar Harris dan adiknya bersama-sama.

Semenjak hari pertama Harris mengikuti bimbel, tidak sekalipun ayah Harris mau mengantar. Selalu saja ada alasan yang dilontarkannya untuk menolak, tetapi sejak tahu Harris tidak lolos semalam, harapan ayahnya seakan timbul besar untuk bisa mendaftarkan Harris pada sekolah kedinasan. Menurut ayah Harris, tidak ada lagi yang perlu membuat Harris takut, kepikiran ini dan itu, tidak ada penghalang.

Selepas semua anggota keluarganya menyelesaikan makanan satu persatu. Ayah Harris mulai bersiap untuk mengantar. Harris dan ayahnya saling membahu mengangkat Ila ke dalam mobil bersamaan dengan kursi rodanya.

Di perjalanan, Ila mengajak berbicara kakak dan ayahnya agar keduanya saling memiliki kedekatan satu sama lain. Pikir Ila, hal ini harus dilakukannya setidaknya sekali seumur hidup. Sebab, jarang-jarang ayah mereka mau mengobrol seperti ini. Biasanya, sikapnya dingin dan hanya berbicara seadanya.

Ayah Harris mengantar adiknya lebih dulu menuju sekolah, sebelum akhirnya mengantar Harris menuju bimbel, karena jarak sekolah Ila dan bimbel Harris searah meski lebih dekat Ila. Setelah sampai di sekolah Ila, Harris mendudukkan Ila pada kursi roda. Teman-teman Ila langsung berlarian menuju arah mereka, ingin mendorong Ila secara bergantian. Harris tersenyum. Dirinya rasa, Ila sangat beruntung memiliki banyak teman yang sayang padanya.

Melihat itu mengingatkan Harris pada Ardi. Dia berniat sepulang dari bimbel nanti akan menghubungi Ardi dan memberi kabar jika ia memilih jurusan penerbangan sebagai ganti kegagalannya di jalur undangan.

Selepas dari sekolah Ila, ayah Harris tinggal melajukan mobilnya beberapa meter untuk bisa sampai pada tempat bimbel Harris. Kurang dari sepuluh menit, mereka telah sampai. Harris mencium tangan ayahnya.

"Nanti setelah bimbel, jangan lupa sorenya latihan lagi sama pamanmu itu, ya," titah sang ayah. Harris hanya mengangguk, lalu masuk menuju tempat bimbelnya.

Di samping itu, ayahnya turut mengekori Harris hingga memasuki ruangan administrasi. Dirinya lebih dulu memastikan Harris sampai pada kelasnya, sebelum akhirnya ia bertanya pada salah satu seorang penunggu di ruang administrasi depan.

"Permisi, Bu. Saya atas nama ayahnya Ahmad Harris, boleh bicara dengan pengajarnya?" tanya ayah Harris.

Salah satu karyawan dengan tanda pengenal Sari itu pun mengedarkan pandangan, lalu memanggil seorang perempuan muda yang ayah Harris kira adalah pengajarnya. Sari melambaikan tangan, memberi isyarat agar yang dipanggilnya menghampirinya.

"Ini, Pak, pengajarnya. Kak Gina namanya."

Ayah Harris pun langsung mengucapkan terima kasih. Kemudian, ia mengajak Gina sedikit menjauh dari sana untuk sedikit bertanya-tanya, mengenai perkembangan anaknya, Harris, terhadap pemahaman materi dan soal selama bimbel. Namun, sayangnya ayah Harris mendapat kabar yang kurang baik hari ini. Gina mengatakan jika Harris akhir-akhir ini melakukan banyak kesalahan dalam mengerjakan soal beberapa kali.

"Teruntuk pemahaman materi sendiri, Harris sepertinya memang masih sedikit kesusahan, Pak. Tapi, dia selalu berusaha untuk selalu bertanya pada saya. Saya rasa, mungkin dia memiliki banyak pikiran akhir-akhir ini, jadinya kurang fokus juga," tutur Gina menjelaskan pada ayah Harris.

Ayah Harris yang tadinya senang, kini kembali kecewa mendengar pernyataan Gina. Ayah Harris hanya mengangguk, sedikit tersenyum, lalu pamit untuk segera pergi dari sana.

"Anak itu harus dididik lebih keras lagi. Sepertinya aku memang kurang keras padanya," monolog ayah Harris sembari mengepalkan tangannya erat dan berjalan cepat menuju mobil.

~Bersambung

Brother's Story [Terbit]✓Where stories live. Discover now